Info




SELAMAT DATANG DI WEB Haris Gudang Ilmu



Selamat datang di Web Side saya , saya harap anda senang berada di Web sederhana ini. Web ini saya tulis dengan komputer yang sederhana dan koneksi internet yang juga sederhana. Saya berharap Anda sering datang kembali. Silahkan anda mencari hal-hal yang baru di blog saya ini. Terima Kasih



SEKILAS HARIS GUDANG ILMU



Nama saya Mohammad Haris saya seorang yang mempunyai Web Side ini . Saya mulai belajar blogger sejak bulan Oktober 2009, dan blog ini saya buat pada bulan January 2009. Terimakasih Atas Kunjungannya.Follow Grup saya di https://www.facebook.com/harisgudangilmu?ref=hl







Exit
Jangan Lupa Klik Like Ya

Social Icons

My Biodata Admin



Nama:Muhammad Haris Yuliandra
Angkatan Ke 2 Anak Didikan Dari
Sekolah SMK Negri 1 Kutalimbaru
Sudah Tamat

Selamat Bergabung Di Blog Saya






selamat berkujung di blog saya semoga apa yang saya berikan kepada anda semoga bermanfaat

Sabtu, 27 Februari 2016

A.SEJARAH BERDIRINYA DINASTI AL-AYYUBIYAH

1.         Pendiri Dinasti Al-Ayyubiyah
Dinasti Al-Ayyubiyah (569 H/650 H s.d 1174 M/1252 M) merupakan dinasti-dinasti yang pernah berkuasa di Mesir, dinasti ini di,mulai dengan berkuasanya Sultan Salahuddin Yusuf Al-  Salah Ad-Din Al-Ayyubi. Di Eropa lebih dikenal dengan sebutan Saladin.

Dinasti Al-Ayyubiah berdiri di atas puing-puing Dinasti Fatimiyah di Mesir.Setelah meninggal, Syirkuh di ganti oleh Salahuddin Al-Ayyubi.Kematian Khalifah Al-Adid dari Fatimiyah pada tahun 567 H/ 1171 M   Al-Ayyubi. –Ayyubi di akui oleh khalifah Mesir oleh al-Muhtadi, Dinasti Bani Abbas pada tahun 1175 M. untuk mengantisifasi pemberontakan dari pengikut Fatimiyah dan serangan dari tentara Salib. Al-Ayyubi membangun benteng bukit di Mukattam.Tempat ini menjadi pusat pemerintahan dalam kemiliteran.

Salahuddin Al-Ayyubi merupakan panglima perang dan pejuang Muslim Kurdi dariTikrit (bagian utara irak sekarang).Daerah kekuasaannya meliputi Yaman, Irak, Mekkah Hejaz, Diyar Bakr, selain itu, melebur menguasai Aleppo dan Mosul.

Salahuddin tidak hanya terkenal di kalangan umat Muslim, tetapi juga dikalangan Kristen karena sifatnya yang ksatria dan pengampun, lebih-lebih pada saat ia berperang melawan tentara salib. Sultan Salahuddin Al-Ayyubi juga adalah seorang Ulama. Beliau memberikan catatan kaki dan berbagai macam penjelasan dalam kitab hadis Abu Dawud.

Salahuddin Al-Ayyubi berasal dari bangsa kurdi, ayahnya bernama Najmuddin Ayyub dan pamannya bernama Asadudin Syirkuh,meninggalkan kampong halamannya dekat Danau Fan dan pindah kedaerahTikrit (Irak). Ia dilahirkan dibenteng Tikrit Irak tahun 532 H/1138 M, ketika ayahnya menjadi penguasa Seljuk di Tikrit. Saat itu baik ayah maupun pamannya mengabdi pada Imaduddin Zangi, Gubernur Seljuk untuk kota Mousul Irak. Ketika Imaduddin Ayyub (ayah salahuddin) diangkat menjadi Gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat raja suriah, bernama Nuruddin Mahmud.Selama di Balbek inilah Salahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni tekhnik perang, strategi, dan politik.Setelah itu, Salahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Suni selama 10 tahun.Pada tahun 1169 Salahuddin Al-Ayyubi diangkat menjadi wajir (konselor).

Dengan meninggalnya Nuruddin (1174 M), Salahuddin Al-Ayyubi menerima gelar Sultan di Mesir.Disana dia memproklamasikan kemerdekaan dari kaum Seljuk dan mendirikan Dinasti Al-Ayyubi serta mengembalikan ajaran sunni ke Mesir. Selanjutnya, Salahuddin Al-Ayyubi memperlebar wilayah kesebelah barat magreb, dan ketika pamannya pergi ke Nil untuk mendamaikan beberapa pemberontakan dari bekas pendudkung Fatimiyah, kemudian dia melanjutkan ke Laut Merah untuk menaklukkan Yaman.

Selama beberapa tahun, salahuddin selalu bersama ayahnya di medan pertempuran melawan tentara perang Salib atau menumpas para pemberontakan terhadap pemimpinnya Sultan Nuruddin Mahmud. Ketika Nuruddin berhasil merebut Kota Damaskus pada tahun 549 H/1154 M maka keduanya ayah dan anak telah menunjukkan loyalitas yang tinggi kepada pemimpinnya.

Dalam tiga pertempuran di Mesir bersama-sama pamannya, Asaduddin melawan tentara perang Salib dan berhasil mengusirnya dari mesir pada tahun 559-564 H / 1164-1168 M. sejak saat itu, Asaduddin diangkat menjadi Perdana Menteri (PM) khilafah fatimiyah.

Salahuddin Al-Ayyubi berhasil mematahkan serangan Tentara Salib dan pasukan Romawi Bizantium yang melancarkan perang Salib ke II terhadap Mesir. Sultan Nuruddin memerintahkan Salahuddin mengambil kekuasaan dari tangan Khalifah Fatimiyah dan mengembalikan kepada Khalifah Al-“Adid, Khalifah Fatimiyah terakhir meninggal maka kekuasaan sepenuhnya di tangan Salahuddin al-ayyubi.

