Info




SELAMAT DATANG DI WEB Haris Gudang Ilmu



Selamat datang di Web Side saya , saya harap anda senang berada di Web sederhana ini. Web ini saya tulis dengan komputer yang sederhana dan koneksi internet yang juga sederhana. Saya berharap Anda sering datang kembali. Silahkan anda mencari hal-hal yang baru di blog saya ini. Terima Kasih



SEKILAS HARIS GUDANG ILMU



Nama saya Mohammad Haris saya seorang yang mempunyai Web Side ini . Saya mulai belajar blogger sejak bulan Oktober 2009, dan blog ini saya buat pada bulan January 2009. Terimakasih Atas Kunjungannya.Follow Grup saya di https://www.facebook.com/harisgudangilmu?ref=hl







Exit
Jangan Lupa Klik Like Ya

Social Icons

My Biodata Admin



Nama:Muhammad Haris Yuliandra
Angkatan Ke 2 Anak Didikan Dari
Sekolah SMK Negri 1 Kutalimbaru
Sudah Tamat

Selamat Bergabung Di Blog Saya






selamat berkujung di blog saya semoga apa yang saya berikan kepada anda semoga bermanfaat

Selasa, 17 Mei 2016

Sejarah Gelar Sidi Pada Masyarakat Pariaman (Keturunan Nabi Muhammad SAW)



