1.
Pendiri Dinasti Al-Ayyubiyah
Dinasti Al-Ayyubiyah (569
H/650 H s.d 1174 M/1252 M) merupakan dinasti-dinasti yang pernah berkuasa di
Mesir, dinasti ini di,mulai dengan berkuasanya Sultan Salahuddin Yusuf Al- Salah Ad-Din Al-Ayyubi. Di Eropa lebih dikenal
dengan sebutan Saladin.
Dinasti Al-Ayyubiah berdiri
di atas puing-puing Dinasti Fatimiyah di Mesir.Setelah meninggal, Syirkuh di
ganti oleh Salahuddin Al-Ayyubi.Kematian Khalifah Al-Adid dari Fatimiyah pada tahun
567 H/ 1171 M Al-Ayyubi. –Ayyubi di akui oleh khalifah Mesir
oleh al-Muhtadi, Dinasti Bani Abbas pada tahun 1175 M. untuk mengantisifasi pemberontakan
dari pengikut Fatimiyah dan serangan dari tentara Salib. Al-Ayyubi membangun benteng
bukit di Mukattam.Tempat ini menjadi pusat pemerintahan dalam kemiliteran.
Salahuddin Al-Ayyubi merupakan
panglima perang dan pejuang Muslim Kurdi dariTikrit (bagian utara irak sekarang).Daerah
kekuasaannya meliputi Yaman, Irak, Mekkah Hejaz, Diyar Bakr, selain itu,
melebur menguasai Aleppo dan Mosul.
Salahuddin tidak hanya terkenal
di kalangan umat Muslim, tetapi juga dikalangan Kristen karena sifatnya yang
ksatria dan pengampun, lebih-lebih pada saat ia berperang melawan tentara salib.
Sultan Salahuddin Al-Ayyubi juga adalah seorang Ulama. Beliau memberikan catatan
kaki dan berbagai macam penjelasan dalam kitab hadis Abu Dawud.
Salahuddin Al-Ayyubi berasal dari
bangsa kurdi, ayahnya bernama Najmuddin Ayyub dan pamannya bernama Asadudin Syirkuh,meninggalkan
kampong halamannya dekat Danau Fan dan pindah kedaerahTikrit (Irak). Ia dilahirkan
dibenteng Tikrit Irak tahun 532 H/1138 M, ketika ayahnya menjadi penguasa
Seljuk di Tikrit. Saat itu baik ayah maupun pamannya mengabdi pada Imaduddin Zangi,
Gubernur Seljuk untuk kota Mousul Irak. Ketika Imaduddin Ayyub (ayah
salahuddin) diangkat menjadi Gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat raja
suriah, bernama Nuruddin Mahmud.Selama di Balbek inilah Salahuddin mengisi masa
mudanya dengan menekuni tekhnik perang, strategi, dan politik.Setelah itu,
Salahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Suni
selama 10 tahun.Pada tahun 1169 Salahuddin Al-Ayyubi diangkat menjadi wajir
(konselor).
Dengan meninggalnya Nuruddin
(1174 M), Salahuddin Al-Ayyubi menerima gelar Sultan di Mesir.Disana dia memproklamasikan
kemerdekaan dari kaum Seljuk dan mendirikan Dinasti Al-Ayyubi serta mengembalikan
ajaran sunni ke Mesir. Selanjutnya, Salahuddin Al-Ayyubi memperlebar wilayah kesebelah
barat magreb, dan ketika pamannya pergi ke Nil untuk mendamaikan beberapa pemberontakan
dari bekas pendudkung Fatimiyah, kemudian dia melanjutkan ke Laut Merah untuk menaklukkan
Yaman.
Selama beberapa tahun,
salahuddin selalu bersama ayahnya di medan pertempuran melawan tentara perang Salib
atau menumpas para pemberontakan terhadap pemimpinnya Sultan Nuruddin Mahmud.
Ketika Nuruddin berhasil merebut Kota Damaskus pada tahun 549 H/1154 M maka keduanya
ayah dan anak telah menunjukkan loyalitas yang tinggi kepada pemimpinnya.
Dalam tiga pertempuran di
Mesir bersama-sama pamannya, Asaduddin melawan tentara perang Salib dan berhasil
mengusirnya dari mesir pada tahun 559-564 H / 1164-1168 M. sejak saat itu,
Asaduddin diangkat menjadi Perdana Menteri (PM) khilafah fatimiyah.
Salahuddin Al-Ayyubi berhasil
mematahkan serangan Tentara Salib dan pasukan Romawi Bizantium yang melancarkan
perang Salib ke II terhadap Mesir. Sultan Nuruddin memerintahkan Salahuddin
mengambil kekuasaan dari tangan Khalifah Fatimiyah dan mengembalikan kepada
Khalifah Al-“Adid, Khalifah Fatimiyah terakhir meninggal maka kekuasaan
sepenuhnya di tangan Salahuddin al-ayyubi.
Sultan Nuruddin meninggal
tahun 659 H/1174 M, kemudian Damaskus diserahkan kepada putranya yang masih
kecil bernama Sultan Salih Ismail didampingi seorang wali. Di bawah seorang
wali terjadi perebutan kekuasaan di antara putra-putra Nuruddin dan wilayah
kekuasaan Nuruddin menjadi terpecah-pecah. Salahuddin al-ayyubi pergi ke damaskus
untuk membereskan keadaan, tetapi ia mendapat perlawanan dari pengikut Nuruddin
yang tidak ingin menginginkan persatuan. Akhirnya salahuddin al-ayyubi
melawannya dan menyatakan diri sebagai raja untuk wilayah Mesir dan Syam pada
tahun 571 H/1176 M dan berhasil memperluas wilayahnya hingga Mousul Irak bagian
utara.
2.
Sejarah pribadi Salahuddin Al-Ayyubiyah
Sultan Salahuddin Al-ayyubi
merupakan pahlawan dan panglima Islam yang besar. Pada beliau terkumpul
sifat-sifat berani, wara’, zuhud, khusyu’, pemurah, pemaaf, tegas, dan sifat
terfuji lainnya.