Sultan Nuruddin meninggal tahun 659 H/1174 M, kemudian Damaskus diserahkan kepada putranya yang masih kecil bernama Sultan Salih Ismail didampingi seorang wali. Di bawah seorang wali terjadi perebutan kekuasaan di antara putra-putra Nuruddin dan wilayah kekuasaan Nuruddin menjadi terpecah-pecah. Salahuddin al-ayyubi pergi ke damaskus untuk membereskan keadaan, tetapi ia mendapat perlawanan dari pengikut Nuruddin yang tidak ingin menginginkan persatuan. Akhirnya salahuddin al-ayyubi melawannya dan menyatakan diri sebagai raja untuk wilayah Mesir dan Syam pada tahun 571 H/1176 M dan berhasil memperluas wilayahnya hingga Mousul Irak bagian utara.

2.         Sejarah pribadi Salahuddin Al-Ayyubiyah

Sultan Salahuddin Al-ayyubi merupakan pahlawan dan panglima Islam yang besar. Pada beliau terkumpul sifat-sifat berani, wara’, zuhud, khusyu’, pemurah, pemaaf, tegas, dan sifat terfuji lainnya.

Seorang penulis sejarah mengatakan: Hari kematiannya merupakan kehilangan besar bagi agama Islam dan kaum Muslimin karena mereka tidak pernah menderita sejak kehilangan keempat khalifah yang pertama (khulafaur rasyidin). Istana kerajaan dan dunia diliputi oleh wajah-wajah yang tertunduk, seluruh kota terbenam dalam dukacita. Dan rakyat mengantarkan jenazahnya sambil di iringi dengan tangisan dan ratapan.

Sultan Salahuddin menghabiskan waktunya dengan bekerja keras siang dan malam untuk Islam, hidupnya sangat sederhana, makanannya sederhana, pakaiannya terbuat dari bahan yang kasar.beliau seanatiasa menjaga waktu-waktu salat dan mengerjakannya secara berjamaah.

B.       PARA PENGUASA DINASTI AL-AYYUBIYAH DAN MASA PEMERINTAHANNYA

Para penguasa Dinansti Al- Ayyubiyah terdiri atas:

