Di
Bumi sumatra Utara lebih tepatnya di daerah langkat, terdapat sebuah
kampung yang bernamaKampungBasilam.Secara etimologis, “besilam”
berarti pintu kesejahteraan.
Menurut
cerita, kampung ini pertama sekali dibangun oleh Almarhum Tuan Guru
Syekh Abdul Wahab Rokan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru
Babussalam.
Beliau adalah seorang Ulama dan pemimpin Tarekat Naqsabandiyah.Di
Kampung ini terdapat makam beliau yaitu Syekh Abdul Wahab Rokan yang
dikenal juga dengan Syekh Basilam yang merupakan murid dari Syekh
Sulaiman Zuhdi di Jabal Qubais Mekkah.Tampak sekilas, kampung Basilam
mirip dengan sebuah pesantren yang terpencil, teduh, asri,dan damai.
terlihat ada Mesjid utama dan sebuah bangunan berkubah lengkung disebelah masjid, sebuah bagunan utama dari kayu hitam yang besar dengan gaya rumah panggung, serta beberapa bangunan tambahan lainnya. Selain terdapat makam beliau, dikampung ini juga merupakan pusat penyebaran Tharikat Naqsybandiah Babussalam yang sekarang dipimpin oleh tuan Guru Syekh H. Hasyim Al-Syarwani, atau lebih dikenal Tuan Guru Hasyim.
terlihat ada Mesjid utama dan sebuah bangunan berkubah lengkung disebelah masjid, sebuah bagunan utama dari kayu hitam yang besar dengan gaya rumah panggung, serta beberapa bangunan tambahan lainnya. Selain terdapat makam beliau, dikampung ini juga merupakan pusat penyebaran Tharikat Naqsybandiah Babussalam yang sekarang dipimpin oleh tuan Guru Syekh H. Hasyim Al-Syarwani, atau lebih dikenal Tuan Guru Hasyim.
Dalam
sebuah hadis Rasulullah bersabda, “Al Ulama Warosatun An biya”, ulama
adalah pewaris dari para nabi.Berada di dekat makam orang-orang yang
shaleh mempunyai pengaruh yang baik terhadap diri kita,salah satu
caranya yaitu dengan menziarahinya.
Ziarah
kubur memiliki banyak hikmah dan manfaat, diantara yang terpenting
adalah:Ia akan mengingatkan akherat dan kematian sehingga dapat
memberikan pelajaran dan ibrah bagi orang yang berziarah. Dan itu semua
tentu akan memberikan dampak positif dalam kehidupan, mewariskan sikap
zuhud terhadap dunia dan materi.
Berikut saya masukkan sejarah Syekh Abdul Wahab Rokan yang saya ambil dari beberapa sumber.Nama
lengkap Syeikh Abdul Wahhab bin `Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin
Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai. Lahir 10 Rabiulakhir 1242 H/11
November 1826 M). Wafat di Babussalam, Langkat, pada hari Jumaat, 21
Jamadilawal 1345 H/26 Disember 1926 M. Moyangnya Maulana Tuanku Haji
Abdullah Tembusai adalah seorang ulama besar dan golongan raja-raja yang
sangat berpengaruh pada zamannya.
Ayahnya
bernama Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah
Tambusei, seorang ulama besar yang ‘abid dan cukup terkemuka pada saat itu.14
Sedangkan ibunya bernama Arbaiyah binti Datuk Dagi bin Tengku Perdana
Menteri bin Sultan Ibrahim yang memiliki pertalian darah dengan Sultan Langkat.15 Syekh Abdul Wahab meninggal pada usia 115 tahun pada 21 Jumadil Awal 1345 H atau 27 Desember 1926 M.
Masa
remaja Syekh Abdul Wahab, lebih banyak dipenuhi dengan mencari dan
menambah ilmu pengetahuan. Pada awalnya ia belajar dengan Tuan Baqi di
tanah kelahirannya Kampung Danau Runda, Kampar, Riau. Kemudian ia
menamatkan pelajaran Alquran pada H.M. Sholeh, seorang ulama besar yang
berasal dari Minangkabau.
Setelah
menamatkan pelajarannya dalam bidang al-Quran, Syekh Abdul Wahab
melanjutkan studinya ke daerah Tambusei dan belajar pada Maulana Syekh
Abdullah Halim serta Syekh Muhammad Shaleh Tembusei. Dari kedua Syekh
inilah, ia mempelajari berbagai ilmu seperti tauhid, tafsir dan fiqh.