Seorang penulis sejarah
mengatakan: Hari kematiannya merupakan kehilangan besar bagi agama Islam dan
kaum Muslimin karena mereka tidak pernah menderita sejak kehilangan keempat
khalifah yang pertama (khulafaur rasyidin). Istana kerajaan dan dunia diliputi
oleh wajah-wajah yang tertunduk, seluruh kota terbenam dalam dukacita. Dan
rakyat mengantarkan jenazahnya sambil di iringi dengan tangisan dan ratapan.
Sultan Salahuddin
menghabiskan waktunya dengan bekerja keras siang dan malam untuk Islam,
hidupnya sangat sederhana, makanannya sederhana, pakaiannya terbuat dari bahan
yang kasar.beliau seanatiasa menjaga waktu-waktu salat dan mengerjakannya
secara berjamaah.
B. PARA PENGUASA DINASTI
AL-AYYUBIYAH DAN MASA PEMERINTAHANNYA
Para penguasa Dinansti Al- Ayyubiyah terdiri
atas:
1. Salahuddin Al-Ayyubi (564 H/1169 M – 589 H/1193
M)
2. Malik Al-Aziz ‘Imaduddin (589 H/1193 M – 595
H/1198 M)
3. Malik Al-Mansur Nasiruddin (595 H/1198 M – 595
H/1200 M)
4. Malik Al-‘Adil Sifuddin, pemerintahan I (596 H/
1200 M – 1200 H/1218 M)
5. Malik Al-Kamil Muhammad (615 H/1218 M – 635
H/1238 M)
6. Malik Al-‘Adil Saifuddin, pemerintahan II (635
H/1238 M – 637 H/1240 M)
7. Malik As-Saleh Najmudin (637 H/1240 M – 647
H/1229)
8. Malik Al-Mu’azzam Turansyah (647 H/1249 M)
9. Malik Al-Asyraf Muzaffaruddin (647 H/1249 M –
650 H/1252 M)
Perjalanan politik Slauddin Al-Ayyubi dimulai
dari masa muda yang selalu ikut berperang mendampingi ayahnya bernama Najmuddin
bin Ayyub. Lehih-lebih ketika Slahuddin ikut ekspedisi dengan pamannya ke
Mesir. Lima tahun kemudian (1169 M), ia menaklukkan khalifah terakhir dari
dinasti Fatimiyah, bernama al-addid (1160-1171).
Sejak itu, ia menghapus tradisi mendo’akan
khalifah Fatimiyah dalam khotbah Jum’at dan menggantikannya dengan mendo’akan
Khalifah Abbasiyah, Al-Muhtadi (566 H/1170 M – 575 H/1180 M).
Pada bulan Mei 1175 M, Salahuddin mendapat
pengakuan dari Khalifah Abbasiyah sebagai penguasa Mesir, Afrika utara, Nubia,
hedzjaz, dan suriah tengah. Ia menyebut dirinya sebagai Sultan. Sepuluh tahun
kemudian, ia menaklukkan daerah Mesopotamia dan menjadikan penguasa-penguasa
setempat sebagai pemimpinnya.
Sebagian besar hidup salahuddin dicurahkan
untuk melawan pasukan Salib. Dalam hal ini pada tahun 1170 M. salahuddin
berhasil menaklukkan wilayah Masyhad dari tangan Rasyidin Sinan. Kemudian, pada
tanggal 1, 3 dan 4 Juli 1187 M, ia berhasil merebut Tiberias dan melancarkan
Hattin untuk menangkis serangan pasukan Salib.
Dalam peperangan ini, pasukan Prancis berhasil
dihancurkan. Jerussalem sendiri menyerah tiga bulan berikutnya, tepatnya 2
Oktober 1187 M. pada saat itulah suara Azdan terdengar kembali di Masjidil
Aqsa, menggantikan suara lonceng gereja. Jatuhnya ibu kota hattin ini memberi
peluang baginya untuk lebih lanjut menaklukkan kota-kota lain di Suriah dan
Palestina.
Salahuddin melancarkan serangan ke dua arah,
yaitu ke utara meliputi Al-Laziqiyyah (Laodesia), Jabalah, dan Sihyawan, serta
ke selatan meliputi al-karak dan as-saubak. Semua wilayah itu jatuh ke tangan
salahuddin sebelum tahun 1189 M. akan tetapi sampai pada tahun 1189 M,
Tripolli, Antioka (Antakia, Turki), Tyre, dan beberapa kota kecil lainnya masih
berada di bawah kekuasaan pasukan Salib.
Setelah perang besar memperebutkan Kota Akka
(Acre) yang berlangsung 1189-1191 M dan dimenangkan oleh tentara Salib, kedua
belah pihak hidup dalam keadaan damai tanpa perang. Perjanjian damai secara
penuh dicapai pada tanggal 2 November 1192 M. dalam perjanjian tersebut,
disetujui bahwa daerah pesisir dikuasai pasukan Salib, sedangkan daerah
paedalaman oleh kaum Muslimin. Dengan demikian, tidak akan ada lagi gangguan
terhadap orang Nasrani yang akan berziarah ke Jerussalem. Salahuddin dapat
menikmati suasana perdamamian ini hingga menjelang akhir hayatnya karena pada
19 Februari 1193 M, ia jatuh sakit di Damaskus dan wafat 12 hari kemudian dalam
usia 55 tahun.
Setelah Salahuddin al-ayyubi meninggal dunia,
daerah kekuasaanya yang terbentang dari sungai Tigris hingga sungai Nil itu
dibagikan kepada keturunannya, antara lain:
1)
Al-Malik Al-Afdal Ali untuk
wilayah Damaskus
2)
Al-Aziz untuk wilayah Kairo
3)
Al-Malik Al-Jahir untuk
wilayah Aleppo
4)
Al-‘Adil adik Salahuddin
untuk wilayah Al-Karak dan Asy-Syaubak.
Al-‘Adil yang bergelar (Saifuddin) itu
mengutamakan perdagangan dengan koloni Prancis. Setelah ia wafat pada 1218,
beberapa cabang Bani Ayub menegakkan kekuasaan sendiri di mesir, damaskus,
Mesopotamia, Hims, Hamah, dan Yaman.salah satunya untuk memperebutkan Suriah.
