PERANG PADERI (PADRI) TAHUN 1821 - 1837
Adapun asal-usul nama Padri terdapat dua pendapat yaitu :
a Pedir atau Pideri yaitu sebuah kota kecil di pantai Barat Sumatera Utara tempat dimana mereka berangkat dan pulang dan naik haji.
b. Berasal dari bahasa Portugis. Padre atau dalam bahasa Belanda Vader yang berarti “Ayah” atau “Pendeta”. Jadi dengan demikian kaum Padri adalah kaum pendeta.
Perang Padri ini dapat dibagi atau berlangsung tiga tahap yaitu:
a. Kaum Padrii melawan kaum adat.
b. Kaum Padri melawan kaum adat dan Belanda
c. Kaum Padri dan kaum adat melawan Belanda.
Latar Belakang Terjadinya Perang Padri
Di
daerah Minangkabau terdapat beberapa orang Haji yang kembali dari Mekah
dan akan mengadakan pelaksanaan hidup yang sesuai menurut ajaran agama
slam secara murni. Mereka yang baru pulang dari naik haji itu ialah Haji
Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piabang, mereka beraliran Wahabi Menurut
ajaran agama banyak adat istiadat daerah Sumatera Barat (Minangkabau)
yang harus ditinggalkan seperti: minum-minuman keras,.(minum tuak),
menyambung ayam, berjudi, dan lain -lain.
Maksud kaum Padri untuk mengajarkan agama Islam secara murni dengan menghilangkan adat-istiadat yang jelek itu telah mendapat tantangan yang sangat hebat dan pemimpin-pemimpin kaum adat dan juga para bangsawan. Oleh sebab itu terjadinya peperangan antara kaum Padri dengan kaum adat tidak dapat dielakkan. Di dalam peperangan tersebut kaum Padri mengenakan pakaian serba putih (disebut kaum putth) dan kaum adat mengenakan pakaian serba hitam (kaum hitam).
Di dalam peperangan itu pada awalnya kaum Padri mendapat kemenangan dimana-mana, sehingga kedudukan kau adat terdesak dengan hebat. Karena adat-adat terdesak dengan hebat maka pimpinan-pimpinan kaum adat yaitu Tuanku Suroso memerintahkan meminta batuan kepada pihak Belanda di Padang. Permintaan ini sangat menyewakan pihak Belanda, sebab dengan demikian Belanda dapat meluaskan kekuasaannya ke daerah minangkabau.
Pada tahun 1824, Belanda dan kaum Padri mengadakan perdamaian di masang (perjanjian masang) yang isinya : .
Isi Perjanjian Masang :
1. Penetapan batas daerah kedua belah pihak.
2. Kaum Padri harus mengadakan perdagangan hanya dengan pihak belanda.
Tetapi ternyata pihak belanda tidak dapat menetapi perjanjiannya yang
telah dibuatnya itu, sehingga peperangan tidak dapat dihindari
lagi/berkobar lagi. Masyarakat Minangkabau dengan sangat giginya melawan
serangan Belanda yang menggunakan senjata modern
Akhirnya kaum adat menyadari bahwa pihak Belanda sebenarnya tidak sungguh-sungguh/berhasrat untuk menolongnya, melainkan hendak menjajah seluruh daerah Minangkabau (Sumatera Barat). Hal ini dibuktikan dengan tindakan pihak Belanda seperti tersebut di bawah ini:
Tindakan-tindakan Belanda :
a. Rakyat Minangkabau dipaksa bekerja demi kepentingan pihak Belanda tanpa diberi upah.
b. Rakyat Minangkabau diharuskan membayar Cukai Pasar dan cukai mengadu ayam.
Setelah kaum adat menyadari kekeliruannya maka kaum adat kemudian bersekutu/bergabung dengan pihak kaum padre guna melawan pihak Belanda. Dengan bersatunya kaum adat dan kaum padri maka peperangan melawan Belanda semakin menjadi hebat dan mencakup seluruh daerah Minang.Akibatnya pihak Belanda mengalami kerugian yang sangat besar. Kemudian setelah pihak Belanda berhasil menyelesaikan perang Diponegoro, maka seluruh pasukannya dikirim ke Sumatera Barat untuk menghadapi perlawanan rakyat Sumatera Barat.
Karena mendapat bantuan dari Pulau Jawa maka pihak Belanda berhasil
menduduki daerah pertahanan rakyat Minangkabau (Sumatera Barat). Bahkan
pada tahun 1837 pusat perjuangan kaum Padri di daerah Bonjol berhasil
dikuasai oleh pihak Belanda. Tetapi Tuanku Imam Bonjol bersama-sama para pengikutnya berhasil meloloskan diri dari penangkapan pihak Belanda dan melanjutkan perjuangannya.
Tetapi pada tahun itu juga Tuanku Iman Bonjol berhasil ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Cianjur, kemudian ke Ambon lalu ke Minahasa dan meninggal pada tahun 1855. Dengan demikian berakhirlah perang Padri dan daerah Minangkabau (Sumatera Barat) jatuh ke tangan pihak Belanda.
Dalam beberapa perundingan tak ada kata sepakat antara Kaum Padri dengan Kaum Adat. Seiring itu beberapa nagari dlm Kerajaan Pagaruyung bergejolak, puncaknya pada tahun 1815, Kaum Padri dibawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerang Kerajaan Pagaruyung & pecahlah peperangan di Koto Tangah. Serangan ini menyebabkan Sultan Arifin Muningsyah terpaksa menyingkir & melarikan diri dari ibu kota kerajaan. Dari catatan Raffles yg pernah mengunjungi Pagaruyung pada tahun 1818, menyebutkan bahwa ia hanya mendapati sisa-sisa Istana Kerajaan Pagaruyung yg sudah terbakar. Perang Padri ialah peperangan yg berlangsung di Sumatera Barat & sekitarnya terutama di kawasan Kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803 sampai 1838.
