Syekh
Burhanuddin telah banyak dikenal dan diperbincangkan para ilmuwan, baik
dalam literatur, maupun dari laporan bangsa Eropah lainnya. Salah satu
sumber utama yang menjelaskan dari perkembangan surau-surau dan lahirnya
pembaruan Islam di Minangkabau berasal dari sebuah naskah kuno tulisan
Arab Melayu. Naskah itu berjudul, Surat Keterangan Saya Faqih Saghir
Ulamiyah Tuanku Samiq Syekh Jalaluddin Ahmad Koto Tuo, yang ditulis pada
tahun 1823. Buku ini menjelaskan peranan surau dalam menyebarkan agama
Islam di pedalaman Minangkabau yang dikembangkan oleh murid-murid Syekh
Burhanuddin Ulakan.
Di samping itu, riwayat ulama ini telah diterbitkan dalam tulisan Arab
Melayu oleh Syekh Harun At Tobohi al Faryamani (1930) dengah judul
Riwayat Syekh Burhanuddin dan Imam Maulana Abdul Manaf al Amin dalam
Mubalighul Islam. Buku ini menerangkan dengan jelas mengenai diri Pono,
yang kemudian bergelar Syekh Burhanuddin. Diceritakan dengan jelas
kehidupan keluarga, masa mengenal Islam dengan Tuanku Madinah kemudian
berlayar ke Aceh untuk menimba ilmu kepada Syekh Abdurrauf al Singkli.
Syekh Burhanuddin adalah salah seorang dari
murid Syekh Abdur Rauf al Singkli yang dikenal juga dengan panggilan
Syekh Kuala. Sekembali dari Aceh, Syekh Burhanuddin membawa ajaran
Tharikat Syattariyah ke Ulakan pada bagian kedua abad ke-17. Dari Ulakan
ajaran tarikat menyebar melalui jalur perdagangan di Minang-kabau terus
ke Kapeh-kapeh dan Pamansiangan, kemudian ke Koto Laweh, Koto Tuo, dan
ke Ampek Angkek. Di sebelah barat Koto Tuo berdiri surau-surau tarikat
yang banyak menghasilkan ulama. Daerah ini dikenal dengan nama Ampek
Angkek, berasal dari nama empat orang guru yang teruji kemasyhurannya.