Info




SELAMAT DATANG DI WEB Haris Gudang Ilmu



Selamat datang di Web Side saya , saya harap anda senang berada di Web sederhana ini. Web ini saya tulis dengan komputer yang sederhana dan koneksi internet yang juga sederhana. Saya berharap Anda sering datang kembali. Silahkan anda mencari hal-hal yang baru di blog saya ini. Terima Kasih



SEKILAS HARIS GUDANG ILMU



Nama saya Mohammad Haris saya seorang yang mempunyai Web Side ini . Saya mulai belajar blogger sejak bulan Oktober 2009, dan blog ini saya buat pada bulan January 2009. Terimakasih Atas Kunjungannya.Follow Grup saya di https://www.facebook.com/harisgudangilmu?ref=hl







Exit
Jangan Lupa Klik Like Ya

Social Icons

My Biodata Admin



Nama:Muhammad Haris Yuliandra
Angkatan Ke 2 Anak Didikan Dari
Sekolah SMK Negri 1 Kutalimbaru
Sudah Tamat

Selamat Bergabung Di Blog Saya






selamat berkujung di blog saya semoga apa yang saya berikan kepada anda semoga bermanfaat

Minggu, 21 Februari 2016

KERJA SAMPINGAN DI BUTUHKAN SEGERA MITRA USAHA NEMPEL BENANG TEH




Sejarah penggunaan gelar Sultan

Sultan (bahasa Arab: سلطان, sulthaanun, wanita: Sultanah) merupakan istilah dalam bahasa Arab yang berarti "raja", "penguasa", "keterangan" atau "dalil". Sultan kemudian dijadikan sebutan untuk seorang raja atau pemimpin Muslim, yang memiliki suatu wilayah kedaulatan penuh yang disebut Kesultanan (bahasa Arab: سلطنة, sulthanatun). Dalam bahasa Ibrani, shilton atau shaltan (bahasa Ibrani: שלטן) berarti "wilayah kekuasaan" atau "rezim".
Lukisan dari Sultan Mehmed II: kerajaan Ottoman, Turki yang dilukis oleh Gentile Bellini-1480
Sultan berbeda dengan Khalifah yang dianggap sebagai pemimpin untuk keseluruhan umat Islam. Gelar Sultan biasanya dipakai sebagai pemimpin kaum Muslimin untuk bangsa atau daerah kekuasaan tertentu saja, atau sebagai raja bawahan atau gubernur bagi Khalifah atas suatu wilayah tertentu. Namun dalam sejarah Islam pernah terjadi dinasti Sultan Turki berhasil mengalahkan penguasa kekhalifahan Abassiyah, sehingga Kesultanan Turki Utsmaniyyah dianggap sebagai kekhalifahan terakhir Dunia Islam.

 Sultan merupakan gelar bagi seseorang yang memiliki kekuasaan tinggi dalam sebuah negara (pemerintahan) Islam. Gelar ini pertama kali dipakai dalam Islam pada zaman pemerintahan Dinasti Abbasiyah (750-1258). Pada mulanya kekuasaan sultan masih terbatas dan berada dibawah khalifah, tetapi dalam perkembangan selanjutnya, kekuasaan sultan semakin besar, bahkan melebihi kekuasaan khalifah. Di zaman dinasti Abbasiyah, khalifah-khalifah masih diakui dan dihormati oleh sultan, meskipun kekuasaan politik dan militer berada ditangan sultan. Khalifah hanya sekadar simbol, sementara jalannya pemerintahan ditentukan oleh sultan. Dalam perkembangan selanjutnya, sultan betul-betul berkuasa penuh atas daerah dan wilayahnya serta tidak berada dibawah khalifah mana pun. Dalam kedudukan seperti ini, sultan adalah raja sehingga istilah sultan digunakan sebagai gelar bagi seorang raja yang muslim.
Gelar sultan pertama kali diberikan oleh Khalifah al-Mu'tasim dari Dinasti Abbasiyah kepada seorang panglima muslim turki bernama Asynas at-Turki. Sebagai sultan, Asynas at-Turki mempunyai kekuasaan yang besar, tetapi ia tetap berada dibawah dan tunduk kepada Khalifah al-Mu'tasim. Setelah al-Mutawakkil wafat, khalifah-khalifah berikutnya tidak mampu lagi melawan kehendak tentara pengawal dan sultan-sultan. Bahkan turun-naiknya khalifah banyak ditentukan oleh tentara pengawal dan sultan.