Al-Kamil Muhammad, putera Al-‘adil yang
menguasai Mesir (615 H/1218 M – 635 H/1238 M), termasuk tokoh Bani Ayub yang
menonjol. Ia bangkit untuk melindungi daerah kekuasaannya dari ronrongan
tentara Salib yang telah menaklukkan Dimyati atau Damiette (tepi sungai Nil,
utara Kairo) pada masa pemerintahan ayahnya, tentara salib tampaknya memang
berusaha untuk menaklukkan Mesir dengan bantuan Italia. Penaklukan Mesir
menjadi penting karena dengan demikian mereka dapat menguasai jalur perdagangan
Samudera HIndia melalui jalaur Laut Merah. Setelah hamper dua tahun (November
1219 M/agustus 1221 M) terjadi konflik antara tentara Salib dan pasukan Mesir,
Al kamil berhasil memaksa tentara salib untuk meninggalkan Dimyati.
Al-Kamil juga dikenal sebagai penguasa yang
memberikan perhatian terhadap pembangunan dalam negeri. Program pemerintahanya
yang cukup menonjol adalah membangun saluran Irigasi dan membuka lahan-lahan
pertanian serta menjalin hubungan perdagangan dengan Eropa. Ia dapat menjaga
kerukunan hidup beragama antara orang muslim dan orang koptik Kristen, bahkan
sering mengadakan diskusi dengan pemimpin-pemimpin Koptik. Pada masa itu
tentara salib masih berkuasa sampai tahun 1244 M.
Ketika Malik As-Saleh, putra Malik Al-Kamil
memerintah pada 1240 H/1249 M, pasukan Turki dari Khawarizm mengembalikan kota
itu ke tangan Islam.
Pada tanggal 6 Juni 1249 M, pelabuhan Dimyati
di tepi sungai Nil di taklukan kembali oleh tentara Salib yang dipimpin oleh
Raja Lois IX dari prancis.
Pada April 1250 M, akhirnya dapat dikalahkan
oleh pasukan Ayyubiah. Raja Lois IX dan beberapa bangsawan lainnya di tawan,
tetapi kemudian di bebaskan kembali setelah Dimyati dan dikembalikan ke tangan
tentara Muslim disertai dengan beberapa bahan makanan sebagai tebusan.
Pada tanggal November 1249 M, Malik as-Saleh
meninggal dunia. Semula ia akan di gantikan oleh putera mahkota Turansyah.
Untuk itu Turansyah dipanggil pulang dari Mesopotamia (suriah) untuk menerima
tampuk kekuasaan ini. Untuk menghidari kepakuman kekuasaan sebelum turansyah
tiba di mesir, kekuasaan untuk sementara dikendalikan oleh ibu tirinya, yaitu
“Syajar ad-Durr” akan tetapi, ketika Turansyah mengambil kekuasaan, ia mendapat
tantangan dari para Mamluk (Ar: mamluk: seorang budak atau hamba yang di miliki
oleh tuannya; jamaknya mamalik dan mamlukan yang tidak menyenanginya).
Belum genap satu tahun Turansyah berkuasa,
kemudian di bunuh oleh para Mamluk atas perintah Syajar Ad-Durr. Sejak itu,
Syajar Ad-Durr mengatakan dirinya sebagai Sultan wanita pertama Mesir. Pada
saat yang sama seorang pemimpin Ayyubiah “Al-asyraf Musa” dari damaskus juga
menyatakan dirinya sebagai sultan Ayyubiah, meskipun hanya sebatas lambang saja
tanpa kedaulatan atau kekuasaan yang nyata. Kekuasaan sebenarnya ada di tangan
seorang mamluk “Izzudin Aybak” pendiri dinasti Mamluk (1250-1257 M), akan
tetapi sejak Al-asyraf Musa meninggal pada 1252 M, berakhirlah masa
pemerintahan Dinasti Ayyubiah.
C. PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN/
PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI AL-AYYUBIYAH
1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Salahuddin Al-Ayyubi bukan
hanya dikenal sebagai panglima perang yang ditakuti, melainkan lebih dari itu
ia adalah seorang yang sangat memperhatikan kemajuan pendidikan, mendorong
studi keagamaan, membangun bendungan, menggali terusan, serta mendirikan sekolah
dan masjid. Salah satu karya yang sangat
monumental ialah Qal’ah Al-Jabal, sebuah benteng yang di bangun di Kairo pada
1183 M.
Salahuddin membangun kerajaan
sesuai dengan cita-citanya, baginda mendirikan Madrasah-madrasah dan
kurikulumnya di sesuaikan dengan paham sunni. Guru-guru di datangkan ke mesir
untuk mengajar dengan gaji yang tinggi.
Setelah mendapatkan sertifikasi uji kelayakan mengajar. Dalam bidang Arsitektur dapat
diperhatikan dengan berdirinya masjid agung di sulaiman yang dimulai pembangunannya
sejak Dinasti Umayyah pada tahun 717 M, yakni masjid agung Aleppo.
Seiring dengan bergulirnya
kekuasaan di Aleppo pada tahun 1158 M, Masjid agung Aleppo diperluas oleh Nur
Al-Din Zangi. Kebanyakan Ilmuwan menyatakan masjid agung damaskus dan Aleppo
sebagai masjid kembar dari sisi bentuk arsitektur. Keduanya terletak di bekas
kekuasaan Romawi dan Bizantium. Di masjid agung Aleppo
terdapat makam Nabi Zakariya dan di damaskus terdapat makam Nabi Yahya.
Masjid agung Aleppo sudah
banyak mengalami perubahan dari bentuk aslinya, sempat di guncang gempa bumi
dan di hancurkan oleh serangan-serangan Bizantium dan tentara Mongol. Tapi
masih terjaga hingga kini.
Menurut sejarahwan Al-Ghazi, perubahan pada masjid agung Aleppo terjadi
ketika Daulah Abbasiyah mengambil mozaik, ukiran, dan aksesori masjid itu.