1.      Salahuddin Al-Ayyubi (564 H/1169 M – 589 H/1193 M)
2.      Malik Al-Aziz ‘Imaduddin (589 H/1193 M – 595 H/1198 M)
3.      Malik Al-Mansur Nasiruddin (595 H/1198 M – 595 H/1200 M)
4.      Malik Al-‘Adil Sifuddin, pemerintahan I (596 H/ 1200 M – 1200 H/1218 M)
5.      Malik Al-Kamil Muhammad (615 H/1218 M – 635 H/1238 M)
6.      Malik Al-‘Adil Saifuddin, pemerintahan II (635 H/1238 M – 637 H/1240 M)
7.      Malik As-Saleh Najmudin (637 H/1240 M – 647 H/1229)
8.      Malik Al-Mu’azzam Turansyah (647 H/1249 M)
9.      Malik Al-Asyraf Muzaffaruddin (647 H/1249 M – 650 H/1252 M)
Perjalanan politik Slauddin Al-Ayyubi dimulai dari masa muda yang selalu ikut berperang mendampingi ayahnya bernama Najmuddin bin Ayyub. Lehih-lebih ketika Slahuddin ikut ekspedisi dengan pamannya ke Mesir. Lima tahun kemudian (1169 M), ia menaklukkan khalifah terakhir dari dinasti Fatimiyah, bernama al-addid (1160-1171).
Sejak itu, ia menghapus tradisi mendo’akan khalifah Fatimiyah dalam khotbah Jum’at dan menggantikannya dengan mendo’akan Khalifah Abbasiyah, Al-Muhtadi (566 H/1170 M – 575 H/1180 M).
Pada bulan Mei 1175 M, Salahuddin mendapat pengakuan dari Khalifah Abbasiyah sebagai penguasa Mesir, Afrika utara, Nubia, hedzjaz, dan suriah tengah. Ia menyebut dirinya sebagai Sultan. Sepuluh tahun kemudian, ia menaklukkan daerah Mesopotamia dan menjadikan penguasa-penguasa setempat sebagai pemimpinnya.
Sebagian besar hidup salahuddin dicurahkan untuk melawan pasukan Salib. Dalam hal ini pada tahun 1170 M. salahuddin berhasil menaklukkan wilayah Masyhad dari tangan Rasyidin Sinan. Kemudian, pada tanggal 1, 3 dan 4 Juli 1187 M, ia berhasil merebut Tiberias dan melancarkan Hattin untuk menangkis serangan pasukan Salib.
Dalam peperangan ini, pasukan Prancis berhasil dihancurkan. Jerussalem sendiri menyerah tiga bulan berikutnya, tepatnya 2 Oktober 1187 M. pada saat itulah suara Azdan terdengar kembali di Masjidil Aqsa, menggantikan suara lonceng gereja. Jatuhnya ibu kota hattin ini memberi peluang baginya untuk lebih lanjut menaklukkan kota-kota lain di Suriah dan Palestina.
Salahuddin melancarkan serangan ke dua arah, yaitu ke utara meliputi Al-Laziqiyyah (Laodesia), Jabalah, dan Sihyawan, serta ke selatan meliputi al-karak dan as-saubak. Semua wilayah itu jatuh ke tangan salahuddin sebelum tahun 1189 M. akan tetapi sampai pada tahun 1189 M, Tripolli, Antioka (Antakia, Turki), Tyre, dan beberapa kota kecil lainnya masih berada di bawah kekuasaan pasukan Salib.
Setelah perang besar memperebutkan Kota Akka (Acre) yang berlangsung 1189-1191 M dan dimenangkan oleh tentara Salib, kedua belah pihak hidup dalam keadaan damai tanpa perang. Perjanjian damai secara penuh dicapai pada tanggal 2 November 1192 M. dalam perjanjian tersebut, disetujui bahwa daerah pesisir dikuasai pasukan Salib, sedangkan daerah paedalaman oleh kaum Muslimin. Dengan demikian, tidak akan ada lagi gangguan terhadap orang Nasrani yang akan berziarah ke Jerussalem. Salahuddin dapat menikmati suasana perdamamian ini hingga menjelang akhir hayatnya karena pada 19 Februari 1193 M, ia jatuh sakit di Damaskus dan wafat 12 hari kemudian dalam usia 55 tahun.
Setelah Salahuddin al-ayyubi meninggal dunia, daerah kekuasaanya yang terbentang dari sungai Tigris hingga sungai Nil itu dibagikan kepada keturunannya, antara lain:
1)        Al-Malik Al-Afdal Ali untuk wilayah Damaskus
2)        Al-Aziz untuk wilayah Kairo
3)        Al-Malik Al-Jahir untuk wilayah Aleppo
4)        Al-‘Adil adik Salahuddin untuk wilayah Al-Karak dan Asy-Syaubak.
Al-‘Adil yang bergelar (Saifuddin) itu mengutamakan perdagangan dengan koloni Prancis. Setelah ia wafat pada 1218, beberapa cabang Bani Ayub menegakkan kekuasaan sendiri di mesir, damaskus, Mesopotamia, Hims, Hamah, dan Yaman.salah satunya untuk memperebutkan Suriah.
Al-Kamil Muhammad, putera Al-‘adil yang menguasai Mesir (615 H/1218 M – 635 H/1238 M), termasuk tokoh Bani Ayub yang menonjol. Ia bangkit untuk melindungi daerah kekuasaannya dari ronrongan tentara Salib yang telah menaklukkan Dimyati atau Damiette (tepi sungai Nil, utara Kairo) pada masa pemerintahan ayahnya, tentara salib tampaknya memang berusaha untuk menaklukkan Mesir dengan bantuan Italia. Penaklukan Mesir menjadi penting karena dengan demikian mereka dapat menguasai jalur perdagangan Samudera HIndia melalui jalaur Laut Merah. Setelah hamper dua tahun (November 1219 M/agustus 1221 M) terjadi konflik antara tentara Salib dan pasukan Mesir, Al kamil berhasil memaksa tentara salib untuk meninggalkan Dimyati.
Al-Kamil juga dikenal sebagai penguasa yang memberikan perhatian terhadap pembangunan dalam negeri. Program pemerintahanya yang cukup menonjol adalah membangun saluran Irigasi dan membuka lahan-lahan pertanian serta menjalin hubungan perdagangan dengan Eropa. Ia dapat menjaga kerukunan hidup beragama antara orang muslim dan orang koptik Kristen, bahkan sering mengadakan diskusi dengan pemimpin-pemimpin Koptik. Pada masa itu tentara salib masih berkuasa sampai tahun 1244 M.
Ketika Malik As-Saleh, putra Malik Al-Kamil memerintah pada 1240 H/1249 M, pasukan Turki dari Khawarizm mengembalikan kota itu ke tangan Islam.
Pada tanggal 6 Juni 1249 M, pelabuhan Dimyati di tepi sungai Nil di taklukan kembali oleh tentara Salib yang dipimpin oleh Raja Lois IX dari prancis.
Pada April 1250 M, akhirnya dapat dikalahkan oleh pasukan Ayyubiah. Raja Lois IX dan beberapa bangsawan lainnya di tawan, tetapi kemudian di bebaskan kembali setelah Dimyati dan dikembalikan ke tangan tentara Muslim disertai dengan beberapa bahan makanan sebagai tebusan.
Pada tanggal November 1249 M, Malik as-Saleh meninggal dunia. Semula ia akan di gantikan oleh putera mahkota Turansyah. Untuk itu Turansyah dipanggil pulang dari Mesopotamia (suriah) untuk menerima tampuk kekuasaan ini. Untuk menghidari kepakuman kekuasaan sebelum turansyah tiba di mesir, kekuasaan untuk sementara dikendalikan oleh ibu tirinya, yaitu “Syajar ad-Durr” akan tetapi, ketika Turansyah mengambil kekuasaan, ia mendapat tantangan dari para Mamluk (Ar: mamluk: seorang budak atau hamba yang di miliki oleh tuannya; jamaknya mamalik dan mamlukan yang tidak menyenanginya).
Belum genap satu tahun Turansyah berkuasa, kemudian di bunuh oleh para Mamluk atas perintah Syajar Ad-Durr. Sejak itu, Syajar Ad-Durr mengatakan dirinya sebagai Sultan wanita pertama Mesir. Pada saat yang sama seorang pemimpin Ayyubiah “Al-asyraf Musa” dari damaskus juga menyatakan dirinya sebagai sultan Ayyubiah, meskipun hanya sebatas lambang saja tanpa kedaulatan atau kekuasaan yang nyata. Kekuasaan sebenarnya ada di tangan seorang mamluk “Izzudin Aybak” pendiri dinasti Mamluk (1250-1257 M), akan tetapi sejak Al-asyraf Musa meninggal pada 1252 M, berakhirlah masa pemerintahan Dinasti Ayyubiah.
C.       PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN/ PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI AL-AYYUBIYAH

1.    Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan

Salahuddin Al-Ayyubi bukan hanya dikenal sebagai panglima perang yang ditakuti, melainkan lebih dari itu ia adalah seorang yang sangat memperhatikan kemajuan pendidikan, mendorong studi keagamaan, membangun bendungan, menggali terusan, serta mendirikan sekolah dan masjid. Salah satu karya yang sangat monumental ialah Qal’ah Al-Jabal, sebuah benteng yang di bangun di Kairo pada 1183 M.

Salahuddin membangun kerajaan sesuai dengan cita-citanya, baginda mendirikan Madrasah-madrasah dan kurikulumnya di sesuaikan dengan paham sunni. Guru-guru di datangkan ke mesir untuk  mengajar dengan gaji yang tinggi. Setelah mendapatkan sertifikasi uji kelayakan mengajar. Dalam bidang Arsitektur dapat diperhatikan dengan berdirinya masjid agung di sulaiman yang dimulai pembangunannya sejak Dinasti Umayyah pada tahun 717 M, yakni masjid agung Aleppo.