Sultan di Indonesiaa

Di Indonesia, raja pertama yang diketahui menyandang gelar "Sultan" adalah Sultan Sulaiman (wafat 1211) dari Lamreh (kini di provinsi Aceh).
Di Jawa, raja pertama yang memakai gelar "Sultan" adalah Pangeran Ratu dari Banten (bertahta 1596—1651), yang mengambil nama tahta Sultan Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir tahun 1638. Ini berarti misalnya sebutan "Sultan Trenggana" (bertahta 1505—1518 dan 1521—1546) adalah salah, karena Trenggana bertahta sebelum tahun 1638 tersebut.
Di Indonesia, gelar ini kini masih digunakan antara lain oleh :

Galeri

Biografi Sutan Muhammad Haris Yuliandra Jambak

https://www.facebook.com/mhd.harisjuliandra


ASSALAMUALIKUM WR.WB

Nama                   : Sutan Muhammad Haris Yuliandra Jambak
Alias                    : Sutan 
Lahir                    : Medan,20 Juli 1994
SD                      : Muhammadiyah 29 Sei Mencirim
SMP                   : Pesantren Muhammadiyah kw Madu Langkat
SMK                   : SMK Negri 1 Kutalimbaru
Jabatan               : Admin Urbin Ops Satreskrim Polresta Medan
Sekarang bekerja di Ayam Potong Cv Syafri Maju bersama Jl Kap.Muslim Pjk Sekambing              
Tamatan              : SMK Negri 1 Kutalimbaru
Kakek                : Sutan seanudin
Nenek                : Siti hajar

Ayah                   :  Drs. Dasnel Koto
Ibu                      : Nur Hafidah Jambak
Adik Laki- Laki  : Adam Maulana Nurdy Jambak
Adik Perempuan : Mutyara Nurdy Koto
Adik Perempuan : Ayu Mestika Nurdy Koto
Alamat                : Jl. Sutrisno Gg. Damai 3 No 40 Medan kec. Medan Area Desa/kel Kota Matsum 1
Alamat Sekarang : Jl.Jati Pasar 4 Sei mencirim Dsn 2 A No 184 Kab. Deli Serdang

"Wassalam

Sutan Muhammad Haris Yuliandra Jambak
Jl.jati dsn II A Sei Mencirim No 184 Medan Sunggal "

Demikianlah si Ujang, bergelar Sutan Rajo Angek mencantumkan signaturenya pada tiap emailnya. Setelah menikah, si Ujang dengan bangganya memperkenalkan dirinya dengan namanya yang baru. Ujang Sutan Rajo Angek. Ada tambahan gelar "Sutan" di belakang namanya, Sutan Rajo Angek.

Temannya yang penasaran bertanya "Hei Ujang, namamu sudah berganti ya, tambah panjang saja namamu, tidak puas dengan namamu yang cuma satu kata itu ?"
"Ah gelar ini tidak masuk KTP kok, cuma gelar panggilanku saja dan tanda aku sudah menikah ", ujar si Ujang sambil tersenyum.

Si Ujang benar adanya. Semenjak menikah, namanya Ujang tidak berubah di KTP nya, tetapi cuma ditambahi gelar Sutan Rajo Angek dalam penyebutan namanya. Ini adalah kebiasaan/budaya Minangkabau yang memberikan gelar kehormatan kepada pemuda yang sudah menikah. Umumnya, pemberian gelar ini dilakukan untuk pemuda Minang yang sudah menikah atau pemuda dari suku lain yang menikah dengan perempuan Minang. Gelar ini bukanlah gelar kebangsawanan seperti gelar pangeran di Jawa ataupun Sunda. Gelar ini adalah gelar kehormatan. Gelar ini mengisyaratkan penghargaan terhadap suami/pemuda yang telah menikah tersebut. Gelar ini biasanya dimulai dengan kata Sutan, Katik, Malin, Pakiah, Marah, Bagindo, Sidi, dll. Tidak peduli apakah dia adalah anak pengusaha kaya, keturunan kyai ataupun anak orang miskin ataupun orang biasa-biasa saja, dia akan mendapatkan gelar tersebut.

