Surat Al Imran ayat 96-97 Berhubungan dengan Surat Al-Baqarah ayat 127-134 Tentang Adanya Ka'bah Di Mekkah
Sejarah Adanya Ka'bah Di Mekkah
Ka’bah
yang terletak ditengah Masjidil Haram di Mekkah dengan bentuk
bangunannya yang mendekati bentuk kubus. Ka’bah merupakan bangunan yang
dijadikan sebagai patokan atau kiblat atau patokan arah untuk hal yang
bersifat ibadah bagi umat Islam di seluruh dunia seperti shalat. Selain
itu Ka’bah merupakan bangunan yang wajib dikunjungi atau diziarahi bagi
umat Islam pada saat musim haji dan umrah. Pada awalnya, Mekkah hanyalah
sebuah hamparan kosong. Dari sejauh mata memandang yang kita lihat
hanyalah pasir yang bergumul di tengah terik yang menyengat. Aliran air
zam-zamlah yang pertama kali mengubah daerah gersang itu menjadi sebuah
tempat kecil yang dimulainya peradaban kelompok baru dunia Islam.
Sejarah Ka'bah Di Mekkah
Ka’bah dinamakan sebagai Bayt al ‘Atiq merupakan bangunan yang dipugar pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
setelah Nabi Ismail berada di Mekkah atas perintah Allah SWT. Di dalam
Al Qur’an, surat Ibrahim ayat 37 bahwa situs suci Ka’bah telah ada pada
saat Nabi Ibrahim yang menempatkan Siti Hajar dan Nabi Ismail ketika
masih bayi di lokasi tersebut.
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian
keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah
Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu)
agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia
cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka bersyukur." (QS. Ibrahim: 37)
Nabi Ismail adalah putra dari Nabi Ibrahim dan Siti Hajar, dengan kaki
mungilnya yang pertama kali menyentuh sumber mata air zam-zam. Siti
Hajar dan Nabi Ismail yang ketika itu ditinggal oleh Nabi Ibrahim ke
Kanaan di tengah padang pasir, tiba-tiba banyak kedatangan musafir. Ada
beberapa musafir yang memutuskan untuk tetap tinggal, namun ada juga
yang beranjak pergi. Nabi Ibrahim yang datang dan kemudian menerima
wahyu untuk mendirikan Ka’bah di kota tersebut. Ka’bah itu sendiri yang
berarti tempat dengan penghormatan dan kedudukan yang tertinggi. Ka’bah
yang didirikan oleh Nabi Ibrahim yang terletak tepat di tempat Ka’bah
lama yang didirikan Nabi Adam hancur tertimpa dengan banjir bandang pada
zaman Nabi Nuh.
Nabi Adam merupakan Nabi yang pertama kali mendirikan Ka'bah. Pada tahun
1500 SM yang tercatat adalah pada tahun pertama Ka'bah dan kembali
didirikan. Berdua dengan putranya yang taat, Nabi Ismail, Nabi Ibrahim
yang membangun Ka'bah dari bebatuan bukit Hira, Qubays, dan
tempat-tempat lainnya. Semakin tinggi dari hari ke hari mereka membangun
Ka'bah, dan akhirnya selesai dengan panjang 30 - 31 hasta, lebarnya 20
hasta. Pada awalnya bangunan tanpa atap, hanyalah empat tembok persegi
dengan dua pintu. Di salah satu celah sisi bangunan yang diisi dengan
batu hitam besar dikenal dengan nama Hajar Aswad. Batu ini tersimpan di
bukit Qubays saat pada masa Nabi Nuh ketika banjir besar melanda. Batu
ini sangat istimewa, karena batu ini diberikan oleh Malaikat Jibril.
Sampai pada saat ini, jutaan umat muslim dunia dapat mencium batu ini
ketika saat menjalankan ibadah haji atau umrah, sebuah sejarah yang
dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Setelah selesai dibangun,
Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyeru umat manusia agar
berziarah ke Ka’bah yang didaulat sebagai rumah Allah SWT. Maka dari
sinilah, awal mulanya haji, ibadah akbar bagi umat Islam di seluruh
dunia. Karena Ka’bah tidak beratap dan temboknya yang rendah, sekitar
dua meteran, barang-harang yang berharga di dalamnya sering sekali
dicuri. Bangsa Quraisy yang memegang kendali atas Mekkah ribuan tahun
setelah kematian Nabi Ibrahim yang berinisiatif untuk merenovasinya.