Perang ini merupaken peperangan yg pada awalnya akibat pertentangan dlm masalah agama sebelum berubah menjadi peperangan melawan penjajahan. Perang Padri dimulai dengan munculnya pertentangan sekelompok ulama yg dijuluki sebagai Kaum Padri terhadap kebiasaan-kebiasaan yg marak dilakukan oleh kalangan masyarakat yg disebut Kaum Adat di kawasan Kerajaan Pagaruyung & sekitarnya. Kebiasaan yg dimaksud seperti perjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat, minuman keras, tembakau, sirih, & juga aspek hukum adat matriarkat mengenai warisan, serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual formal agama Islam. Tidak adanya kesepakatan dari Kaum Adat yg padahal telah memeluk Islam untuk meninggalkan kebiasaan tersebut memicu kemarahan Kaum Padri, sehingga pecahlah peperangan pada tahun 1803.
Hingga tahun 1833, perang ini dapat dikatakan sebagai perang saudara yg melibatkan sesama Minang & Mandailing. Dalam peperangan ini, Kaum Padri dipimpin oleh Harimau Nan Salapan sedangkan Kaum Adat dipimpinan oleh Yang Dipertuan Pagaruyung waktu itu Sultan Arifin Muningsyah. Kaum Adat yg mulai terdesak, meminta bantuan kepada Belanda pada tahun 1821. Namun keterlibatan Belanda ini justru memperumit keadaan, sehingga sejak tahun 1833 Kaum Adat berbalik melawan Belanda & bergabung bersama Kaum Padri, walaupun pada akhirnya peperangan ini dapat dimenangkan Belanda. Perang Padri termasuk peperangan dengan rentang waktu yg cukup panjang, menguras harta & mengorbankan jiwa raga. Perang ini selain meruntuhkan kekuasaan Kerajaan Pagaruyung, juga berdampak merosotnya perekonomian masyarakat sekitarnya & memunculkan perpindahan masyarakat dari kawasan konflik.
Bantuan Belanda Kepada Kaum Adat Pimpinan Sultan Tangkal Alam Bagagar
Karena terdesak dlm peperangan & keberadaan Yang Dipertuan Pagaruyung yg tak pasti, maka Kaum Adat yg dipimpin oleh Sultan Tangkal Alam Bagagar meminta bantuan kepada Belanda pada tanggal 21 Februari 1821, walaupun sebetulnya Sultan Tangkal Alam Bagagar waktu itu dianggap tak berhak membuat perjanjian dengan mengatasnamakan Kerajaan Pagaruyung. Akibat dari perjanjian ini, Belanda menjadikannya sebagai tanda penyerahan Kerajaan Pagaruyung kepada pemerintah Hindia-Belanda, kemudian mengangkat Sultan Tangkal Alam Bagagar sebagai Regent Tanah Datar.Keterlibatan Belanda dlm perang karena diundang oleh kaum Adat, & campur tangan Belanda dlm perang itu ditandai dengan penyerangan Simawang & Sulit Air oleh pasukan Kapten Goffinet & Kapten Dienema pada bulan April 1821 atas perintah Residen James du Puy di Padang. Kemudian pada 8 Desember 1821 datang tambahan pasukan yg dipimpin oleh Letnan Kolonel Raaff untuk memperkuat posisi pada kawasan yg telah dikuasai tersebut. Pada tanggal 4 Maret 1822, pasukan Belanda dibawah pimpinan Letnan Kolonel Raaff berhasil memukul mundur Kaum Padri keluar dari Pagaruyung. Kemudian Belanda membangun benteng pertahanan di Batusangkar dengan nama Fort Van der Capellen, sedangkan Kaum Padri menyusun kekuatan & bertahan di Lintau. Pada tanggal 10 Juni 1822 pergerakan pasukan Raaff di Tanjung Alam dihadang oleh Kaum Padri, namun pasukan Belanda dapat terus melaju ke Luhak Agam. Pada tanggal 14 Agustus 1822 dlm pertempuran di Baso, Kapten Goffinet menderita luka berat kemudian meninggal dunia pada 5 September 1822. Pada bulan September 1822 pasukan Belanda terpaksa kembali ke Batusangkar karena terus tertekan oleh serangan Kaum Padri yg dipimpin oleh Tuanku Nan Renceh.
Setelah mendapat tambahan pasukan pada 13 April 1823, Raaff mencoba kembali menyerang Lintau, namun Kaum Padri dengan gigih melakukan perlawanan, sehingga pada tanggal 16 April 1823 Belanda terpaksa kembali ke Batusangkar. Sementara pada tahun 1824 Yang Dipertuan Pagaruyung Sultan Arifin Muningsyah kembali ke Pagaruyung atas permintaan Letnan Kolonel Raaff, namun pada tahun 1825 Sultan Arifin Muningsyah raja terakhir Minangkabau ini wafat & kemudian dimakamkan di Pagaruyung. Sedangkan Raaff sendiri meninggal dunia secara mendadak di Padang pada tanggal 17 April 1824 sesudah sebelumnya mengalami demam tinggi. Sementara pada bulan September 1824, pasukan Belanda di bawah pimpinan Mayor Frans Laemlin telah berhasil menguasai beberapa kawasan di Luhak Agam di antaranya Koto Tuo & Ampang Gadang. Kemudian mereka juga telah menduduki Biaro & Kapau, namun karena luka-luka yg dideritanya di bulan Desember 1824, Laemlin meninggal dunia di Padang.