Gelar ini adalah panggilan kehormatan baginya, yang mengisyaratkan bahwa ia dihormati dan dianggap telah dewasa terutama setelah ia menikah. Setelah menikah ia akan dipanggil dengan gelar kehormatannya itu di hadapan banyak orang. Dengan gelar itu berarti dia dianggap penting di keluarga dan di masyarakatnya, bisa dibawa berunding dan dimintakan pendapatnya ketika ada persoalan yang menyangkut keluarga dan masyarakatnya.

Secara umum dan berdasarkan pengalaman penulis, gelar ini didapat dengan prinsip matrilineal, atau menuruti garis ibu. Yang artinya, gelar itu diambilkan dari gelar kaum laki laki dari pihak ibunya. Dalam hal ini bisa berasal dari gelar paman, kakek, atau sepupu laki-laki dari pihak keluarga ibunya. Ataupun gelar ini bisa berasal dari gelar yang spesifik dipunyai oleh suku/kaum ibunya.

Tidak semua gelar ini datang dari pihak keluarga ibu. Di daerah Padang dan Pariaman, gelar ini diambil dari gelar bapaknya bukan dari gelar suku ibunya, seperti gelar Sidi atau Bagindo. Ada juga gelar yang didapat dengan mengkombinasikan gelar dari pihak ibunya dan gelar dari pihak bapaknya. Sampai sekarang penulis juga tidak tahu aturan baku untuk pemakaian gelar seperti ini, apakah menurutkan garis ibu atau garis bapak. Sepertinya tergantung sekali dengan adat di nagari tersebut dan kesepakatan keluarga/kaum dari pihak laki-laki. Sepertinya inilah yang disebut "Adat Selingkar Nagari, Pusaka Selingkar Kaum". Tiap nagari atau daerah di Minangkabau mempunyai adat yang bisa saja berlainan untuk kasus ini. Bahkan dari bacaan penulis, gelar ini juga bisa didapatkan semenjak kecil, jadi bukan dikarenakan sebab pernikahan.

Bukan hanya laki-laki Minangkabau yang mendapatkan gelar ini. Laki-laki yang menikahi wanita Minangkabau pun mendapatkan gelar ini. Contoh terbaru adalah Helmi Yahya yang menikah pada pertengahan Januari 2010 mendapatkan gelar Bagindo Sati (Baginda Sakti) setelah menikahi perempuan Minang. Ini juga merupakan penghormatan terhadap orang bersuku selain Minang yang menikahi perempuan Minang.

Dalam budaya Minangkabau, ada istilah "Ketek banamo, Gadang Bagala", yang artinya "Kecil punya nama, kalau sudah Dewasa punya Gelar". Artinya kalau seseorang sudah menikah, maka ia akan dipanggil dengan Gelarnya di depan umum. Misalnya seseorang bergelar Sutan Mangkuto, maka ketika dia berkumpul di keluarga istrinya, dia akan dipanggil "Sutan" atau "Mangkuto" atau "Sutan Mangkuto". Begitu juga kalau dia bertemu dengan orang kampung tempat istrinya berada, dia lebih dikenal dengan gelarnya daripada namanya.

"Sutan, Bagindo, tigo jo Sidi, di Pariaman urang batuah "

Assalamualaikum ww

Iyoo ko ka-ditaruih-an mak Darul?
Haa.. jadilah, kan suai kito tu mamak & sanak R/N?

Ehhh ...... Ingek-kan lagu Cik Uniang Elly Kasim ...... "Sutan, Bagindo, tigo jo Sidi, di Pariaman urang batuah" ... dst. jadi jelaskan yang 3 ini memang istimewa.
Lhoo ... kok ..