Seiring dengan bergulirnya kekuasaan di Aleppo pada tahun 1158 M, Masjid agung Aleppo diperluas oleh Nur Al-Din Zangi. Kebanyakan Ilmuwan menyatakan masjid agung damaskus dan Aleppo sebagai masjid kembar dari sisi bentuk arsitektur. Keduanya terletak di bekas kekuasaan Romawi dan Bizantium. Di masjid agung Aleppo terdapat makam Nabi Zakariya dan di damaskus terdapat makam Nabi Yahya.

Masjid agung Aleppo sudah banyak mengalami perubahan dari bentuk aslinya, sempat di guncang gempa bumi dan di hancurkan oleh serangan-serangan Bizantium dan tentara Mongol. Tapi masih terjaga hingga kini.

Menurut sejarahwan Al-Ghazi, perubahan pada masjid agung Aleppo terjadi ketika Daulah Abbasiyah mengambil mozaik, ukiran, dan aksesori masjid itu.
Tetapi menurut sejarahwan Al-Adhim, hilangnya mozaik Masjid Agung Aleppo akibat ulah Bizantium pada 962 M. Kaisar Nichephorus melakukan pengrusakan dan aksi vandalisme ketika Bizantium mencoba menguasai Aleppo. Mereka membakar dan menghancurkan mozaik masjid Aleppo.

Masjid agung Aleppo kembali di bangun pada masa kekuasaan Emir Syaft a-Daulah dari Dinasti Hamanid. Di bawah kekuasaannya Aleppo mencapai kejayaannya dan menjelma menjadi negeri yang makmur, di jadikan ibu kota pemerintahan Hamanid dan menjadi pusat kebudayaan yang penting.

Meski tak lagi mewarisi struktur masjid peninggalan Umayyah, namun masjid agung Aleppo sangat dikenal sebagai “masterpiece” dalam dunia Islam. Pada abad ke-15 M. masjid agung Aleppo bersaing dengan masjid damskus dalam hal dekorasi, cat, serta mozaik” papar Ibnu Al-Shihna.

Berkembangnya peradaban turut melahirkan sejumlah penulis, sastrawan dan Ilmuwan terkemuka seperti Abu Firais Al Hamadani dan abu Tayyeb Al mutanabbi. Kota Aleppo pun bertambah luas meliputi : Kelikia, Malatya, Diarbekir, Antioch, Tarsus, mardin, dan Roum Qal’a. dan pada tahun 353 H Aleppo di serang imperium Romawi.

Selanjutnya kota Aleppo dikuasai dinasti Fatimiyah, Mirdassid, Turki, dan jatuh ke pangkuan Seljuk. Setelah itu Alepoo kembali di ambil alih Romawi dan pada 1108 M dan di serbu pasukan Perang Salib (Crusader).

Kota yang diliputi anarki itu kembali pulih ketika Imad ad-di Zangi menjadi pangeran Aleppo. Semenjak di kuasai pangeran Imad ad-din dan anaknya Nur ad-din Mahmud, Aleppo berada di bawah kekuasaan Negara Nurid (523-579 H/1128 M – 1260 M) kondisi Aleppo mulai pulih sayangnya pada 1170 M kota Aleppo hancur diguncang gempa bumi.

Aleppo kembali mencapai kejayaannya pada zaman Dinasti ayyubiah (579-659 H/1183 – 1260 M). salah satu raja yang tersohor waktu itu bernama Salahuddin Al-Ayyubi, dia melindungi Aleppo dan kembali membuat nama Aleppo haru dan di segani.

Era keemasan itu berakhir pada 1260 M, ketika bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu khan menghancurkan Aleppo.

2.    Perkembangan Agama Islam

Sebelum Salahuddin Al-Ayyubi memerintah di mesir, sebenarnya perkembangan agama Islam sudah berkembang dengan baik. Lebih-lebih setelah adanya Universitas Al-Azhar yang dijadikan sebagai pusat pengkajian sehingga memperlihatkan dinamika pemikiran-pemikiran dalam masalah agama Islam. Para pemikir Islam banyak yang bermunculan dalam berbagai bidang ilmu keislaman, seperti fikih, tarikh, tauhid, ilmu al qur’an dsb.

Untuk mendukung itu, Slahuddin Al-Ayyubi juga mendirikan tiga buah madrasah di Kairo dan Iskandariyah untuk mengembangkan mazhab suni. Masih dalam rangkaian Dinasti Ayyubiah, Al-Kamil mendirikan Sekolah Tingggi Al-Kamiliyah (Kamiliyah College) yang sejajar dengan perguruan tinggi lainnya.

Kekhidmatan kepada Nabi Muhammad saw bagi Salahuddin Al-Ayyubi, merupakan salah satu wujud kecintaannya pada ajaran Islam, dan di adakakanlah peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. Pertama kali di selenggarakan oleh Muzaffar ibn Baktati, Raja Mesir yang terkenal arif dan bijaksana. Sementara itu pencetus peringatan ialah panglima perangnya, Salahuddin Al-Ayyubi.

Mengapa Salahuddin merasa perlu mengadakan peringatan Maulid? Sang panglima berpendapat, ketika perang Salib terjadi, motivasi umat Islam sangat menurun, sementara motivasi pasukan Salib (Kristen) meningkat. Slahuddin merasa perlu membangkitkan kembali semangat umat Islam sebagaimana umat Kristen dengan perayaan Natalnya.

Dalam peringatan Maulid, Salahuddin menggemkan kisah perang yang dilakukan Nabi Muhammad saw, namun yang dibacakan pada acara peringatan Maulid tersebut berubah, bukan lagi kisah perang, melainkan kisah lahir dan hidup sang Nabi saw. Kisah perang tampaknya dianggap tak relevan lagi.peringatan Maulid Nabi tampaknya masih perlu dilakukan, selain dimaksudkan untuk meneladani akhlak Muhammad saw juga diperuntukan yakni perang melawan hawa nafsu, kemungkaran, dan kemaksiatan.  

