Info




SELAMAT DATANG DI WEB Haris Gudang Ilmu



Selamat datang di Web Side saya , saya harap anda senang berada di Web sederhana ini. Web ini saya tulis dengan komputer yang sederhana dan koneksi internet yang juga sederhana. Saya berharap Anda sering datang kembali. Silahkan anda mencari hal-hal yang baru di blog saya ini. Terima Kasih



SEKILAS HARIS GUDANG ILMU



Nama saya Mohammad Haris saya seorang yang mempunyai Web Side ini . Saya mulai belajar blogger sejak bulan Oktober 2009, dan blog ini saya buat pada bulan January 2009. Terimakasih Atas Kunjungannya.Follow Grup saya di https://www.facebook.com/harisgudangilmu?ref=hl







Exit
Jangan Lupa Klik Like Ya

Social Icons

My Biodata Admin



Nama:Muhammad Haris Yuliandra
Angkatan Ke 2 Anak Didikan Dari
Sekolah SMK Negri 1 Kutalimbaru
Sudah Tamat

Selamat Bergabung Di Blog Saya






selamat berkujung di blog saya semoga apa yang saya berikan kepada anda semoga bermanfaat

Tampilkan postingan dengan label Tafsir QS al-Mu’min/40: 60. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tafsir QS al-Mu’min/40: 60. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Oktober 2016