Pariaman sebagai rantau pesisir, budaya-nya lebih berkembang dibanding Darek yang pedalaman, berbagai pengaruh akulturasi asing mampir disini yang kesemua-nya memperkaya khazanah budaya rantau pesisir barat ini, lihat aja misalnya kesenian "Tabuik" (di Bengkulu disebut "Tabot") adalah pengaruh Persia (Iran) yang menganut faham Syiah yang meyakini bahwa yang berhak menjadi Imam (khalifah) Islam dimuka bumi ini harus keturunan Rasulullah dari garis keturunan bapak yang nasab-nya sampai ke cucu kesayangan Rasulullah "Hasan dan Hosen" anak Kalifah Ali bin Abi Thalib yang juga adik sepupu dan sekaligus mantu Rasulullah itu

Diyakini bahwa ulama2 Syi'ah pernah hadir di Pesisir Barat Sumatera sejak dari Aceh di-utara hingga ke Sibolga, Pasaman, Pariaman, Painan dan Bengkulu di-selatan, namun pengaruh Syi'ah ini tenggelam akibat keras dan gencarnya ulama2 Wahabi meng-counter faham tersebut, hingga yang tersisa dari faham Syi'ah itu hanya terlihat di Pariaman dan Bengkulu yang dikenal dan dilestarikan masyarakat setempat sebagai "Upacara Tabuik" yaitu dalam rangka mengenang kepahlawanan cucu nabi Hasan dan Hosen yang tewas dan jasadnya dicincang dan ditendang kesana kemari oleh serdadu fihak lawan, sebagai buntut pertelegahan setelah wafatnya khalifah terakhir Ali bi Abi Thalib dimana sebagian umat mendukung bahwa yang berhak menggantikan Ali sebagai khalifah harus-lah keturunan Rasulullah tepatnya Hasan atau Hosen itu, dilain fihak berkembang pendapat "kan nggak harus begitu" lhaa .. Rasulullah aja nggak pernah ngomong gitu kok, jadi siapa saja berhak jadi khalifah asal syarat2 kepemimpinan terpenuhi (lewat fit & proper test kali yaa?), lihat ja tuh Abu Bakar, Umar dan Usman nggak ada hubungan darah kok dengan Rasulullah

Pertelegahan ini dimenangkan oleh Grup Muawiyah yang kemudian dimulailah pemerintahan Dinasti Muawiyah, Hasan & Hosen gugur dalam perang Karbala itu dan pengikut2nya menyingkir jauh ke utara kira2 didaerah Iraq dan Iran sekarang

Masyarakat Islam di Iran yang berfaham Syi'ah itu meyakini Ayatollah Khomeni dan Ayatollah Rafsanjani sebagai pemimpin / Imam seluruh Umat Islam didunia yang dinegara-nya Iran sebagai orang paling berkuasa dan diyakini sebagai keturunan Rasulullah lewat cucu kesayangan Rasulullah Hasan dan Hosen itu

Mereka ditandai dengan gelar "Ayatollah" sang Imam (pemimpin umat) sedangkan mereka2 yang memakai gelar "Mollah" diyakini juga sebagai keturunan Rasulullah dari garis keturunan ibu yang nasab-nya juga berakhir hingga Hasan dan Hosen, para Mollah di Iran sebagai Imam (pemimpin) Masjid

Naaa ..... benarkah "SIDI" itu keturunan ulama2 Syi'ah yang pernah datang ke Pariaman yang diyakini masih keturunan Rasulullah? Wallahualam bissawab, kakek (ayah dari ibu) saya almarhum Sidi Ali itu sih rasa2nya dulu waktu saya masih SMP pernah ngomong gitu, jadi giman yaa ...... udah deh tarok-lah iyaa, gitu aja kok reefoooot .... pantesan Elly Kasim ngomong gitu dalam lagu-nya

Naaah .... udah ketauan kan kalok yang namanya SIDI itu di Pariaman "urang nan batuah?
Nggak bohongkan Elly Kasim?
Iyaa itu tadi, Islam itu disebarkan lewat jalur dagang dan perkawinan, sebagai orang yang lebih banyak tahu tentang Islam, ulama yang juga nyambi sebagai saudagar itu kan boleh dong menikahi gadis2 setempat tentu saja dipilih anak orang2 berpengaruh seperti anak Datuak / Pangulu nan Godang Basa Batuah itu, lalu disepakati anak2 keturunan ulama atau orang alim ini ditandai dengan gelar SIDI yang kalau didaerah Pesisir Timur Sumatera seperti Deli, Langkat, Riau dan Semenanjung Tanah Melayu biasa dipanggil "SAID" yaitu keturunan orang2 alim, kira2 gituuuu lah cerita-nya

Gimana dengan SUTAN dan BAGINDO?