Tetapi menurut sejarahwan Al-Adhim, hilangnya mozaik
Masjid Agung Aleppo akibat ulah Bizantium pada 962 M. Kaisar Nichephorus
melakukan pengrusakan dan aksi vandalisme ketika Bizantium mencoba menguasai
Aleppo. Mereka membakar dan menghancurkan mozaik masjid Aleppo.
Masjid agung Aleppo kembali
di bangun pada masa kekuasaan Emir Syaft a-Daulah dari Dinasti Hamanid. Di
bawah kekuasaannya Aleppo mencapai kejayaannya dan menjelma menjadi negeri yang
makmur, di jadikan ibu kota pemerintahan Hamanid dan menjadi pusat kebudayaan
yang penting.
Meski tak lagi mewarisi
struktur masjid peninggalan Umayyah, namun masjid agung Aleppo sangat dikenal
sebagai “masterpiece” dalam dunia Islam. Pada abad ke-15 M. masjid agung Aleppo
bersaing dengan masjid damskus dalam hal dekorasi, cat, serta mozaik” papar
Ibnu Al-Shihna.
Berkembangnya peradaban turut
melahirkan sejumlah penulis, sastrawan dan Ilmuwan terkemuka seperti Abu Firais
Al Hamadani dan abu Tayyeb Al mutanabbi. Kota Aleppo pun bertambah luas
meliputi : Kelikia, Malatya, Diarbekir, Antioch, Tarsus, mardin, dan Roum
Qal’a. dan pada tahun 353 H Aleppo di serang imperium Romawi.
Selanjutnya kota Aleppo
dikuasai dinasti Fatimiyah, Mirdassid, Turki, dan jatuh ke pangkuan Seljuk.
Setelah itu Alepoo kembali di ambil alih Romawi dan pada 1108 M dan di serbu
pasukan Perang Salib (Crusader).
Kota yang diliputi anarki itu
kembali pulih ketika Imad ad-di Zangi menjadi pangeran Aleppo. Semenjak di
kuasai pangeran Imad ad-din dan anaknya Nur ad-din Mahmud, Aleppo berada di
bawah kekuasaan Negara Nurid (523-579 H/1128 M – 1260 M) kondisi Aleppo mulai
pulih sayangnya pada 1170 M kota Aleppo hancur diguncang gempa bumi.
Aleppo kembali mencapai
kejayaannya pada zaman Dinasti ayyubiah (579-659 H/1183 – 1260 M). salah satu
raja yang tersohor waktu itu bernama Salahuddin Al-Ayyubi, dia melindungi
Aleppo dan kembali membuat nama Aleppo haru dan di segani.
Era keemasan itu berakhir
pada 1260 M, ketika bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu khan menghancurkan
Aleppo.
2. Perkembangan Agama Islam
Sebelum Salahuddin Al-Ayyubi
memerintah di mesir, sebenarnya perkembangan agama Islam sudah berkembang
dengan baik. Lebih-lebih setelah adanya Universitas Al-Azhar yang dijadikan
sebagai pusat pengkajian sehingga memperlihatkan dinamika pemikiran-pemikiran
dalam masalah agama Islam. Para pemikir Islam banyak yang bermunculan dalam
berbagai bidang ilmu keislaman, seperti fikih, tarikh, tauhid, ilmu al qur’an
dsb.
Untuk mendukung itu,
Slahuddin Al-Ayyubi juga mendirikan tiga buah madrasah di Kairo dan
Iskandariyah untuk mengembangkan mazhab suni. Masih dalam rangkaian Dinasti
Ayyubiah, Al-Kamil mendirikan Sekolah Tingggi Al-Kamiliyah (Kamiliyah College)
yang sejajar dengan perguruan tinggi lainnya.
Kekhidmatan kepada Nabi
Muhammad saw bagi Salahuddin Al-Ayyubi, merupakan salah satu wujud kecintaannya
pada ajaran Islam, dan di adakakanlah peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.
Pertama kali di selenggarakan oleh Muzaffar ibn Baktati, Raja Mesir yang terkenal
arif dan bijaksana. Sementara itu pencetus peringatan ialah panglima perangnya,
Salahuddin Al-Ayyubi.
Mengapa Salahuddin merasa
perlu mengadakan peringatan Maulid? Sang panglima berpendapat, ketika perang
Salib terjadi, motivasi umat Islam sangat menurun, sementara motivasi pasukan
Salib (Kristen) meningkat. Slahuddin merasa perlu membangkitkan kembali
semangat umat Islam sebagaimana umat Kristen dengan perayaan Natalnya.
Dalam peringatan Maulid,
Salahuddin menggemkan kisah perang yang dilakukan Nabi Muhammad saw, namun yang
dibacakan pada acara peringatan Maulid tersebut berubah, bukan lagi kisah
perang, melainkan kisah lahir dan hidup sang Nabi saw. Kisah perang tampaknya
dianggap tak relevan lagi.peringatan Maulid Nabi tampaknya masih perlu dilakukan,
selain dimaksudkan untuk meneladani akhlak Muhammad saw juga diperuntukan yakni
perang melawan hawa nafsu, kemungkaran, dan kemaksiatan.
D. TOKOH ILMUWAN MUSLIM DAN
PERANNYA DALAM KEMAJUAN KEBUDAYAAN/ PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI
AL-AYYUBIYAH
1. Sejarah kehidupan para Ilmuwan
Muslim pada masa Dinasti Al-Ayyubiyah
Di antara para Ilmuwan itu
mencakup berbagai keahlian, yaitu :
1)
Ahli pertanian (botani) yaitu
: Muwaaqaddin Abdul Latif Al-Bagdadi. Hasil temuannya di teliti di Universitas
Al-Azhar, Kairo, dan di masjid damaskus.
Ahli botani lainnya:
Al-Idris, Ad-Dawudi, Ad-Dinuri, dan Al-Qutubi.
Selain itu mucul ahli botani
lainnya, yakni: Abnu Al-Baitar.( ahli tanaman dan obat-obatan)
2)
Ahli Geografi, yaitu : Abu
Abdullah Muhammad Al-Idrisi (1099-1153). Di tuliskannya dalam kitabnya
“al-jami’ li Asytat an-Nabat (kitab kumpulan dan tanaman), Nuzhah an-Nufus
al-Afkar fi Ma’rifah wa al-hajar wa al-Asyjar (kitab komprehensif tentang
Identifikasi Tanaman, bebatuan, dan pepohonan).