Untuk melakukan hal tersebut, maka bangunan yang awal harus dirobohkan
terlebih dahulu.
Al-Walid bin Al-Mughirah Al-Makhzumy merupakan orang yang pertama
kali merohohkan Ka’bah untuk membangunnya dan menjadi bangunan yang
baru. Pada zaman Nabi Muhammad, renovasi juga pernah dilakukan pasca
banjir besar melanda. Perselisihan tersebut muncul di antara
keluarga-keluarga kaum Quraisy tentang siapakah yang pantas untuk
memasukkan Hajar Aswad ke tempatnya di Ka’bah. Rasulullah SAW yang
berperan penting dalam hal tersebut. Di dalam sebuah kisah yang
terkenal, Rasulullah SAW meminta kepada keempat suku untuk mengangkat
Hajar Aswad secara bersama dengan menggunakan secarik kain. Ide ini
berhasil untuk menghindarkan perpecahan dan pertumbuhan darah di
kalangan bangsa Arab. Renovasi terbesar yang dilakukan pada tahun 692.
Sebelum renovasi, Ka'bah yang terletak di ruang sempit dan terbuka di
tengah sebuah masjid yang kini dikenal dengan Masjidil Haram. Pada akhir
tahun 700-an, tiang kayu masjid diganti dengan menggunakan marmer dan
sayap-sayap masjid diperluas, ditambah dengan beberapa menara. Renovasi
yang dirasa perlu, untuk menyusul semakin berkembangnya Islam dan
semakin banyaknya jamaah haji dari seluruh jazirah Arab dan sekitarnya.
Wajah Masjidil Haram yang kini mulai modern dengan direnovasi pada tahun
1520 pada kepemimpinan Sultan Selim. Arsitektur pada tahun tersebut
yang kemudian dipertahankan oleh kerajaan Arab Saudi sampai pada saat
ini.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
"Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat)
manusia, ialah Baitullah di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi
petunjuk bagi semua manusia (Qs. Ali Imran: 96).
Ka'bah yang disebut juga dengan
Baitullah (Rumah Allah SWT) atau
Baitul 'Atiq
(Rumah Kemerdekaan). Dibangun tembok yang berupa segi empat yang
terbuat dari batu-batu yang besar yang berasal dari gunung-gunung di
sekitar Mekkah. Baitullah ini dibangun di atas dasar pondasi yang kokoh.
Dinding-dinding di sisi Ka'bah ini diherikan nama khusus yang
ditentukan berdasarkan nama negeri ke arah mana dinding itu menghadap,
terkecuali satu dinding yang diberikan nama dengan sebutan "Rukun
HajarAswad" Ada sudut (rukun) atau keempat dinding tersebut antaranya:
- Sebelah Utara Rukun Iraqi (Irak)
- Sebelah Barat Rukun Syam (Suriah)
- Sebelah Selatan Rukun Yamani (Yaman)
- Sebelah Timur Rukun Aswad (Hajar Aswad)
Keempat sisi Ka'bah yang ditutup dengan selubung yang dinamakan dengan
Kiswah.
Sejak zaman Nabi Ismail, Ka'bah sudah diberikan penutup yang berupa
Kiswah ini. Saat ini Kiswah tersebut terbuat dari bahan sutra asli yang
dilengkapi kaligrafi dari benang emas. Satu tahun Ka'bah ini dicuci
sebanyak dua kali, pada awal bulan Dzul Hijjah dan awal bulan Sya'ban.
Kiswah yang diganti sekali dalam setahun. Nabi Muhammad SAW pada usia 30
tahun (sekitar pada tahun 600 M dan belum diangkat menjadi Rasul pada
saat itu), karena akibat banjir bandang yang melanda kota Mekkah pada
saat itu bangunan ini direnovasi kembali.