Tafsir QS al-Mu’min/40: 60

 Jaminan tentang Keniscayaan Terkabulnya Doa Nash (Teks) Ayat al-Quran وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku [berdoa kepada-Ku] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS al-Mu’min/40: 60) Tafsîr al-Mufradât ادْعُونِي:
Berdoalah kamu kepada-Ku. Ini adalah perintah Allah kepada setiap orang yang beriman, agar bersedia untuk berdoa kepada Allah. Para ulama Ushul Fiqih mengetengahkan sebuah qaidah: “Al-Ashlu fil Amri lil Wujûb” (pada dasarnya semua perintah itu menunjukkan hukum wajib), selama tidak ada dalil yang mengecualikannya. Sehingga para ulama menyatakan bahwa perintah berdoa dalam ayat ini bisa difahami sebagai sebuah ‘kewajiban’ bagi setiap orang yang beriman.
أَسْتَجِبْ:
Niscaya (pasti) Aku akan memperkenankan (mengabulkan). Kata ‘niscaya’ berarti mengandung pengertian ‘kepastian’. Sehingga bisa dipahami bahwa kata “astajib” itu merupakan jaminan atau garansi dari Allah bagi setiap orang yang beriman, bahwa setiap doanya pasti akan dikabulkan oleh Allah dengan ketentuanNya yang terbaik bagi semua orang (beriman) yang telah bersedia untuk berdoa kepadaNya.
يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي:
Mereka (orang-orang) yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku. Kalimat ini dipahami oleh para ulama dengan maksud: “Siapa pun yang enggan berdoa kepada Allah dianggap oleh Allah sebagai orang-orang yang bersikap sombong. Karena, orang-orang yang ‘enggan’ untuk berdoa, sebenarnya – secara tersirat – terlalu percaya diri (yakin) bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk meraih apa pun yang diinginkan olehnya. Padahal, apa pun yang yang diinginkan oleh setiap orang bisa tidak tercapai kalau Allah tidak meridhainya. Oleh karenanya, berdoa menjadi sebuah keharusan, agar setiap orang bisa meraih apa pun yang diupayakan olehnya, karena hasil dari setiap upaya manusia akan bergantung pada ‘takdir’ Allah.
Al-Îdhâh (Penjelasan) Masih banyak orang – termasuk di dalamnya kaum muslimin — yang ragu dan menyangsikan kegunaan doa sebagai obat dan solusi atas setiap masalah, padahal Allah sendiri telah memberikan garansi, sebagaimana firmanNya dalam QS al-Mu’min/40: 60, yang tersebut di atas. Doa – kata para ulama — bisa dipahami sebagai obat yang paling mujarab dan solusi yang paling tepat atas semua persoalan kita hadapi. Bahkan, dalam berbagai musibah yang akan, sedang dan telah menimpa setiap manusia, doa merupakan alat atau instrumen yang paling tepat, yang bisa dipakai untuk mengatasinya. Karena setiap musibah itu ‘pasti’ datang dari Allah dan Allahlah yang paling berkuasa untuk menghindarkan setiap orang darinya. Doa dapat menjadi obat yang menawarkan penderitaan setiap orang yang terkena musibah dan sekaligus mengatasinya, mencegah turunnya musibah, mengangkat atau meringankannya. Bahkan, dalam pernyataan Rasulullah s.a.w., doa bisa digunakan untuk menjadi senjata bagi setiap orang yang beriman, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim dari Ali bin Abi Thalib r.a.,yang menyatakan bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: الدُّعَاءُ سِلاَحُ الْمُؤْمِنِ ، وَعِمَادُ الدِّينِ ، وَنُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ. “Doa merupakan senjata orang yang beriman, tiang agama, dan cahaya langit dan bumi.” (Hadits Riwayat al-Hakim dari Ali bin Abi Thalib r.a., Al-Mustadrak, I/492, hadits no. 1812) Dalam hal ini, Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyatakan bahwa ketika kita menghadapi berbagai musibah, doa memiliki tiga kemungkinan untuk digunakan oleh setiap orang yang beriman: Pertama: Ketika doa lebih kuat daripada musibah, maka dia dapat mengusirnya. Kedua: Ketika doa lebih lemah daripada musibah, maka musibah dapat mengalahkannya, sehingga seseorang akan tetap tertimpa musibah, akan tetapi bisa jadi (dengan) doa itu dapat meringankannya. Ketiga: Ketika keduanya berimbang (memiliki kekuatan yang sama) satu sama lain, maka (doa dan musibah) secara silih berganti akan memberikan dampak pada orang tersebut. Para ulama mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Hakim dari ‘Aisyah r.a.. Ia berkata, bahwa Nabi s.a.w.pernah bersabda: لاَ يُغْنِي حَذَرٌ مِنْ قَدَرٍ، وَالدُّعَاءُ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ ، وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ ، وَإِنَّ الْبَلاَءَ لَيَنْزِلُ فَيَتَلَقَّاهُ الدُّعَاءُ فَيَعْتَلِجَانِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. “Sikap berhati-hati itu tidak akan mencukupi takdir. Sedangkan doa bermanfaat terhadap apa yang sudah diturunkan dan yang belum diturunkan. Manakala musibah turun lalu bertemu dengan doa yang dipanjatkan akan saling bertikai (manakah yang lebih kuat) sampai hari kiamat.” (Hadits Riwayat al-Hakim dari‘Aisyah r.a., Al-Mustadrak, I/492, hadits no. 1813) Bahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dari Abdullah bin Umar r.a., dinyatakan bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: إِنَّ الدُّعَاءَ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ، فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللهِ بِالدُّعَاء “Sesungguhnya doa bermanfaat terhadap apa yang sudah diturunkan dan yang belum diturunkan. Hendaklah kalian berdoa wahai para hamba.” (Hadits Riwayat at-Tirmidzi dari Abdullah bin Umar r.a., Sunan at-Tirmidzi, V/444, hadits no. 35Tafsir QS al-Mu’min/40: 60 Jaminan tentang Keniscayaan Terkabulnya Doa Nash (Teks) Ayat al-Quran وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku [berdoa kepada-Ku] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS al-Mu’min/40: 60) Tafsîr al-Mufradât ادْعُونِي:
Berdoalah kamu kepada-Ku. Ini adalah perintah Allah kepada setiap orang yang beriman, agar bersedia untuk berdoa kepada Allah. Para ulama Ushul Fiqih mengetengahkan sebuah qaidah: “Al-Ashlu fil Amri lil Wujûb” (pada dasarnya semua perintah itu menunjukkan hukum wajib), selama tidak ada dalil yang mengecualikannya. Sehingga para ulama menyatakan bahwa perintah berdoa dalam ayat ini bisa difahami sebagai sebuah ‘kewajiban’ bagi setiap orang yang beriman.
أَسْتَجِبْ:
Niscaya (pasti) Aku akan memperkenankan (mengabulkan). Kata ‘niscaya’ berarti mengandung pengertian ‘kepastian’. Sehingga bisa dipahami bahwa kata “astajib” itu merupakan jaminan atau garansi dari Allah bagi setiap orang yang beriman, bahwa setiap doanya pasti akan dikabulkan oleh Allah dengan ketentuanNya yang terbaik bagi semua orang (beriman) yang telah bersedia untuk berdoa kepadaNya.
يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي:
Mereka (orang-orang) yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku. Kalimat ini dipahami oleh para ulama dengan maksud: “Siapa pun yang enggan berdoa kepada Allah dianggap oleh Allah sebagai orang-orang yang bersikap sombong. Karena, orang-orang yang ‘enggan’ untuk berdoa, sebenarnya – secara tersirat – terlalu percaya diri (yakin) bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk meraih apa pun yang diinginkan olehnya. Padahal, apa pun yang yang diinginkan oleh setiap orang bisa tidak tercapai kalau Allah tidak meridhainya. Oleh karenanya, berdoa menjadi sebuah keharusan, agar setiap orang bisa meraih apa pun yang diupayakan olehnya, karena hasil dari setiap upaya manusia akan bergantung pada ‘takdir’ Allah.
Al-Îdhâh (Penjelasan) Masih banyak orang – termasuk di dalamnya kaum muslimin — yang ragu dan menyangsikan kegunaan doa sebagai obat dan solusi atas setiap masalah, padahal Allah sendiri telah memberikan garansi, sebagaimana firmanNya dalam QS al-Mu’min/40: 60, yang tersebut di atas. Doa – kata para ulama — bisa dipahami sebagai obat yang paling mujarab dan solusi yang paling tepat atas semua persoalan kita hadapi. Bahkan, dalam berbagai musibah yang akan, sedang dan telah menimpa setiap manusia, doa merupakan alat atau instrumen yang paling tepat, yang bisa dipakai untuk mengatasinya. Karena setiap musibah itu ‘pasti’ datang dari Allah dan Allahlah yang paling berkuasa untuk menghindarkan setiap orang darinya. Doa dapat menjadi obat yang menawarkan penderitaan setiap orang yang terkena musibah dan sekaligus mengatasinya, mencegah turunnya musibah, mengangkat atau meringankannya. Bahkan, dalam pernyataan Rasulullah s.a.w., doa bisa digunakan untuk menjadi senjata bagi setiap orang yang beriman, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim dari Ali bin Abi Thalib r.a.,yang menyatakan bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: الدُّعَاءُ سِلاَحُ الْمُؤْمِنِ ، وَعِمَادُ الدِّينِ ، وَنُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ. “Doa merupakan senjata orang yang beriman, tiang agama, dan cahaya langit dan bumi.” (Hadits Riwayat al-Hakim dari Ali bin Abi Thalib r.a., Al-Mustadrak, I/492, hadits no. 1812) Dalam hal ini, Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyatakan bahwa ketika kita menghadapi berbagai musibah, doa memiliki tiga kemungkinan untuk digunakan oleh setiap orang yang beriman: Pertama: Ketika doa lebih kuat daripada musibah, maka dia dapat mengusirnya. Kedua: Ketika doa lebih lemah daripada musibah, maka musibah dapat mengalahkannya, sehingga seseorang akan tetap tertimpa musibah, akan tetapi bisa jadi (dengan) doa itu dapat meringankannya. Ketiga: Ketika keduanya berimbang (memiliki kekuatan yang sama) satu sama lain, maka (doa dan musibah) secara silih berganti akan memberikan dampak pada orang tersebut. Para ulama mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Hakim dari ‘Aisyah r.a.. Ia berkata, bahwa Nabi s.a.w.pernah bersabda: لاَ يُغْنِي حَذَرٌ مِنْ قَدَرٍ، وَالدُّعَاءُ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ ، وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ ، وَإِنَّ الْبَلاَءَ لَيَنْزِلُ فَيَتَلَقَّاهُ الدُّعَاءُ فَيَعْتَلِجَانِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. “Sikap