2. Para Ilmuwan Muslim yang
berjasa dalam penembangan kebudayaan dan Ilmu pengetahuan
Adapun para Ilmuwan yang
berjasa dalam pengembangan kebudayaan, antara lain:
a)
Al-Qadhi al-Fadl, dia seorang
penulis pribadi Syirkuh dan membantu Salahuddin dalam menghancurkan
kekhalifahan dinasti Fatimiyah. Sebagai balas jasanya dia di angkat sebagai
Menteri dan penasihat ahli di lingkugan Istana.
b)
As-Suhrawardi al-maqtul, seorang
ahli filsafat. Karyanya “al-hikam al-Isyraq
c)
Al-Bushiri (610-695
H/1213-1296 M), selain seorang Ilmuwan dia juga ahli sastra.
Salah satu karyanya yakni “Kasidah
Burdah”
Kasidah Burdah adalah salah satu karya paling popular dalam
khzanah sastra Islam. Isinya : sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad saw,
pesan moral, nilai-nilai spiritual, dan semangat perjuangan. Pengarang kasidah
burdah ialah Al-Bushiri (610-695 H/1213-1296 M0. Nama lengkapnya Syafaruddin
Abu Abdillah Muhammad bin Zaid al-Bushiri. Keturunan berber lahir di dallas,
Maroko, dibesarkan di Bushir Mesir. Dia sorang sufi besar, imam As-Syadzli dan
penerusnya yang bernama Abdul Abbas Al-Mursi angota Tarekat Syadziliyah,
dibidang ilmu fiqih, al-Bushiri menganut mazhab Syafi’I mazdhab mayoritas
mesir.
Kasidah burdah terdiri atas
160 bait (sajak), ditulis dengan gaya bahasa (usib) yang menarik, lembut, dan
elegan.karya ini berisi panduan ringkas mengenai kehidupan Nabi Muhammad saw,
cinta kasih, pengendalian hawa nafsu, do’a, pujian terhadap al-qur’an Isra’
Mi’raj, jihad, dan tawasul.
Kasidah burdah senantiasa dibacakan di pesantren-pesantren
salaf, bahkan di ajarkan pada tiap kamis dan jum’at di Universitas Al-Azhar,
Kairo.
Sekilas Tentang Kasidah Burdah
Al-Burdah menurut etimologi
banyak mengandung arti, antara lain :
1. Baju (jubah) kebesaran khlifah yang menjadi
salah satu atribut khalifah, dengan atribut burdah ini, seorang khalifah bisa
di bedakan dengan pejabat Negara lainnya, teman-teman, dan rakyatnya.
2. Nama dari kasidah yang dipersembahkan kepada
Rasulullah saw. Yang di gubah oleh Ka’ab bin Zuhair bin abi salma.
Pada mulanya, burdah dalam pengertian
jubah ini adalah milik Nabi Muhammad saw. Yang di berikan kepada Ka’ab bin
Zuhair bin abi salma, seorang penyair terkenal Muhadramin (penyair dua zaman:
jahiliyah dan Islam). Burdah yang telah menjadi milik keluarga Ka’ab tersebut
akhirnya dibeli oleh khalifah Mu’awiyah bin abi sufyan seharga 20 ribu dirham,
kemudian di beli lagi oleh khalifah Abu ja’far al-manshur dari dinasti
abbasiyah sharga 40 ribu dirham. Oleh khalifah burdah itu hanya di pakai pada
setiap salat fardlu dan diteruskan secara turun-temurun.
Ka’ab bin Zuhair bermula
mengubah syair-syair yang senantiasa menjelek-jelekan Nabi dan para sahabat. lalu
di rubah menjadi puji-pujian terhadap Nabi saw.
E. MENGAMBIL IBRAH DARI
PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN / PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI AL-AYYUBIYAH UNTUK
MASA KINI DAN YANG AKAN DATANG
1. Semangat Kebudayaan Islam
Semangat menegakkan
kebudayaan Islam sangat menakjubkan, bagaimana para khalifah sekaligus juga
sebagai pencinta Ilmu dapat berjalan beriringan. Kehendak khalifah akan sama
dengan kehendak rakyatnya. Lagi pula pengembangan ilmu pengetahuan (sains)
dalam sejarah Islam sejalan dengan perintah al-qur’an untuk mengamati alam dan
menggunakan akal. Di nyatakan dalm Qs. An-Nisa: 82
Artinya: maka tidaklah mereka
menghayati (mendalami) Al-qur’an ? sekiranya al-qur’an itu bukan dari Allah,
pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya. (Qs.
An-Nisa:82)
Perintah Al-qur’an itu diperkuat oleh
hadist-hadist nabi Muhammad saw. Yang mewajibkan umat Islam untuk menuntut
Ilmu, “menuntut ilmu itu wajib bagi kaum muslimin lelaki dan perempuan” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dari pemahaman keagamaan dan
kebudayaan Islam disertai dengan keyakinan bahwa ilmu pengetahuan merupakan
khzananh pemberian dari Allah swt. Untuk menyejahterakan umat manusia, dengan
bermodalkan keyakinan tersebut, maka para ilmuwan muslim berlomba mencari dan
menggali khazanah ilmu pengetahuan yang hingga kinidapat dirasakan manfaatnya.
2. Teladan bagi generasi yang
akan datang
Di atas telah disebutkan,
perkembangan ilmu agama dan pengetahuan lainnya berjalan besama-sama. Artinya,
ilmu pengetahuan berkembang tidak meninggalkan ajaran agama, bahkan agama
menjadi semangat dalam mendalami ilmu pengetahuan.
Dari sisi kepemimpinan,
salahuddin bisa menjadi contoh yag patut ditiru, misalnya ketika menyatukan
kaum muslimin dari keruntuhan setelah Fatimiyah tidak berkuasa lagi, maka di
tangannyalah islam bisa bangkit kembali ke mesir.