Disamping
itu ia juga mempelajari “ilmu alat” seperti nahwu, sharaf, balaghah,
manthiq dan ‘arudh. Diantara Kitab yang menjadi rujukan adalah Fathul
Qorib, Minhaj al-Thalibin dan Iqna’. Karena kepiawaiannya dalam menyerap
serta penguasaannya dalam ilmu-ilmu yang disampaikan oleh guru-gurunya,
ia kemudian diberi gelar “Faqih Muhammad”, orang yang ahli dalam bidang
ilmu fiqh.Syekh Abdul Wahab
kemudian melanjutkan pelajarannya ke Semenanjung Melayu dan berguru pada
Syekh Muhammad Yusuf Minangkabau. Ia menyerap ilmu pengetahuan dari
Syekh Muhammad Yusuf selama kira-kita dua tahun, sambil tetap berdagang
di Malaka.16 Hasrat belajarnya yang tinggi, membuat ia tidak puas hanya belajar sampai di Malaka.
Ia
seterusnya menempuh perjalanan panjang ke Mekah dan menimba ilmu
pengetahuan selama enam tahun pada guru-guru ternama pada saat itu. Di
sini pulalah ia memperdalam ilmu tasawuf dan tarekat pada Syekh Sulaiman
Zuhdi sampai akhirnya ia memperoleh ijazah sebagai “Khalifah Besar
Thariqat Naqsyabandiyah al-Khalidiyah”.
Syekh
Abdul Wahab dalam penelusuran awal yang penulis lakukan, juga
memperdalam Tarekat Syaziliyah. Hal ini terbukti dari pencantuman
namanya sendiri ketika ia menulis buku 44 Wasiat yakni “Wasiat Syekh
Abdul Wahab Rokan al-Khalidi Naqsyabandi as-Syazali…”. Selain itu, pada
butir kedua dari 44 Wasiat, ia mengatakan “apabila kamu sudah baligh
berakal hendaklah menerima Thariqat Syazaliyah atau Thariqat
Naqsyabandiyah supaya sejalan kamu dengan aku”.18 Hanya saja sampai saat
ini, penulis belum memperoleh data kapan, dimana dan pada siapa Syekh
Abdul Wahab mempelajari Tarekat Syaziliyah ini.
Pada
saat belajar di Mekah, Syekh Abdul Wahab dan murid-murid yang lain
pernah diminta untuk membersihkan wc dan kamar mandi guru mereka. Saat
itu, kebanyakan dari kawan-kawan seperguruannya melakukan tugas ini
dengan ketidakseriusan bahkan ada yang enggan. Lain halnya dengan Syekh
Abdul Wahab. Ia melaksanakan perintah gurunya dengan sepenuh hati.
Setelah
semua rampung, Sang Guru lalu mengumpulkan semua murid-muridnya dan
memberikan pujian kepada Syekh Abdul Wahab sambil mendoakan,
mudah-mudahan tangan yang telah membersihkan kotoran ini akan dicium dan
dihormati oleh termasuk para raja.
Salah
satu kekhasan Syekh Abdul Wahab dibanding dengan sufi-sufi lainnya
adalah bahwa ia telah meninggalkan lokasi perkampungan bagi anak cucu
dan murid-muridnya. Daerah yang bernama “Babussalam” ini di bangun pada
12 Syawal 1300 H (1883 M) yang merupakan wakaf muridnya sendiri Sultan
Musa al-Muazzamsyah, Raja Langkat pada masa itu. Disinilah ia menetap,
mengajarkan Tarekat Naqsyabandiyah sampai akhir hayatnya.
Di
sela-sela kesibukannya sebagai pimpinan Tarekat Naqsyabandiyah, Syekh
Abdul Wahab masih menyempatkan diri untuk menuliskan pemikiran
sufistiknya, baik dalam bentuk khutbah-khutbah, wasiat, maupun
syair-syair yang ditulis dalam aksara Arab Melayu.
Tercatat
ada dua belas khutbah yang ia tulis dan masih terus diajarkan pada
jamaah di Babussalam. Sebagian khutbah-khutbah tersebut -enam buah
diantaranya- diberi judul dengan nama-nama bulan dalam tahun Hijriyah
yakni Khutbah Muharram, Khutbah Rajab, Khutbah Sya’ban, Khutbah
Ramadhan, Khutbah Syawal, dan Khutbah Dzulqa’dah. Dua khutbah lain
tentang dua hari raya yakni Khutbah Idul Fitri dan Khutbah Idul Adha.
Sedangkan
empat khutbah lagi masing-masing berjudul Khutbah Kelebihan Jumat,
Khutbah Nabi Sulaiman, Khutbah Ular Hitam, dan Khutbah Dosa
Sosial.Wasiat atau yang lebih dikenal dengan nama “44 Wasiat Tuan Guru”
adalah kumpulan pesan-pesan Syekh Abdul Wahab kepada seluruh jamaah
tarekat, khususnya kepada anak cucu / dzuriyat-nya.