D.       TOKOH ILMUWAN MUSLIM DAN PERANNYA DALAM KEMAJUAN KEBUDAYAAN/ PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI AL-AYYUBIYAH

1.    Sejarah kehidupan para Ilmuwan Muslim pada masa Dinasti Al-Ayyubiyah
Di antara para Ilmuwan itu mencakup berbagai keahlian, yaitu :

1)        Ahli pertanian (botani) yaitu : Muwaaqaddin Abdul Latif Al-Bagdadi. Hasil temuannya di teliti di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan di masjid damaskus.
Ahli botani lainnya: Al-Idris, Ad-Dawudi, Ad-Dinuri, dan Al-Qutubi.
Selain itu mucul ahli botani lainnya, yakni: Abnu Al-Baitar.( ahli tanaman dan obat-obatan)

2)        Ahli Geografi, yaitu : Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi (1099-1153). Di tuliskannya dalam kitabnya “al-jami’ li Asytat an-Nabat (kitab kumpulan dan tanaman), Nuzhah an-Nufus al-Afkar fi Ma’rifah wa al-hajar wa al-Asyjar (kitab komprehensif tentang Identifikasi Tanaman, bebatuan, dan pepohonan).

2.    Para Ilmuwan Muslim yang berjasa dalam penembangan kebudayaan dan Ilmu pengetahuan
 
Adapun para Ilmuwan yang berjasa dalam pengembangan kebudayaan, antara lain:

a)         Al-Qadhi al-Fadl, dia seorang penulis pribadi Syirkuh dan membantu Salahuddin dalam menghancurkan kekhalifahan dinasti Fatimiyah. Sebagai balas jasanya dia di angkat sebagai Menteri dan penasihat ahli di lingkugan Istana.
b)        As-Suhrawardi al-maqtul, seorang ahli filsafat. Karyanya “al-hikam al-Isyraq
c)         Al-Bushiri (610-695 H/1213-1296 M), selain seorang Ilmuwan dia juga ahli sastra.

Salah satu karyanya yakni “Kasidah Burdah

Kasidah Burdah adalah salah satu karya paling popular dalam khzanah sastra Islam. Isinya : sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad saw, pesan moral, nilai-nilai spiritual, dan semangat perjuangan. Pengarang kasidah burdah ialah Al-Bushiri (610-695 H/1213-1296 M0. Nama lengkapnya Syafaruddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid al-Bushiri. Keturunan berber lahir di dallas, Maroko, dibesarkan di Bushir Mesir. Dia sorang sufi besar, imam As-Syadzli dan penerusnya yang bernama Abdul Abbas Al-Mursi angota Tarekat Syadziliyah, dibidang ilmu fiqih, al-Bushiri menganut mazhab Syafi’I mazdhab mayoritas mesir.

Kasidah burdah terdiri atas 160 bait (sajak), ditulis dengan gaya bahasa (usib) yang menarik, lembut, dan elegan.karya ini berisi panduan ringkas mengenai kehidupan Nabi Muhammad saw, cinta kasih, pengendalian hawa nafsu, do’a, pujian terhadap al-qur’an Isra’ Mi’raj, jihad, dan tawasul.

Kasidah burdah senantiasa dibacakan di pesantren-pesantren salaf, bahkan di ajarkan pada tiap kamis dan jum’at di Universitas Al-Azhar, Kairo.

Sekilas Tentang Kasidah Burdah

Al-Burdah menurut etimologi banyak mengandung arti, antara lain :

1.      Baju (jubah) kebesaran khlifah yang menjadi salah satu atribut khalifah, dengan atribut burdah ini, seorang khalifah bisa di bedakan dengan pejabat Negara lainnya, teman-teman, dan rakyatnya.

2.      Nama dari kasidah yang dipersembahkan kepada Rasulullah saw. Yang di gubah oleh Ka’ab bin Zuhair bin abi salma.

Pada mulanya, burdah dalam pengertian jubah ini adalah milik Nabi Muhammad saw. Yang di berikan kepada Ka’ab bin Zuhair bin abi salma, seorang penyair terkenal Muhadramin (penyair dua zaman: jahiliyah dan Islam). Burdah yang telah menjadi milik keluarga Ka’ab tersebut akhirnya dibeli oleh khalifah Mu’awiyah bin abi sufyan seharga 20 ribu dirham, kemudian di beli lagi oleh khalifah Abu ja’far al-manshur dari dinasti abbasiyah sharga 40 ribu dirham. Oleh khalifah burdah itu hanya di pakai pada setiap salat fardlu dan diteruskan secara turun-temurun.

Ka’ab bin Zuhair bermula mengubah syair-syair yang senantiasa menjelek-jelekan Nabi dan para sahabat. lalu di rubah menjadi puji-pujian terhadap Nabi saw.

E.       MENGAMBIL IBRAH DARI PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN / PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI AL-AYYUBIYAH UNTUK MASA KINI DAN YANG AKAN DATANG

1.    Semangat Kebudayaan Islam

Semangat menegakkan kebudayaan Islam sangat menakjubkan, bagaimana para khalifah sekaligus juga sebagai pencinta Ilmu dapat berjalan beriringan. Kehendak khalifah akan sama dengan kehendak rakyatnya. Lagi pula pengembangan ilmu pengetahuan (sains) dalam sejarah Islam sejalan dengan perintah al-qur’an untuk mengamati alam dan menggunakan akal. Di nyatakan dalm Qs. An-Nisa: 82

Artinya: maka tidaklah mereka menghayati (mendalami) Al-qur’an ? sekiranya al-qur’an itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya. (Qs. An-Nisa:82)

 Perintah Al-qur’an itu diperkuat oleh hadist-hadist nabi Muhammad saw. Yang mewajibkan umat Islam untuk menuntut Ilmu, “menuntut ilmu itu wajib bagi kaum muslimin lelaki dan perempuan” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari pemahaman keagamaan dan kebudayaan Islam disertai dengan keyakinan bahwa ilmu pengetahuan merupakan khzananh pemberian dari Allah swt. Untuk menyejahterakan umat manusia, dengan bermodalkan keyakinan tersebut, maka para ilmuwan muslim berlomba mencari dan menggali khazanah ilmu pengetahuan yang hingga kinidapat dirasakan manfaatnya.