Begitu pula dalam memperluas
wilayah kekuasaannya, Salahuddin selalu berhasil mengalahkan serbuan para
Crusader dari Eropa, kecuali satu hal yang tercatat ialah Salahuddin sempat
mundur dari peperangan Battle of montgisard melawan Kingdon of Jerussalem
(kerajaan jerussalem selama perang salib). Mundurnya Salahuddin tersebut
mengakibatkan Raynald of Chatilan, pimpinan perang The Holy Land Jerussalem,
memprovokasi Muslim dengan mengganggu perdagangan dan jalur laut merah yang
digunakan sebagai jalur jamaah haji ke mekkah dan madinah.hal ini dilakukan
Salahuddin demi kelancaran para jamaah yang akan melakukan ibadah haji, bukan
semata-mata menyerang tanpa ada alasan.
F.
MENELADANI SIKAP KEPERWIRAAN SALAHUDDIN
AL-AYYUBIYAH
1. Sikap keperwiraan Salahuddin
Al-Ayyubiyah
Liku-liku hidup Salahuddin
Al-Ayyubi penuh dengan perjuangan dan peperangan, perang hanya dilakukannya
sebagai pembelaan dan pertahanan agama, baik secara ajaran maupun politik. Ia
sebenarnya lebih mengutamakan perdamaian dari pada perang.
Salauddin Al-Ayyubi mempunyai
toleransi yang tinggi terhadap agama lain. Ketika menguasai Iskandariyah ia
mengunjungi orang-orang Kristen. Setelah perdamaian tercapai dengan pasukan
salib, ia mengijinkan mereka berziarah ke Baitul maqdis.
Salahuddin Al-Ayyubi meniti
karier dengan lancar sampai ke puncak prestasinya. Keberhasilannya sebagai
tentara pejuang pertama kali terlihat ketika ia pergi ke mesir mendampingi
pamannya “Asadudin Syirkuh” yang mendapat tugas dari Nuruddin Zangi untuk
membantu Dinasti Fatimiyah mengembalikan kekuasaannya.
Perdana Menteri Syawar yang
di kudeta Dirgam menjanjikan imbalan sepertiga pajak tanah mesir. Dirgam dapat
dibunuh dan Syawar dapat kembali ke posisi semula (560 H/1164 M).
Tiga tahun kemudian,
Salahuddin Al-Ayyubi kembali menyertai pamannya ke Mesir. Ketika Nuruddin Zangi
mengirim Asaduddin Syirkuh ke Mesir karena Syawar mengadakan perjanjian baru
dengan Amauri, yang dahulu pernah akan membantu Dirgam, akan membahayakan
posisi Nuruddin Zangi khususnya dan islam pada umumnya. Walaupun telah tejadi
peperangan yang sengit antara kedua belah pihak, bahkan Salahuddin Yusuf
Al-Ayyubi yang telah menduduki Iskandariyah dikepung dari darat dan laut oleh
pasukan salib, akhirnya peperangan itu berakhir dengan perjanjian perdamaian
(agustus 1167), yang isinya antara lain pertukaran tawanan perang. Salahuddin
kembali ke Suriah, amaury kembali ke Jerussalem, dan Iskandariyah diserahkan ke
Syawar.
Kunjungan salahuddin ketiga
kalinya ke Mesir adalah mengusir tentara Amaury yang berusaha menguasai Mesir
secara keseluruhan yang dapat membahayakan dunia Islam, khususnya rakyat mesir
yang banyak di bunuh, dan khalifah Al-Adid (khalifah Fatimiyah yang terakhir).
Amaury dapat dikalahkan dan Mesir berhasil diselamatkan dari cengkraman pasukan
Salib. Syawar tidak senang kepada Asaduddin syirkuh dan salahuddin al-ayyubi
yang mendapat sambutan khalifah dan masyarakat. Oleh karena itu, ia berusaha
membunuhnya. Namun, tentara syirkuh lebih jeli, akhirnya syawar dapat di
tangkap dan di bunuh atas perintah khalifah.
Sebagai imbalan, khalifah
mengangkat Asaduddin syirkuh sebagai perdana menteri Mesir (564 H/1169 M). ini
untuk pertama kalinya keluarga Al-Ayyubi menjadi perdana menteri. Asaduddin
berkuasa hanya dua bulan, kemudian khalifah mengangkat Salahuddin Al-Ayyubi
sebagai perdana menteri dengan gelar Al-Malik An-Nasr (25 Jumadil akhir 564/26
Maret 1169). Pada waktu ia berumur 32 tahun.
Sambutan atas jabatan barunya
pertama kali datang dari Nuruddin Zangi sendiri. ia di anggap sebagai panglima
tentara Suriah. Setelah menduduki jabatan perdana menteri ia di perintahkan oleh
Nuruddin Zangi untuk menghilangkan nama Khalifah Al-Adid dari khotbah jum’at,
yang berarti berakhirnya masa kekuasaan Dinasti Fatimiyah. Meskipun tampak
enggan dan berat, akhirnya melakukan juga tugas ini. Sebagi gantinya di sebut
nama Kahalifah Abbasiyah dan sejak itu bendera Abbasiyah mulai berkibar kembali
di tanah Mesir. Khalifah al-Mustadi (566-576 H/1170-1180 M) kemudian memberinya
gelar Al-Mu’izz Amirul Mu’minin. Sebagai imbalannya pada tahun 570 H/1175 M,
khalifah menyerahkan Mesir, An-naubah, Yaman, Tripoli, Palestina, Suriah bagian
tengah, dan Magreb (Negara-negara Islam di afrika Utara) di bawah kekuasaan Salahuddin
Yusuf Al-ayyubi sehingga semakin berkuasa untuk melaksanakan program-program
keagamaan dan politiknya. Dalam program keagamaan ia di anggap sebagai
pembaharu di mesir karena dapat mengembalikan Mazhab Suni, membangun
madrasah-madrasah yang menganut Mazhab Syafi’I dan Mazhab Maliki, mengganti
kaidah Syi’ah dengan Sunni, mengganti pemerintahan yang korup dan memecat
pegawai yang bersekongkol dengan penjahat dan perampok.