Mereka2 yang mewarisi gelar ini diyakini sebagai "KETURUNAN PEMBESAR2 ISTANO ALAM PAGARUYUANG"

Pada masa2 tertentu RAJO ALAM PAGARUYUANG melakukan TOUR of AREA kedaerah2 tertentu diwilayah kekuasaan-nya entah itu ke Inderagiri, Siak, Gasib, Gunung Sahilan, Rokan Kubu Bangko, Rokan Tinggi, Lipat Kain, Kuantan dll. di kawasan Rantau Pesisir Timur Riau atau kekawasan Rantau Pesisir Barat seperti ke Kinali, Tiku, Pariaman, Padang Darek, Indrapuro, Kurinci, Jambi dll

Tidak semua daerah ini bisa dikunjungi SANG RAJO ALAM PAGARUYUANG, maka diutuslah orang2 kepercayaan beliau, kunjungan ini dimaksudkan tentu saja sebagai pengawasan melekat bahwa semua kawasan tersebut masih patuh dan masih dibawah kendali Rajo Alam Pagaruyuang, biasa-nya pulang ke Pagaruyuang para pembesar ini membawa oleh2 sebagai "TANDA KETUNDUKAN" daerah kepada pusat, tanda ketundukan itu berupa barang berharga seperti emas atau komoditi lain-nya yang biasa disebut sebagai "AMEH MANAH"

Nah .... Pembesar2 dari Istano Alam Pagaruyuang ini didaerah tertentu kan bisa aja lama disuatu tempat, yang kadang2 menikah dengan gadis setempat dan tentu saja penguasa setempat memaklumi hal ini, kan masih banyak stock gadis anak kemenakan penguasa setempat yang bisa ditawari sebagai istri pembesar pusat itu, iyyaa kan?

Anak keturunan Pembesar2 Istano Pagaruyuang dengan gadis2 setempat itu setelah besar ditandai dengan gelar "SUTAN atau BAGINDO"

Yang jelas SUTAN atau BAGINDO ini bukan berasal dari keturunan orang sembarangan, ayah mereka yang orang kepercayaan Istano Pagaruyuang itu masih kerabat RAJO ALAM PAGARUYUANG, entah adik, anak, kemenakan dll. makanya Elly Kasim mengatakan "Di Pariaman Urang Batuah" ... you get it?

Naah .... sesuai subject diatas untuk mereka2 di-istimewakan ini yang mewarisi gelar SUTAN ataupun BAGINDO ataupun SIDI dari ayahnya oleh adat Pariaman berlaku "Adat Bajapuik" artinya turun dari rumah ibunya untuk disandingkan dengan anak daro dan kelak jadi urang sumando di-rumah keluarga istrinya, harus dilengkapi secara adat waktu acara "Manjapuik Marapulai" dengan Payuang Kuniang sebagai lambang kebesaran Raja2 Melayu, tiga buah cincin emas yang di-ikat dengan secarik kain kuning, sebilah Sewah (mirip2 rencong Aceh), Siriah Carano Salangkok-nyo, Uang Jemputan (bisa berupa uang, perhiasan emas seperti gelang, rupiah atau ringgit emas sejumlah yang telah dimufakati sebelumnya) dan tentu saja harus dijemput oleh atau atas nama "Mamak Kapalo Warih" dari keluarga si anak daro (biasanya diwakili oleh seorang "Kapalo Mudo" yang udah jagoan berpetatah petitih serta diramaikan oleh iring2an para sumandan (sumando perempuan keluarga anak daro yang berpakaian merah2) dan di-bunyikan peralatan bunyi2an seperti talempong dan tambua