2.    Teladan bagi generasi yang akan datang

Di atas telah disebutkan, perkembangan ilmu agama dan pengetahuan lainnya berjalan besama-sama. Artinya, ilmu pengetahuan berkembang tidak meninggalkan ajaran agama, bahkan agama menjadi semangat dalam mendalami ilmu pengetahuan.

Dari sisi kepemimpinan, salahuddin bisa menjadi contoh yag patut ditiru, misalnya ketika menyatukan kaum muslimin dari keruntuhan setelah Fatimiyah tidak berkuasa lagi, maka di tangannyalah islam bisa bangkit kembali ke mesir.

Begitu pula dalam memperluas wilayah kekuasaannya, Salahuddin selalu berhasil mengalahkan serbuan para Crusader dari Eropa, kecuali satu hal yang tercatat ialah Salahuddin sempat mundur dari peperangan Battle of montgisard melawan Kingdon of Jerussalem (kerajaan jerussalem selama perang salib). Mundurnya Salahuddin tersebut mengakibatkan Raynald of Chatilan, pimpinan perang The Holy Land Jerussalem, memprovokasi Muslim dengan mengganggu perdagangan dan jalur laut merah yang digunakan sebagai jalur jamaah haji ke mekkah dan madinah.hal ini dilakukan Salahuddin demi kelancaran para jamaah yang akan melakukan ibadah haji, bukan semata-mata menyerang tanpa ada alasan.

F.        MENELADANI SIKAP KEPERWIRAAN SALAHUDDIN AL-AYYUBIYAH

1.    Sikap keperwiraan Salahuddin Al-Ayyubiyah

Liku-liku hidup Salahuddin Al-Ayyubi penuh dengan perjuangan dan peperangan, perang hanya dilakukannya sebagai pembelaan dan pertahanan agama, baik secara ajaran maupun politik. Ia sebenarnya lebih mengutamakan perdamaian dari pada perang.

Salauddin Al-Ayyubi mempunyai toleransi yang tinggi terhadap agama lain. Ketika menguasai Iskandariyah ia mengunjungi orang-orang Kristen. Setelah perdamaian tercapai dengan pasukan salib, ia mengijinkan mereka berziarah ke Baitul maqdis.

Salahuddin Al-Ayyubi meniti karier dengan lancar sampai ke puncak prestasinya. Keberhasilannya sebagai tentara pejuang pertama kali terlihat ketika ia pergi ke mesir mendampingi pamannya “Asadudin Syirkuh” yang mendapat tugas dari Nuruddin Zangi untuk membantu Dinasti Fatimiyah mengembalikan kekuasaannya.

Perdana Menteri Syawar yang di kudeta Dirgam menjanjikan imbalan sepertiga pajak tanah mesir. Dirgam dapat dibunuh dan Syawar dapat kembali ke posisi semula (560 H/1164 M).

Tiga tahun kemudian, Salahuddin Al-Ayyubi kembali menyertai pamannya ke Mesir. Ketika Nuruddin Zangi mengirim Asaduddin Syirkuh ke Mesir karena Syawar mengadakan perjanjian baru dengan Amauri, yang dahulu pernah akan membantu Dirgam, akan membahayakan posisi Nuruddin Zangi khususnya dan islam pada umumnya. Walaupun telah tejadi peperangan yang sengit antara kedua belah pihak, bahkan Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi yang telah menduduki Iskandariyah dikepung dari darat dan laut oleh pasukan salib, akhirnya peperangan itu berakhir dengan perjanjian perdamaian (agustus 1167), yang isinya antara lain pertukaran tawanan perang. Salahuddin kembali ke Suriah, amaury kembali ke Jerussalem, dan Iskandariyah diserahkan ke Syawar.

Kunjungan salahuddin ketiga kalinya ke Mesir adalah mengusir tentara Amaury yang berusaha menguasai Mesir secara keseluruhan yang dapat membahayakan dunia Islam, khususnya rakyat mesir yang banyak di bunuh, dan khalifah Al-Adid (khalifah Fatimiyah yang terakhir). Amaury dapat dikalahkan dan Mesir berhasil diselamatkan dari cengkraman pasukan Salib. Syawar tidak senang kepada Asaduddin syirkuh dan salahuddin al-ayyubi yang mendapat sambutan khalifah dan masyarakat. Oleh karena itu, ia berusaha membunuhnya. Namun, tentara syirkuh lebih jeli, akhirnya syawar dapat di tangkap dan di bunuh atas perintah khalifah.

Sebagai imbalan, khalifah mengangkat Asaduddin syirkuh sebagai perdana menteri Mesir (564 H/1169 M). ini untuk pertama kalinya keluarga Al-Ayyubi menjadi perdana menteri. Asaduddin berkuasa hanya dua bulan, kemudian khalifah mengangkat Salahuddin Al-Ayyubi sebagai perdana menteri dengan gelar Al-Malik An-Nasr (25 Jumadil akhir 564/26 Maret 1169). Pada waktu ia berumur 32 tahun.

Sambutan atas jabatan barunya pertama kali datang dari Nuruddin Zangi sendiri. ia di anggap sebagai panglima tentara Suriah. Setelah menduduki jabatan perdana menteri ia di perintahkan oleh Nuruddin Zangi untuk menghilangkan nama Khalifah Al-Adid dari khotbah jum’at, yang berarti berakhirnya masa kekuasaan Dinasti Fatimiyah. Meskipun tampak enggan dan berat, akhirnya melakukan juga tugas ini. Sebagi gantinya di sebut nama Kahalifah Abbasiyah dan sejak itu bendera Abbasiyah mulai berkibar kembali di tanah Mesir. Khalifah al-Mustadi (566-576 H/1170-1180 M) kemudian memberinya gelar Al-Mu’izz Amirul Mu’minin. Sebagai imbalannya pada tahun 570 H/1175 M, khalifah menyerahkan Mesir, An-naubah, Yaman, Tripoli, Palestina, Suriah bagian tengah, dan Magreb (Negara-negara Islam di afrika Utara) di bawah kekuasaan Salahuddin Yusuf Al-ayyubi sehingga semakin berkuasa untuk melaksanakan program-program keagamaan dan politiknya. Dalam program keagamaan ia di anggap sebagai pembaharu di mesir karena dapat mengembalikan Mazhab Suni, membangun madrasah-madrasah yang menganut Mazhab Syafi’I dan Mazhab Maliki, mengganti kaidah Syi’ah dengan Sunni, mengganti pemerintahan yang korup dan memecat pegawai yang bersekongkol dengan penjahat dan perampok.