berhati-hati itu tidak akan mencukupi takdir. Sedangkan doa bermanfaat terhadap apa yang sudah diturunkan dan yang belum diturunkan. Manakala musibah turun lalu bertemu dengan doa yang dipanjatkan akan saling bertikai (manakah yang lebih kuat) sampai hari kiamat.” (Hadits Riwayat al-Hakim dari‘Aisyah r.a., Al-Mustadrak, I/492, hadits no. 1813) Bahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dari Abdullah bin Umar r.a., dinyatakan bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: إِنَّ الدُّعَاءَ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ، فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللهِ بِالدُّعَاء “Sesungguhnya doa bermanfaat terhadap apa yang sudah diturunkan dan yang belum diturunkan. Hendaklah kalian berdoa wahai para hamba.” (Hadits Riwayat at-Tirmidzi dari Abdullah bin Umar r.a., Sunan at-Tirmidzi, V/444, hadits no. 3548. Dinyatakan Hasan oleh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam Shahîh wa Dha’îf Sunan at-Tirmidzi, VIII/48,hadits no. 3548) Demikian juga dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim dari Tsauban r.a., dinyatakan bahwa Rasulullah s.a.w.pernah bersabda, لاَ يَرُدُّ الْقَدَرَ إِلاَّ الدُّعَاءُ ، وَلاَ يَزِيدُ فِي الْعُمُرِ إِلاَّ الْبِرُّ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ. “Tidak akan bisa menolak takdir kecuali (dengan) doa, dan tidaklah bertambah umur kecuali dengan kebajikan, dan sesungguhnya seseorang itu diharamkan rizkinya dengan sebab dosa yang dia kerjakan” (Hadits Riwayat al-Hakim dari Tsauban r.a., Al-Mustadrak, I/493,hadits no. 1814) Oleh Karena itu, ketika kita tertimpa persoalan yang rumit (termasuk penyakit hati yang meresahkan), berdoalah dengan (lafazh) doa (misalnya): اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَ الْحَزَنِ، وَالْعَجْزِ وَ الْكَسَلِ، وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ. “Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari (hal yang) menyedihkan dan menyusahkan, lemah dan malas, bakhil dan penakut, lilitan utang dan penindasan orang.” (Hadits Riwayat al-Bukhari dari Anas bin Malik, Shahîh al-Bukhâriy,IV/43, hadits no. 2893) Dari pembahasan di atas, kita semua bisa memahami artipenting doa sebagai obat atau solusi atas semua permasalahan yang kita hadapi. Karena kita – sebagai orang yang beriman –harus yakin bahwa ketika kita mendapatkan permasalahan hidup, maka Allahlah tempat kita kembali. Sebagaimana firmanNya: وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعونَ (١٥٦) “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn” [Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali].” (QS al-Baqarah/2: 155-156) Kalimat “innâ lillâhi wa innâilaihi râji’ûn” ini dinamakan kalimat istirjâ’ (pernyataan kembali kepada Allah). Dan – menurut para ulama – kita disunnahkan untuk menyebutnya pada waktu ditimpa musibah apa pun, baik besar maupun kecil.48. Dinyatakan Hasan oleh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam Shahîh wa Dha’îf Sunan at-Tirmidzi, VIII/48,hadits no. 3548) Demikian juga dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim dari Tsauban r.a., dinyatakan bahwa Rasulullah s.a.w.pernah bersabda, لاَ يَرُدُّ الْقَدَرَ إِلاَّ الدُّعَاءُ ، وَلاَ يَزِيدُ فِي الْعُمُرِ إِلاَّ الْبِرُّ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ. “Tidak akan bisa menolak takdir kecuali (dengan) doa, dan tidaklah bertambah umur kecuali dengan kebajikan, dan sesungguhnya seseorang itu diharamkan rizkinya dengan sebab dosa yang dia kerjakan” (Hadits Riwayat al-Hakim dari Tsauban r.a., Al-Mustadrak, I/493,hadits no. 1814) Oleh Karena itu, ketika kita tertimpa persoalan yang rumit (termasuk penyakit hati yang meresahkan), berdoalah dengan (lafazh) doa (misalnya): اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَ الْحَزَنِ، وَالْعَجْزِ وَ الْكَسَلِ، وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ. “Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari (hal yang) menyedihkan dan menyusahkan, lemah dan malas, bakhil dan penakut, lilitan utang dan penindasan orang.” (Hadits Riwayat al-Bukhari dari Anas bin Malik, Shahîh al-Bukhâriy,IV/43, hadits no. 2893) Dari pembahasan di atas, kita semua bisa memahami artipenting doa sebagai obat atau solusi atas semua permasalahan yang kita hadapi. Karena kita – sebagai orang yang beriman –harus yakin bahwa ketika kita mendapatkan permasalahan hidup, maka Allahlah tempat kita kembali. Sebagaimana firmanNya: وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعونَ (١٥٦) “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn” [Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali].” (QS al-Baqarah/2: 155-156) Kalimat “innâ lillâhi wa innâilaihi râji’ûn” ini dinamakan kalimat istirjâ’ (pernyataan kembali kepada Allah). Dan – menurut para ulama – kita disunnahkan untuk menyebutnya pada waktu ditimpa musibah apa pun, baik besar maupun kecil.