Wasiat
ini ditulisnya pada hari Jumat tanggal 13 Muharram 1300 H pukul 02.00
WIB 20 kira-kira sepuluh bulan sebelum dibangunnya Kampung Babussalam.
Karya tulis Syekh Abdul Wahab dalam bentuk syair, terbagi pada tiga bagian yakni Munajat, Syair Burung Garuda dan Syair Sindiran. Syair Munajat yang berisi pujian dan doa kepada Allah, sampai hari ini masih terus dilantunkan di Madrasah Besar Babussalam oleh setiap muazzin sebelum azan dikumandangkan.
Karya tulis Syekh Abdul Wahab dalam bentuk syair, terbagi pada tiga bagian yakni Munajat, Syair Burung Garuda dan Syair Sindiran. Syair Munajat yang berisi pujian dan doa kepada Allah, sampai hari ini masih terus dilantunkan di Madrasah Besar Babussalam oleh setiap muazzin sebelum azan dikumandangkan.
Dalam
Munajat ini, terlihat bagaimana keindahan syair Syekh Abdul Wahab dalam
menyusun secara lengkap silsilah Tarekat Naqsyabandiyah yang
diterimanya secara turun temurun yang terus bersambung kepada Rasulullah
Saw. Sedangkan Syair Burung Garuda berisi kumpulan petuah dan nasehat
yang diperuntukkan khusus bagi anak dan remaja.
Sayangnya,
sampai saat ini Syair Burung Garuda tidak diperoleh naskahnya lagi.
Sementara itu, naskah asli Syair Sindiran telah diedit dan dicetak ulang
dalam Aksara Melayu (Indonesia) oleh Syekh Haji Tajudin bin Syekh
Muhammad Daud al-Wahab Rokan pada tahun 1986.
Dalam
praktiknya, tarekat yang diajarkan oleh Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan
mengandung dua sistem, yakni pengikut yang hanya mengambil tarekat dan
pengikut yang mengambil tarekat sekaligus melaksanakan suluk
(pengasingan diri).
Pengikut
dari golongan pertama mengambil tarekat dari mursyid (syekh) dan
diharuskan melaksanakan zikir qalbi (menyebut nama Allah dalam hati)
setiap hari sekurang-kurangnya 5.000 kali. Mereka dibenarkan ikut
ber-khatam tawajjuh (menamatkan Al-Quran) di Madrasah Besar Babussalam
sewaktu-waktu. Bersamaan dengan itu, ia sudah terikat dengan aturan dan
adab tarekat.Pengikut golongan kedua tidak saja melaksanakan zikir qalbi
dan ikut ber-khatam tawajjuh, tetapi juga melaksanakan suluk.
Suluk
hampir sama dengan ber-khalwat, yakni menyepi dan mengasingkan diri
dari masyarakat ramai di sebuah bangunan yang dinamai rumah suluk
(tempat latihan rohani). Suluk ini ada kalanya dijalani selama 10 hari,
20 hari atau 40 hari. Tujuan suluk adalah untuk lebih mendekatkan diri
kepada Allah dan menjauhkan diri dari segala sesuatu yang dapat
membimbangkan dari mengingat Allah.
Persulukan dimulai sesudah melaksanakan khatam tawajjuh, selesai shalat Ashar.
Walaupun Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan bukanlah sosok yang terkenal dalam pergerakan melawan imperialisme Belanda, tapi ia aktif dalam mengarahkan strategi perjuangan non fisik sebagai upaya melawan sistem kolonialisme.
Walaupun Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan bukanlah sosok yang terkenal dalam pergerakan melawan imperialisme Belanda, tapi ia aktif dalam mengarahkan strategi perjuangan non fisik sebagai upaya melawan sistem kolonialisme.
Beliau
mengirim utusan ke Jakarta untuk bertemu dengan H.O.S. Tjokroaminoto
dan mendirikan cabang Syarikat Islam di Babussalam di bawah pimpinan H.
Idris Kelantan. Nama Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan sendiri tercantum
sebagai penasihat organisasi.Beliau juga pernah ikut terlibat langsung
dalam peperangan melawan Belanda di Aceh pada tahun 1308 H.
Menurut
cerita dari pihak Belanda yang pada saat itu sempat mengambil fotonya,
Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan mampu terbang di angkasa, menyerang dengan
gagah perkasa, dan tidak dapat ditembak dengan senapan atau
meriam.Setelah menetap di Langkat, pihak Belanda sendiri memberikan
penghargaan kepada Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan atas jasa-jasanya dalam
membangun Kampung Besilam (Babussalam) dan menyebarkan kebenaran kepada
penduduk.
Terlepas
dari motif di belakangnya, pada tanggal 1 Jumadil Akhir 1341 H (1923),
Asisten Residen Van Arken bersama Sultan Langkat menghadiahi beliau
bintang kehormatan dari emas. Bintang emas itu dilekatkan ke dadanya
lewat satu upacara besar yang disaksikan ribuan hadirin.