Pada masa itu sempat terjadi perselisihan antara kepala suku atau
kabilah yang lain ketika ingin meletakkan kembali batu Hajar Aswad,
berkat penyelesaian Nabi Muhammad SAW perselisihan itu berhasil
diselesaikan dengan baik tanpa harus ada pertumpahan darah dan tanpa ada
pihak yang dirugikan. Menjelang pada saat Nabi Muhammad SAW diangkat
menjadi Nabi sampai kepindahannya ke kota Madinah. Dilingkungan Ka'bah
yang penuh dengan patung yang merupakan suatu perwujudan dari Tuhan bagi
bangsa Arab ketika saat masa kegelapan pemikiran (jahiliyah)
sebagaimana ajaran Nabi Ibrahim yang merupakan sebagai nenek moyang dari
bangsa Arab dan bangsa Yahudi serta ajaran Nabi Musa terhadap kaum
Yahudi, Allah SWT tidak diperbolehkan disembah yang diserupakan dengan
benda atau makhluk apapun dan tidak mempunyai perantara untuk
menyembahnya serta ia tunggal tidak ada yang menyerupainya dan ia tidak
beranak dan tidak pula diperanakan (Surah Al-Ikhlash dalam Al-Qur'an).
Pada akhirnya Ka'bah dibersihkan dari patung-patung ketika Nabi Muhammad
SAW telah membebaskan kota Mekkah tanpa pertumpahan darah. Selanjutnya
bangunan Ka’bah ini diurus dan dipelihara oleh Bani Sya’ibah yang
sebagai pemegang kunci Ka’bah dan administrasi serta pelayanan haji yang
diatur oleh pemerintahan baik itu pemerintahan khalifah Ahu Bakar, Umar
bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu
Sufyan, Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti Usmaniyah Turki,
sampai pada saat ini yaitu pemerintah kerajaan Arab Saudi yang bertindak
sebagai pelayan dua kota suci, Mekkah dan Madinah
Surat Al Imran ayat 96-97 Berhubungan dengan Surat Al-Baqarah ayat 127-134
Q.S Ali Imran ayat 96-97
إِنَّ أَوَّلَ
بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِيْ بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِيْنَ.
فِيْهِ اٰيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَا مُ إِبْرَاهِيْمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ اٰمِنًا
وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ اْلبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبيْلًا وَمَنْ
كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌ عَنِ الْعَالَمِيْنَ.
Artinya :
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat)
manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (makkah) yang di berkahi dan menjadi
petunjuk bagi semua manusia, padanya terdapat tanda-tanda yang nyata (
diantaranya) maqom Ibrahim. Barang siapa memasukinya(Baitullah itu) menjadi
amalanlah dia ; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa
mengingkari ( kewajiban ) haji, maka sesungguhnya Allah maha kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Tafsir
Bait adalah rumah. Yang dimaksud disini adalah
rumah tempat dan sarana beribadah, bukan dalam arti bangunan tempat tinggal
pertama.
Kata بَكَّةَ Bakkah ada yang memahaminya sebagai tempat melaksanakan
thawaf dimana terdapat Ka’bah. Kata ini terambil dari akar kata bahasa Arab
yang berarti ramai dan berkerumun. Makna ini sangat sesuai dengan
keadaan kota Mekah, khususnya Ka’bah, apalagi pada musim haji, bahkan kini
diluar musim tersebut.
Kalau dalam penafsiran di atas, kata (لِلنَّاسِ) an-nas dalam ayat ini dipahami dalam arti
manusia secara keseluruhan, maka ada juga sementara penafsir yang memahaminya
dalam arti manusia tertentu, yakni masyarakat kota madinah dan sekitarnya, baik
kaum muslim, nasrani atau yahudi. Semua mereka mengakui nabi Ibrahim AS. Semua
mengakui bahwa beliau membangun/meninggikan pondasi ka’bah. Jika demikian
sangat wajar yang dinamai rumah peribadatan pertama yang dibangun untuk manusia
yakni untuk ketiga penganut agama tersebut adalah yang di Bakkah yakni di kota
itu, atau di Makkah al mukarromah.
Disamping Bakkah
merupakan rumah peribadatan pertama, ia juga (مُبَارَكًا) mubarrokan. Kata ini terambil dari kata yang
bermakna mantab, bersinambung dan tidak bergerak. Dari akar kata yang
sama lahir kata berkat yang bermakna kebajikan yang banyak. Atas
dasar ini jika anda berkata bahwa sesuatu ada berkatnya, maka itu berarti bahwa
dia mengandung kebajikan yang mantab dan bersinambung, dan tidak ada habisnya. [14]
Makkah dan Bakkah terus menerus menghasilkan
kebajikan. Kata ini dapat mencakup kebajikan duniawi dan ukhrowi, tetapi
sementara ulama membatasinya pada yang duniawi atau material, dan memahaiminya hudan
lil ‘alamin dalam arti kebajikan ukhrowi dan yang bersifat immatrial.