Melihat kebesarannya, banyak orang yang iri, misalnya dari Nuruddin Zangi sendiri setelah ia melepas jubah kebesarannya dan menyerahkan kepada Salahuddin Yusup Al-ayyubi. Ini disebabkan kedudukan Salahuddin Yusuf Al-ayyubi melebihi kedudukannya sebagai gubernur. Keirian dan kebenciannya semakin bertambah lagi ketika Salahuddin tidak menepati janjinya untuk mengepung Syaubak dan Karak yang di kuasai oleh pasukan Salib. Karena jasa ayah Salahuddin al-ayyubi peperangan tidak terjadi antara mereka. Walaupun demikian, salahuddin tetap setia kepada Nuruddin Zangi, bahkan kesetiaannya itu di teruskan kepada anaknya, Al-Malik As-Saleh Isma’il.

Kepala rumah tangga Khalifah Al-Adid, Hajib juga tidak senang kepada Salahuddin Al-ayyubi karena hak-haknya berkurang. Ia bersekongkol dengan tentara yang berasal dari Sudan dan An-Naubah untuk menggulingkan Salahuddin Al-ayyubi. Demikian juga dengan para pengacau yang berasal dari kaum Assasin yang di pimpin oleh Syekh Sinan. Di lain pihak, partai Zangi (para pembela Al-Malik As-saleh Isma’il) mengepung Salahuddin Yusuf Al-Ayubi. Pemberontakan-pemberontakan tersebut dapat di selesaikan, baik dengan jalan perdamaian maupun peperangan.

Kekuasaan Salahuddin yang semakin luas dan wibawanya yang semakin besar ternyata menimbulkan kekhawatiran orang-orang Kristen Franka, nenek moyang bangsa prancis modern yang menduduki daerah-daerah Bizantium. Untuk itu mereka meminta bantuan Prancis, Jerman, Inggris, Bizantium, dan Paus dalam upaya menghancurkan dan menguasai negaranya, khusunya Baitul Maqdis dan Negara-negara lain yang dikuasai orang Islam.

Perang antara tentara Islam dan tentara Salib yang sewaktu-waktu diselingi dengan perdamaian yang sering dilanggar tentara Salib itu mengisi lembaran perjuangan.

·      Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi, pertama kali terjadi perang dengan Amalric I, raja jerussalem.
·      Perang selanjutnya dengan Baldwin IV (putra Almaric I) dan dengan Raynald de Chatilan (penguasa benteng Karak, sebelah timur laut mati).
·      Kemudian dengan Raja Baldwin V sehingga kota-kota Tiberias, Nasirah, Samaria, Sidon, Beirut, Batrum, Akka, Ramulah, Gaza, Hebron, Baitul Maqdis, Bat-lahn, Busniayah, dan gunung zaitun jatuh ke tangannya pada tahun 583 H/1187 M.

Setelah Baitul Maqdis dikuasai salahuddin Al-ayyubi, Paus Gregori mengumandangkan perang Salib yang di sambut oleh raja dan masyarakat eropa, khususnya kaum miskin. Perang ini diteruskan oleh Clement III, pengganti Gregory. Raja Philip II (raja prancis) dan Raja Richard I (raja inggris) langsung memimpin pasukan, yang di dahului Raja William dari Sicilia. Banyak para penguasa lain terlihat dalam peperangan ini, seperti Raja Guy de Lusignan, Pangeran Monferrat, dan Ratu Sybil.

Peperangan yang memakan waktu bertahun-tahun itu akhirnya sampai pada perdamaian, walaupun hanya sementara. Adik Raja Richard I dinikahkan dengan adik Salahuddin al-ayyubi, “Al-Adil” selanjutnya menjadi penguasa Baitul Maqdis. Orang nasrani bebas pergi beribadah dengan syarat tidak membawa senjata, adapun Raja Richard yang kejam dan telah membunuh 3000 tawanan Muslim pulang ke negerinya.

Setelah peperangan berkahir, Salahuddin Yusuf Al-ayyubi memindahkan pusat pemerintahannya ke Damaskus. Tidak lama setelah itu, ia sakit selama 14 hari dan akhirnya wafat dalam usia 57 tahun, setelah memerintah selama 25 tahun. Ia tidak meninggalkan harta kekayaan kecuali hanya beberapa dinar dan dirham. Bekas kekuasaannya di bagikan kepada anak-anaknya dan saudaranya.

Salahuddin selalu berhasil mengalahkan serbuan para Crusader dari Eropa, kecuali satu hal yang tercatat ialah Salahuddin sempat mundur dari peperangan Battle of montgisard melawan Kingdon of Jerussalem (kerajaan jerussalem selama perang salib). Mundurnya Salahuddin tersebut mengakibatkan Raynald of Chatilan, pimpinan perang The Holy Land Jerussalem, memprovokasi Muslim dengan mengganggu perdagangan dan jalur laut merah yang digunakan sebagai jalur jamaah haji ke mekkah dan madinah.hal ini dilakukan Salahuddin demi kelancaran para jamaah yang akan melakukan ibadah haji, bukan semata-mata menyerang tanpa ada alasan.

Lebih buruk lagi Raynald mengancam menyerang dua kota suci tersebut. Akhirnya, Salahuddin menyerang kembali Kingdom of Jerussalem pada tahun 1187 pada perang Battle of Hattin, sekaligus mengekseskusi Raynald dan menangakap rajanya, Guy of Lusignan.

Akhirnya, seluruh Jerussalem kembali ke tangan muslim dan Kingdom of Jeurussalem pun runtuh. Selain Jerussalem, kota-kota lainnya pun ditaklukan. Kecuali tyres/tyrus. Jatuhnya jerussalem ini menjadi pemicu Kristen Eropa menggerakan Perang Salib ketiga atau Third Crusade.