Setelah
bintang itu diterimanya, Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan duduk menghadap
kiblat dan menyampaikan pesan agar kiranya Ratu Belanda mau masuk agama
Islam. Bintang tanda jasa itu sendiri dikembalikannya kepada Sultan
Langkat yang memang dikenal sangat dekat dengan Belanda.
Tuan
Syekh Abdul Wahab Rokan meminta maaf seraya mengatakan bahwa
penghargaan itu tidak cukup menggembirakan karena merupakan cemeti yang
keras bagi badannya yang sudah uzur, yang seharusnya dituntut lebih
bersungguh-sungguh dalam menjunjung tinggi perintah Tuhan. Kepada
khalayak ia berseru: “Orang Belanda saja sudah menghargai kita dalam
menjalankan agama Islam, jadi kita sendiri pun harus lebih taat
beribadah dan menjauhi larangan-Nya”.
Sebagai
seorang yang sangat dipuja pengikutnya, Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan
cukup dikeramatkan oleh penduduk setempat. Sejumlah cerita keramat
tentang beliau yang cukup populer di kalangan masyarakat Langkat bisa
dilihat sebagai berikut.Tatkala diadakan gotong-royong membangun anak
sungai di Kampung Babussalam, nasi bungkus yang rencananya akan
dibagikan kepada peserta gotong-royong kurang jumlahnya.
Nasi
yang tersedia hanya 40 bungkus, sementara para pekerja berjumlah
ratusan. Melihat hal itu, Tuan Syekh menyuruh petugas mengumpulkan
kembali nasi yang sudah sempat dibagikan dalam sebuah bakul. Kemudian ia
menutupi bakul itu dengan selendangnya dan berdoa. Beberapa saat
sesudah itu, disuruhnya para petugas membagikan kembali nasi bungkus
itu, dan ternyata jumlahnya berlebih.Tuan
Syekh Abdul Wahab Rokan juga dikenal mampu mendorong perahu-perahu
dengan mudah, padahal perahu-perahu itu sangatlah berat dan tak mampu
didorong oleh seorang saja.
Kisah
lain, pada suatu masa pihak Belanda merasa curiga karena ia tidak
pernah kekurangan uang. Lantas mereka menuduhnya telah membuat uang
palsu.
Beliau
merasa sangat tersinggung, sehingga ia meninggalkan Kampung Babussalam
dan pindah ke Sumujung, Malaysia. Sebagai informasi, pada saat itulah
kesempatan beliau mengembangkan tarekat Naqsabandiyah di Malaysia, di
mana sebagian pengikutnya adalah rombongan tour yang sedang kami handle
saat ini. Nah, selama kepergiannya itu, konon sumber-sumber minyak BPM
Batavsche Petroleum Matschapij (sekarang Pertamina) di Langkat menjadi
kering. Kepah dan ikan di lautan sekitar Langkat juga menghilang
sehingga menimbulkan kecemasan kepada para penguasa Langkat.
Akhirnya
ia dijemput dan dimohon untuk menetap kembali di Babussalam. Setelah
itu, sumber minyak pun mengalir dan ikan-ikan bertambah banyak di
lautan. Kaum buruh dan nelayan senang sekali.
Sesudah
beliau wafat, banyak orang yang berziarah dan bernazar ke kuburnya.
Konon pula, ada pengunjung yang ingin meminta anak laki-laki setelah ia
mempunyai 8 anak perempuan. Tak lama kemudian ia mendapatkan anak
laki-laki. Banyak lagi cerita-cerita keramat di seputar sosok Tuan Syekh
Abdul Wahab Rokan dan kuburannya.
Setahun
sekali, bertepatan dengan hari wafat Tuanku Guru Abdul Wahab Rokan
tanggal 27 Desember 1926, diadakan acara haul besar peringatan wafat
Tuan Guru Pertama.
Saat
inilah datang ribuan murid dan peziarah dari seluruh pelosok Asia dan
Indonesia ke Basilam. Di hari pertama dan kedua haul, pada malam hari
seusai shalat isya, para khalifah (sebutan pengikutnya) dan peziarah
melakukan dzikir di depan makam Tuan Guru pertama Abdul Wahab Rokan.
Peziarah datang ke sini selain untuk mengikuti acara dzikir bersama di
makam Tuan Guru Pertama, juga bersilaturahmi dengan penerus Tuan Guru
Basilam.
Di
saat inilah, kampung Besilam yang biasanya teduh dan tenang mendadak
menjadi sibuk karena datangnya ratusan bis ke mari membawa ribuan
wisatawan, khalifah, dan peziarah.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
coba belajar dari awal