Bentuk jama’ pada kata (عَالَمِيْنَ) ‘alamin menunjukkan bahwa ia menjadi, bukan
buat satu alam tertentu, atau kelompok dan generasi tertentu saja tetapi banyak
dan beragam. Kalaulah kita mulai dari masa dikumandangkannya ibadah haji oleh
Ibrahim AS maka sesungguhnya manusia telah berkunjung kesana sejak waktu itu
dan menjadikanya sebagi sarana dan tempat melaksanakan serta memperoleh
petunjuk illahi.
Ketika menjelaskan makna maqam Ibrahim penulis mengemukakan bahwa : maqam
adalah tempat berdiri. Maqam ibrahim adalah tempat beliau berdiri
membangu ka’bah, maqam Ibrahim yang di maksud adalah seluruh arah dimana ka’bah
itu mengarah karena itu ada yang memahami maqam ibrahim adalah seluruh masjid
Al-haram. Ada juga yang memahami istilah itu sebagai satu tempat yang ditandai
dengan sebuah batu bekas telapak kedua kaki Ibrahim AS. Dimana beliau pernah
sholat. Batu tersebut kini di letakkan didalam sebuah bejana kaca.
Selanjutnya, dilukiskan ketenangan dan rasa aman yang diraih oleh mereka
yang berkunjung kesana dengan firman-NYA; barang siapa memasukinya
(baitullah itu) menjadi amanlah ia, yakni siapapun yang berkunjung dan
masuk ke Ka’bah, atau masuk ke masjid dimana Ka’bah itu berada. Ia tidak boleh
di ganggu, karena Allah menghendaki agar siapapun yang mengunjunginya dengan
tulus, merasa tenang dan tentram, terhindar dari rasa takut terhadap segala
macam gangguan lahir dan batin.
(وَلِلهِ
عَلَى النَّاسِ) walillahi
‘alannas.sungguh teliti redaksi ayat ini. mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia. demikian semua manusia dipanggil kesana, tetapi Allah maha bijaksana.
Segera setelah menjelaskan kewajiban itu atas semua manusia, Yang Maha
Bijaksana itu mengecualikan sebagian mereka dengan firmannya : bagi yang
sanggup mengadakan perjalanan kesana. Ini berarti yang tidak sanggup, maka
Allah memaafkan mereka.[15]
Perlu dicatat menyangkut firman-NYA; siapa yang kafir,
bahwa kufur dalam penggunaan al-Qur’an mempunyai aneka makna, antar lain dalam
arti durhaka, kikir, tidak mensyukuri nikmat dan tidak percaya pada ajaran
islam, ketiga makna ini dapat di cakup oleh kata kufur pada ayat di atas,
tinggal melihat sikap dan perilaku yang enggan memnuhi kewajiban ini. Apabila
ia tidak mengakui kewajiban tersebut maka ia kafir dalam arti tidak percaya
pada ajaran islam, tetapi bila dia mengakui kewajiban itu namun enggan
melaksanakannya maka ia durhaka, dan bila ia mencari dalih untuk
menunda-nundanya maka ia adalah seorang yang tidak mensyukuri nikmat Allah
dalam arti mengkufuri-Nya,
Terjamah Surat Al Baqarah 127-134
{127}
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah
bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami
(amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui".
{128} رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ
ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ
عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Ya Tuhan kami,
jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan
(jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada
Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah
haji kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Penerima tobat lagi Maha Penyayang.
{129} رَبَّنَا وَابْعَثْ
فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ
الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ
الْحَكِيمُ
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari
kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau,
dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah
(As-Sunah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
{130} وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ
إِبْرَاهِيمَ إِلَّا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي
الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ
Dan tidak
ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh
dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan
sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.
{131} إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".
{132}
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ
اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُونَ
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada
anak-anaknya, demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku!
Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu
mati kecuali dalam memeluk agama Islam".
{133} أَمْ كُنْتُمْ
شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا
تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ
إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ
مُسْلِمُونَ
Adakah kamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-tanda)
maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah
sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan
nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa
dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya."
{134} تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Itu
adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu
apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan
jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.