Perang salib ke tiga ini menurunkan Richard I of England ke medan perang di Battle of arsuf. Salahuddin pun terpaksa mundur, dan untuk pertama kalinya Crusader merasa bisa menjungkalkan invincibility Salahuddin. Dalam kemiliteran, salahuddin di kagumi ketika Richhard cedera, Salahudin menawarkan pengobatan saat peperangan, yang ketika itu ilmu kedokteran kaum muslim sudah maju dan dipercaya.

Pada tahun 1192, Salahuddin dan Richard sepakat dalam perjanjian Ramla, Jerussalem tetap dikuasai Muslim dan terbuka kepada para peziarah Kristen. Setahun berikutnya salahuddin meninggal dunia di damaskus setelah Raja Richard kemabli ke Inggris. Bahkan, ketika rakyat membuka peti hartanya, ternyata ta mencukupi untuk biaya pemakamannya, hartanya banyak dibagikan kepada mereka yang mebutuhkannya.

Selain di kagumi Muslim, Salahuddin atau Saladin mendapat reputasi besar di kaum Kristen Eropa, kisah perang I dan kepemimpinannya banyak ditulis dalam karya puisi dan sastra Eropa, salah satunya ialah The Talisman (1825) karya Walter Scott untuk melihat kisah perang salib yang bisa di lihat di film “Kingdom of Heaven”

2.    Ibrah bagi generasi Muslim tentang keperwiraan Salahuddin Al-Ayyubi,

Pada tahun 1145-1147, pecah perang Salib II, namun perang besar-besaran terjadi pada perang Salib III, di pihak Kristen dipimpin Philip Augustus dari prancis dan Richard “Si hati Singa” dari Inggris, sementara kaum muslimin dipimpin Salahuddin Al-Ayyubi. Pada tahun itu kekhalifahan Islam terbagi dua, yaitu; dinasti Fatimiyah di Ciro (bermazdhab Syi’ah) dan Dinasti Seljuk yang berpusat di Turki (bermazdhab Sunni), kondisi ini membuat Salahuddin prihatin, menurutnya, Islam harus bersatu untuk melawan eropa-Kristen yang juga bahu membahu.

Pria keturunan Seljuk ini kebetulan mempunyai paman yang menjadi petinggi Dinasti Fatimiyah. Melalui serangkaian lobi, akhirnya Salahuddin Al-Ayyubi berhasil menyatukan kedua kubu dengan damai.

Salahuddin kini dihadapkan pada perilaku kaum Muslimin yang tampak loyo dan tak punya semangat jihad. Mereka dihinggapi penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Spirit perjuangan yang pernah dimiliki tokoh-tokoh terdahulu tak lagi membekas dihati. Salahuddin lantas menggagas sebuah festival yang diberi nama “PERINGATAN MAULID NABI SAW”. Tujuannnya untuk menumbuhkan dan membangkitkan spirit perjuangan. di festival ini dikaji habis-habisan sirah nabawiyyah (sejarah nabi) dan atsar (perkataan) sahabat, terutama berkaitan dengan nilai-nilai jihad. Festival berlangsung selama dua bulan berturut-turut dan hasilnya luar biasa. Banyak pemuda Muslim mendaftar untuk berjihad membebaskan palestina.

Kaum muslimin meraih kemenangan pada tahun 1187. Dua pemimpin tentara perang Salib, Raynald dari Chatillon (Prancis) dan raja Guy, dibawa kehadapan Salahuddin. Raynald akhirnya dijatuhi hukuman mati terbukti memimpin pembantaian yang sangat keji kepada orang-orang Islam. Namun Raja Guy dibebaskan karena tidak melakukan kekejamana yang serupa. Tiga bulan setelah peperangan Hattin, pada hari yang tepat sama ketika Nabi Muhammad saw diperjalankan dari mekkah ke jerussalem dalam Isra’ Mi’raj, Salahuddin memasuki Baitul Maqdis. Kawasan ini akhirnya direbut kembali setelah 88 tahun berada dalam cengkraman musuh.

Sejarawan Inggris, Karen Amstrong, menggambarkan pada tanggal 2 Oktober 1187 itu, Salahuddin dan tentaranya memsuki Baitul Maqdis sebagai penakluk yang berpegang teguh pada ajaran Islam yang mulia.tidak ada dendam untuk membalas pembantaian tahun 1099, seperti anjuran Al-qur’an surat An Nahl 127 :”dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah dan janganlah engkou bersedih hati terhadap (kekapiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan”.

“dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim”. Qs. Al Baqarah: 193.

Salahuddin meminta agar semua orang Nasrani Latin (Katolik) meninggalkan Baitul Maqdis. Sementara kalangan Nasrani Ortodoks-bukan bagian dari tentara Salib dibiarkan tinggal dan beribadah di kawasan itu.

Kaum Salib segera mendatangkan bala bantuan dari Eropa. Datanglah pasukan besar dibawah komando Philip Augustus dan Richard “si hati singa”

Pada tahun 1194, Richard yang di gambarkan sebagai seorang pahlawan dalam sejarah Inggris, memerintahkan untuk menghukum mati 3000 orang Islam yang kebanyakan wanita dan anak-anak. Tragedi ini berlangsung di kastil Acre. Meskipun orang islam menyaksikan kekejaman ini, mereka tidak pernah memilih cara yang sama.

ini, Salahuddin secara sembunyi-sembunyi berusaha mendatanginya. Ia mengendap-ngendap ke tenda Richard. Begitu tiba, bukannya membunuh, malah dengan ilmu kedokteran yang hebat, salahuddin mengobati Richard hingga akhirnya sembuh.
 
Richard terkesan dengan kebesaran hati Salahuddin, ia pun menawarkan damai dan berjanji akan menarik mundur pasukan Kristen pulang ke Eropa. Merekapun menanda tangani perjanjian damai (1197). Dalam perjanjian itu Salahuddin membebaskan orang Kristen untuk mengunjungi Palestina, asal mereka datang dengan damai dan tidak membawa senjata. Selama delapan abad berikutnya, palestina berada dibawah kendali kaum Muslimin.