Melihat kebesarannya, banyak
orang yang iri, misalnya dari Nuruddin Zangi sendiri setelah ia melepas jubah
kebesarannya dan menyerahkan kepada Salahuddin Yusup Al-ayyubi. Ini disebabkan
kedudukan Salahuddin Yusuf Al-ayyubi melebihi kedudukannya sebagai gubernur.
Keirian dan kebenciannya semakin bertambah lagi ketika Salahuddin tidak menepati
janjinya untuk mengepung Syaubak dan Karak yang di kuasai oleh pasukan Salib.
Karena jasa ayah Salahuddin al-ayyubi peperangan tidak terjadi antara mereka.
Walaupun demikian, salahuddin tetap setia kepada Nuruddin Zangi, bahkan
kesetiaannya itu di teruskan kepada anaknya, Al-Malik As-Saleh Isma’il.
Kepala rumah tangga Khalifah Al-Adid,
Hajib juga tidak senang kepada Salahuddin Al-ayyubi karena hak-haknya
berkurang. Ia bersekongkol dengan tentara yang berasal dari Sudan dan An-Naubah
untuk menggulingkan Salahuddin Al-ayyubi. Demikian juga dengan para pengacau
yang berasal dari kaum Assasin yang di pimpin oleh Syekh Sinan. Di lain pihak,
partai Zangi (para pembela Al-Malik As-saleh Isma’il) mengepung Salahuddin
Yusuf Al-Ayubi. Pemberontakan-pemberontakan tersebut dapat di selesaikan, baik
dengan jalan perdamaian maupun peperangan.
Kekuasaan Salahuddin yang
semakin luas dan wibawanya yang semakin besar ternyata menimbulkan kekhawatiran
orang-orang Kristen Franka, nenek moyang bangsa prancis modern yang menduduki
daerah-daerah Bizantium. Untuk itu mereka meminta bantuan Prancis, Jerman,
Inggris, Bizantium, dan Paus dalam upaya menghancurkan dan menguasai negaranya,
khusunya Baitul Maqdis dan Negara-negara lain yang dikuasai orang Islam.
Perang antara tentara Islam
dan tentara Salib yang sewaktu-waktu diselingi dengan perdamaian yang sering
dilanggar tentara Salib itu mengisi lembaran perjuangan.
·
Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi,
pertama kali terjadi perang dengan Amalric I, raja jerussalem.
·
Perang selanjutnya dengan
Baldwin IV (putra Almaric I) dan dengan Raynald de Chatilan (penguasa benteng
Karak, sebelah timur laut mati).
·
Kemudian dengan Raja Baldwin
V sehingga kota-kota Tiberias, Nasirah, Samaria, Sidon, Beirut, Batrum, Akka,
Ramulah, Gaza, Hebron, Baitul Maqdis, Bat-lahn, Busniayah, dan gunung zaitun
jatuh ke tangannya pada tahun 583 H/1187 M.
Setelah Baitul Maqdis
dikuasai salahuddin Al-ayyubi, Paus Gregori mengumandangkan perang Salib yang
di sambut oleh raja dan masyarakat eropa, khususnya kaum miskin. Perang ini
diteruskan oleh Clement III, pengganti Gregory. Raja Philip II (raja prancis)
dan Raja Richard I (raja inggris) langsung memimpin pasukan, yang di dahului
Raja William dari Sicilia. Banyak para penguasa lain terlihat dalam peperangan
ini, seperti Raja Guy de Lusignan, Pangeran Monferrat, dan Ratu Sybil.
Peperangan yang memakan waktu
bertahun-tahun itu akhirnya sampai pada perdamaian, walaupun hanya sementara.
Adik Raja Richard I dinikahkan dengan adik Salahuddin al-ayyubi, “Al-Adil”
selanjutnya menjadi penguasa Baitul Maqdis. Orang nasrani bebas pergi beribadah
dengan syarat tidak membawa senjata, adapun Raja Richard yang kejam dan telah
membunuh 3000 tawanan Muslim pulang ke negerinya.
Setelah peperangan berkahir,
Salahuddin Yusuf Al-ayyubi memindahkan pusat pemerintahannya ke Damaskus. Tidak
lama setelah itu, ia sakit selama 14 hari dan akhirnya wafat dalam usia 57
tahun, setelah memerintah selama 25 tahun. Ia tidak meninggalkan harta kekayaan
kecuali hanya beberapa dinar dan dirham. Bekas kekuasaannya di bagikan kepada
anak-anaknya dan saudaranya.
Salahuddin selalu berhasil
mengalahkan serbuan para Crusader dari Eropa, kecuali satu hal yang tercatat
ialah Salahuddin sempat mundur dari peperangan Battle of montgisard melawan
Kingdon of Jerussalem (kerajaan jerussalem selama perang salib). Mundurnya
Salahuddin tersebut mengakibatkan Raynald of Chatilan, pimpinan perang The Holy
Land Jerussalem, memprovokasi Muslim dengan mengganggu perdagangan dan jalur
laut merah yang digunakan sebagai jalur jamaah haji ke mekkah dan madinah.hal
ini dilakukan Salahuddin demi kelancaran para jamaah yang akan melakukan ibadah
haji, bukan semata-mata menyerang tanpa ada alasan.
Lebih buruk lagi Raynald
mengancam menyerang dua kota suci tersebut. Akhirnya, Salahuddin menyerang
kembali Kingdom of Jerussalem pada tahun 1187 pada perang Battle of Hattin,
sekaligus mengekseskusi Raynald dan menangakap rajanya, Guy of Lusignan.
Akhirnya, seluruh Jerussalem
kembali ke tangan muslim dan Kingdom of Jeurussalem pun runtuh. Selain
Jerussalem, kota-kota lainnya pun ditaklukan. Kecuali tyres/tyrus. Jatuhnya jerussalem ini menjadi pemicu
Kristen Eropa menggerakan Perang Salib ketiga atau Third Crusade.
Perang salib ke tiga ini
menurunkan Richard I of England ke medan perang di Battle of arsuf. Salahuddin
pun terpaksa mundur, dan untuk pertama kalinya Crusader merasa bisa
menjungkalkan invincibility Salahuddin. Dalam kemiliteran, salahuddin di kagumi
ketika Richhard cedera, Salahudin menawarkan pengobatan saat peperangan, yang
ketika itu ilmu kedokteran kaum muslim sudah maju dan dipercaya.