Eh.. iyaa.. mak Darul
Kawasan 2X11 6 Lingkuang atau daerah Kayu Tanam dan sekitarnya secara administrasi pemerintahan memang masuk kedaerah Kabupaten Padang Pariaman, namun sebagian besar kawasan ini bukanlah "Pendukung Budaya Piaman"

Orang disini menamakan diri sebagai "Kapalo Darek Ikua Rantau" maksudnya adat istiadat mereka lebih dekat ke Padang Panjang, nah kalaupun ada yang sama dengan budaya Pariaman tentulah untuk daerah2 yang berbatasan dengan kecamatan Tujuah Koto atau Lubuak Aluang, banyak diantara orang daerah sini yang keberatan dipanggil "AJO" mereka biasa dipanggil "UDA" artinya mereka keberatan disebut sebagai "Urang Piaman"

Jadi untuk memastikan "orang sini" memang pendukung budaya Piaman, memang harus disigi dulu, karena banyak yang berasal dari Batipuah, Padang Panjang ataupun pinggiran Agam seperti Koto Baru dan Pandai Sikek yang tidak ada sangkut paut dengan budaya Piaman, lain hal untuk kawasan seperti Kiambang, Sicincin, Pakandangan dan sekitarnya masih bisa dikatakan ada hubungan dengan akar budaya Piaman, namun mereka bahkan sampai ke Lubuak Aluang dan Pasa Usang sekalipun kadang nggak merasa "Piaman Bana" lihat aja mereka tidak menggunakan panggilan "ajo" tetapi "uda" makanya adat pinang meminang dan alek baralek nggak sama persis dengan yang di Piaman

Ada juga sih, oknum2 yang akal bulus, ngaku2 Piaman agar bisa minta "Uang Ilang" kepada calon besan-nya, padahal aslinya sih enggak, jadi harus "Teliti dulu sebelum Membeli"

Sebenarnya satu hal yang bisa kita tangkap bahwa "ORANG PIAMAN ITU SANGAT PEDULI TERHADAP ANAK / DUNSANAK / KEMENAKAN PEREMPUAN" nya, oleh karena itu "Gadih Gadang Indak BalakiI" dianggap sebagai suatu ancaman yang harus diantisipasi jauh sebelumnya, semua sumber daya dikerahkan sebisanya agar anak/dunsanak/kemenakan perempuan "bajunjuangan" alias udah punya suami

Urang Piaman nggak mepedulikan anggapan mereka2 yang bukan pendukung budaya Piaman dengan istilah "DIBELI" yang penting anak/ dunsanak / kemenakan perempuan mereka terselamatkan dari ancaman "Gadih Gadang Indak Balaki" itu sebagaimana disebutkan:

"lalok sakalok barasian, mato tanido mimpi tibo, dapek dek hati kato bana, dipujuak indak kunjuang ilang, dilengah indak kunjuang lupo namun bana takana juo, apo banalah nan takana dek ambo tu kini, dilayangkan pandang nan jauah, ditukiakkan pandang nan ampia, tabuang pandang ka nan lapang tatumbuak pandang katangah rumah, tampaklah anak sadang lalu, ditengok anak lah gadang"

"pipatah ado mangatokan, jalan tarikat baibarat putuih alemu banasakah sadang li hadis lai badalia kunun kato tak bamisa, dimisakan bak mananam kacang panjang, bijo baiak tanahnyo subur, kacang ditanam nanlah tumbuah, ditengok pucuak lah mancumua, aka lah mulai nak malilik, daun lah baransua nak manjurai, lah mungkin bungo nan kakalua, lah sah buah nak nyo adang, manuruik pituah dinan tuo, supayo daun nak barasiah, supayo buah nak salamaik lah patuik kacang dibari bajunjuangan

"diambiak kisah tantang pado anak, kok tinggi lah manyentak rueh, kok gadang lah mambaok buku, lah patuik dipulangkan karumah tanggo-nyo dicarikan jodoh jo junjuangan, dek kito silang nan bapangka, barang nan indak lah bacari barang nan jauah lah bajapuik, nan hampia lah ba-adokan, lah tasadio kajodoh anak kamanakan kito-ko, bagi silang nan bapangka disiko janji mangko ditapeki, disiko utang mangko diansua, disiko baban mangko kadilapehi"

