“Bila aku mati kelak, minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku.”(Soekarno )
Di sepetak ruang. Di sudut lorong-lorong gelap, berkelok, tak tahu di mana ujungnya. Ruangan itu tak kalah
 gelap. Hanya cahaya dari balik jendela kecil di atas sana yang lariknya
 menembus, membelai debu-debu beterbangan, menyapa lembaran kertas yang 
menumpuk. Lembaran yang begitu rapi. Lembaran yang ia tulis, selama dua 
tahun 4 bulan. Di balik jeruji, di pinggiran Sukabumi. Atas tuduhan 
makar, kezaliman rezim tiran tak berdasar.