Pada tahun 1192, Salahuddin
dan Richard sepakat dalam perjanjian Ramla, Jerussalem tetap dikuasai Muslim
dan terbuka kepada para peziarah Kristen. Setahun berikutnya salahuddin
meninggal dunia di damaskus setelah Raja Richard kemabli ke Inggris. Bahkan,
ketika rakyat membuka peti hartanya, ternyata ta mencukupi untuk biaya
pemakamannya, hartanya banyak dibagikan kepada mereka yang mebutuhkannya.
Selain di kagumi Muslim, Salahuddin
atau Saladin mendapat reputasi besar di kaum Kristen Eropa, kisah perang I dan
kepemimpinannya banyak ditulis dalam karya puisi dan sastra Eropa, salah
satunya ialah The Talisman (1825) karya Walter Scott untuk melihat kisah perang
salib yang bisa di lihat di film “Kingdom of Heaven”
2. Ibrah bagi generasi Muslim
tentang keperwiraan Salahuddin Al-Ayyubi,
Pada tahun 1145-1147, pecah
perang Salib II, namun perang besar-besaran terjadi pada perang Salib III, di
pihak Kristen dipimpin Philip Augustus dari prancis dan Richard “Si hati Singa”
dari Inggris, sementara kaum muslimin dipimpin Salahuddin Al-Ayyubi. Pada tahun
itu kekhalifahan Islam terbagi dua, yaitu; dinasti Fatimiyah di Ciro
(bermazdhab Syi’ah) dan Dinasti Seljuk yang berpusat di Turki (bermazdhab
Sunni), kondisi ini membuat Salahuddin prihatin, menurutnya, Islam harus
bersatu untuk melawan eropa-Kristen yang juga bahu membahu.
Pria keturunan Seljuk ini kebetulan
mempunyai paman yang menjadi petinggi Dinasti Fatimiyah. Melalui serangkaian
lobi, akhirnya Salahuddin Al-Ayyubi berhasil menyatukan kedua kubu dengan
damai.
Salahuddin kini dihadapkan
pada perilaku kaum Muslimin yang tampak loyo dan tak punya semangat jihad.
Mereka dihinggapi penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Spirit perjuangan
yang pernah dimiliki tokoh-tokoh terdahulu tak lagi membekas dihati. Salahuddin
lantas menggagas sebuah festival yang diberi nama “PERINGATAN MAULID NABI SAW”.
Tujuannnya untuk menumbuhkan dan membangkitkan spirit perjuangan. di festival
ini dikaji habis-habisan sirah nabawiyyah (sejarah nabi) dan atsar (perkataan)
sahabat, terutama berkaitan dengan nilai-nilai jihad. Festival berlangsung
selama dua bulan berturut-turut dan hasilnya luar biasa. Banyak pemuda Muslim
mendaftar untuk berjihad membebaskan palestina.
Kaum muslimin meraih
kemenangan pada tahun 1187. Dua pemimpin tentara perang Salib, Raynald dari
Chatillon (Prancis) dan raja Guy, dibawa kehadapan Salahuddin. Raynald akhirnya
dijatuhi hukuman mati terbukti memimpin pembantaian yang sangat keji kepada
orang-orang Islam. Namun Raja Guy dibebaskan karena tidak melakukan kekejamana
yang serupa. Tiga bulan setelah peperangan Hattin, pada hari yang tepat sama ketika
Nabi Muhammad saw diperjalankan dari mekkah ke jerussalem dalam Isra’ Mi’raj,
Salahuddin memasuki Baitul Maqdis. Kawasan ini akhirnya direbut kembali setelah
88 tahun berada dalam cengkraman musuh.
Sejarawan Inggris, Karen
Amstrong, menggambarkan pada tanggal 2 Oktober 1187 itu, Salahuddin dan
tentaranya memsuki Baitul Maqdis sebagai penakluk yang berpegang teguh pada
ajaran Islam yang mulia.tidak ada dendam untuk membalas pembantaian tahun 1099,
seperti anjuran Al-qur’an surat An Nahl 127 :”dan bersabarlah (Muhammad) dan
kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah dan janganlah engkou
bersedih hati terhadap (kekapiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada
terhadap tipu daya yang mereka rencanakan”.
“dan perangilah mereka itu
sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka
berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang
zalim”. Qs. Al Baqarah: 193.
Salahuddin meminta agar semua
orang Nasrani Latin (Katolik) meninggalkan Baitul Maqdis. Sementara kalangan
Nasrani Ortodoks-bukan bagian dari tentara Salib dibiarkan tinggal dan
beribadah di kawasan itu.
Kaum Salib segera
mendatangkan bala bantuan dari Eropa. Datanglah pasukan besar dibawah komando
Philip Augustus dan Richard “si hati singa”
Pada tahun 1194, Richard yang
di gambarkan sebagai seorang pahlawan dalam sejarah Inggris, memerintahkan
untuk menghukum mati 3000 orang Islam yang kebanyakan wanita dan anak-anak. Tragedi
ini berlangsung di kastil Acre. Meskipun orang islam menyaksikan kekejaman ini,
mereka tidak pernah memilih cara yang sama.
ini, Salahuddin secara
sembunyi-sembunyi berusaha mendatanginya. Ia mengendap-ngendap ke tenda
Richard. Begitu tiba, bukannya membunuh, malah dengan ilmu kedokteran yang
hebat, salahuddin mengobati Richard hingga akhirnya sembuh.
Richard
terkesan dengan kebesaran hati Salahuddin, ia pun menawarkan damai dan berjanji
akan menarik mundur pasukan Kristen pulang ke Eropa. Merekapun menanda tangani
perjanjian damai (1197). Dalam perjanjian itu Salahuddin membebaskan orang
Kristen untuk mengunjungi Palestina, asal mereka datang dengan damai dan tidak
membawa senjata. Selama delapan abad berikutnya, palestina berada dibawah
kendali kaum Muslimin.