Jadi mamak & sanak kasadonyo

Ini semua berpangkal dari ketentuan adat bahwa ada tiga hal yang harus di antisipasi yaitu
1. "Rumah Gadang Katirisan" (nggak dibahas sekarang)
2. "Mayik Tabujua Ditangah Rumah (juga nggak dibahas sekarang)
3. "GADIH GADANG INDAK BALAKI" (disinikan punca-nya)

Jadi adanya KETAKUTAN yang berlebihan kalau anak2 perempuan mereka nggak kebagian suami, apalagi bila anak gadisnya dinilai udah kelewat umur, yaaaa .... kabarnya sih semakin sulit dapat laki, apalagi kecendrungan manusia laki2 itu kan mau-nya perawan ting2 dibawah 20 tahun, sehingga timbul ketakutan para ortu/mamak/dunsanak laki2 mereka

Jadi jelas disini bahwa ketakutan yang berlebihan itu memunculkan persaingan atau kompetisi yang tidak sehat, sang gadis tentu saja nggak di-anjurkan keluyuran sana sini sambil cari jodoh karena hal demikian akan memalukan sang ortu/mamak/dunsanak laki2, jadi mereka tidak akan mempediarkan anak/dunsanak/kemenakan perempuan mereka ngelayap sana ngelayap sin hingga di cap sebagai "gadis jongkek" alias "cewek palala"

Jadi sang ortu/mamak harus bertanggung jawab mencarikan jodoh untuk anak2 perempuan-nya

Naa.. karena semua mamak pada sibuk mencarikan jodoh untuk anak kemenakan masing2, yaa yang dicari tentu jadi rebutan, nah kalau udah rebutan begini kan yang bakalan menang kan cuma satu, iyakaan?

Nggak salah kok bila kita katakan sesuai teori dasar ilmu ekonomi, bila tingkat permintaan (D=demand) meningkat maka harga akan naik atau bila tingkat penawaran (S=supply) menurun sementara tingkat permintaan (D) semakin meningkat maka harga akan semakin naik

Jadi yang salah bukan yang punya anak laki2 (mereka toh tenang2 aja, malahan yang terjadi justru ketenangan-nya yang jadi ter-usik) karena yang punya anak perempuan yang sibuk nggak ketulungan, takuuuut bangeet bila punya anak perempuan dibilang udah perawan tua

Jadi kalau menurut sanak Rahima salah siopooooo dooong?

Menghadapi fenomena yang serba sulit ini, orang Piaman harus pintar, putar otak (awas jangan terlalu putar, ntar lepas pula baut2nya) gimana pintar-nya?

Kalau gitu jangan cari menantu "Orang Piaman" kan banyak tuh yang orang Jawa, Melayu Riau, Sunda, Dll. pokoknya nggak ngeluarin duit sepeserpun malah sebaliknya calon suami yang ngasi duit seperti calon pengantin laki2 Melayu Riau akan memberikan "Uang Hantaran" segepok kepada keluarga calon istrinya, iyaakan, gitu aja kok susah amat, sedangkan si amat aja nggak pernah susah, heeeee ... heeeeee

Biarin aja tuh "Laki2 Piaman" nggak ada yang ngelamar, biar mereka pusing 7 keliling di cap sebagai "Bujang Lapuak" rasa in lu jadi lapuak tagantuang heee ...heeee ...

Tapi kan kenyataan nggak semua begitu ..............

Memang ada beberapa keluarga Piaman yang jadi buah mulut karena "galia", kalau punya anak laki2, mau-nya dapat menantu perempuan Piaman, biar dapat uang ilang, kan lumayan buat ongkos pesta, tapi kalau punya anak perempuan nggak mau ngelamar laki2 Piaman, mending cari yang orang JHOWO, lhaaa ini baru hueeebhaat, orang kat'e "DAPEK AMEH SAGADANG URANG" dapat mas jawa yang beratnya +/- 70 kilo, itu bhuaruu Hueebhaaat ... heeee ... heee

wasalam
abp