BANGSA MELAYU DIDATARAN TINGGI MINANG
Daerah Pariaman merupakan kawasan pesisir pantai jauh sebelum kedatangan bangsa bangsa Indochina dipimpin oleh Dapunta Hyang telah dihuni oleh bangsa Gujarat, Malabar dan Srilanka dan jauh sebelumnya telah ada ras Negrito dan Austronesia yang mendiami kawasan tersebut. Ekspansi yang dipimpin oleh Dapunta Hyang bergerak dari daerah Minangatamwan yang berada dimuara sungai kampar kanan dan sungai kampar kiri menuju dataran tinggi sumatera barat, untuk seterusnya bergerak dan akhirnya menetap di Palembang mendirikan kerajaan Sriwijaya.
Kedatangan bangsa Indochina dibawah pimpinan Dapunta Hyang dianggap oleh para sejarawan sebagai migrasi kedua dari bangsa yang mendiami kawasan Asia selatan. Ada juga yang berpendapat bahwa migrasi pertama yang berasal dari Asia selatan, mereka berasal dari daerah yang bernama Dongson berkebudayaan perunggu dan mendiami daerah pegunungan Asia selatan. Sedangkan yang datang dan bergerak dari daerah Minangatamwan menuju dataran tinggi Sumatera Barat tidaklah dapat dikatakan sebagai migrasi penduduk. Lebih tepat dikatakan ekspansi bangsa Indocina yang bisa saja berasal dari Kamboja atau Champa. (Prasasti Kedudukan Bukit, 684 M)
Migrasi bangsa Indochina yang berasal dari pengunungan Dongson kawasan Asia Selatan adalah migrasi pertama yang berlangsung berabad-abad sehingga terjadi asimilasi dengan ras Negrito dan Austronesia kemudian melahirkan kebudayaan Neolitich.
Kedatangan bangsa Indochina melalui jalan ekspansi merupakan migrasi kedua yang dipimpin oleh Dapunta Hyang berhasil menaklukkan dataran tinggi Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu dan mendirikan Kerajaan Sriwijaya kemudian menyerang kerajaan Taruma Negara yang beragama Hindu di Pulau Jawa (Prasasti Talang Tuo, 685 M).
Oleh sejarawan, kedatangan bangsa Indochina, baik yang datang secara berimigrasi maupun yang datang melalui ekspansi sebagai nenek moyang bangsa Melayu dan nenek moyang bangsa Minangkabau.
Dapunta Hyang atau Sri Jayanasa mendirikan kerajaan Sriwijaya dan dinasty (wangsa) Syailendra sebagai penguasa kerajaan beragama Budha aliran Hinayana terkuat dan terbesar di Nusantara. Kemudian Adityawarman mendirikan kerajaan Malayupura (tulisan dibelakang Arca Amoghapasa, Prasasti Kuburajo, dan Prasasti Batusangkar) dan memindahkan pusat kerajaan tersebut di pedalaman Sumatera Barat. Pada tahun 1347 M kerajaan ini akhirnya lebih dikenal dengan Kerajaan Pagaruyung.
Adityawarman sendiri merupakan keturunan Raja Majapahit hasil perkawinan dengan Dara Jingga, Putri dari Kerajaan Dharmasraya. Adityawarman beragama Hindu dan Bidha (Sinkrentis). Sampai pada pertengahan Abad XIV kerajaan Pagaruyung masih beragama Budha yang dipadukan dengan Hindu.
Belum ada satu manuskrip yang menyatakan Islam sudah ada di dataran tinggi (Pedalaman) Sumatera Barat pada masa tersebut. Sekitar tahun 1513 barulah ada raja Pagaruyung yang memeluk Agama Islam, sebutan Raja berubah menjadi Sultan. Sultan pertama pagaruyung adalah Sultan Ahmadsyah dan Sultan pertama tersebut jelas bukanlah merupakan keturunan dari Aditywarman.
BANGSA ARAB DI PARIAMAN
Situasi yang sangat berbeda bila dibandingkan dengan daerah pesisir pantai, Pariaman merupakan kawasan pesisir pantai dihuni oleh orang Gujarat dan Malabar yang berasal dari India. Pariaman atau dalam Hikayat Raja-raja Pasai disebut dengan Faryaman pada saat masuknya Dapunta Hyang ke dataran tinggi (pedalaman) Sumatera Barat, disini sudah mengakar kuat agama Hindu. Masyarakat Hindu membagi manusia dalam empat tingkatan struktur sosial atau yang lebih dikenal dengan Kasta.
Kasta Brahmana dikenal sebagai struktur masyarakat tertinggi, mereka adalah kaum pendeta. Kasta ini sangat menjaga kesopanan, etika dan moralitas yang tinggi dan umumnya mereka menjadi penasehat raja. Kasta Ksatria merupakan struktur masyarakat Hindu ditingkatan kedua, mereka adalah kaum bangsawan dan pembesar kerajaan umumnya mereka juga sangat menjaga kesopanan, etika dan moralitas. Kasta waisya merupakan struktur masyarakat Hindu ditingkatan ketiga, mereka adalah kaum pedagang dan pengusaha. Kasta Sudra dikenal juga sebagai orang paria, mereka adalah para pekerja kasar, tukang dan mengabdi pada kasta yang berada diatasnya, mereka tidak menjaga kesopanan dan punya moralitas yang sangat rendah.
Pada awal abad VII M seorang pendeta Budha (I Tsing) yang belajar dan menetap beberapa tahun di Kerajaan Sriwijaya menulis dalam catatan perjalanannya bahwa ada sekelompok masyarakat Arab beragama Islam yang mendiami pesisir pantai barat Sumatera. Masyarakat Arab yang pertama minginjakkan kaki dipantai barat Sumatera ini bisa saja berasal dari Hijaz kemudian melakukan perjalanan kewilayah India kemudian melakukan perjalanan dengan kapal dan sampailah mereka dipelabuhan Tiku dan menetap di daerah tersebut. Rombongan ini merupakan migrasi pertama dari dari turunan Imam Hasan dan Bani Ghasan.
Terjadinya pembantaian terhadap Bani Ghasan disebabkan Bani Ghasan tidak mengakui kekhalifahan Abu bakar oleh sebab itu mereka tidak mau membayar zakat. Ketidakmauan Bani Ghasan membayar zakat menjadi alat pembenaran oleh khalifah Abu Bakar untuk membantai Bani Ghasan, sehingga yang selamat melarikan diri ke Hijaz.
Pada tahun 680 M Imam Husain (cucu Nabi Muhammad SAW) syahid di Karbala dibantai oleh pasukan Yazid. Sebelumnya Imam Hasan berhadapan dengan Muawiyah bin Abi Sofyan dan dengan kelicikan berhasil membunuh Imam Hasan dengan cara meracuni melalui isteri Imam Hasan yang bernama Jad’ah. Beberapa Anak Imam Hasan bergabung dengan Bani Ghasan yang sudah lebih dahulu ada di Hijaz.
Anak keturunan Imam Hasan dan Imam Husein serta para pengikut setia mereka pasca pembantaian di Padang Karbala menyembunyikan diri di Hijaz dan kawasan sekitarnya. Kejaran dari serdadu Yazid memaksa mereka meninggalkan kampung halaman untuk menyelamatkan diri dengan mencari daerah yang jauh dan aman hal ini terjadi dipenghujung abad VI M. Sebahagian besar turunan Imam Husein Migrasi kewilayah Hadramaut kemudian menyebar kekawasan Asia tenggara dan pada pertengahan Abad ke IX salah satu turunan Imam Husein di rajakan di Peurelak. Ini merupakan migrasi kedua dari turunan Imam Hasan dan Imam Husein di Nusantara.
Kedatangan bangsa Arab diawal abad VII melalui Bandar Tiku diabadikan didalam cerita rakyat ditanah Minang (Ba Khaba). Kemudian bangsa Arab ini membuka perkampungan tidak jauh dari Bandar Tiku dan kampung tersebut sampai saat ini bernama Ghasan. Kemudian terjadi asimilasi dan akultrasi budaya Hindu dan Islam.
Diceritakan mendaratnya Sidi Nan Sabatang di Bandar Tiku beserta rombongan, Sidi Nan Sabatang tersebut membawa seluruh keluarganya. Isteri dan para pembantu serta para pengawal. Sidi Nan Sabatang tersebut punya sembilan anak laki-laki dan mereka lebih dikenal dengan sebutan Sidi Nan Sambilan. Sedangkan berapa jumlah anak perempuan Sidi Nan Sabatang tidak ada kabar beritanya, namun diceritakan anak perempuan Sidi Nan Sabatang tersebut dikawinkan dengan Raja Hindu yang sudah memeluk Agama Islam dan anak dari hasil perkawinan tersebut bergelar Bagindo.
Namun sampai saat ini tidaklah diketahui secara pasti Sidi Nan Sabatang tersebut berasal dari fam (keluarga) mana, bila ditelisik dari lintasan sejarah tentang tekanan yang dialami oleh turunan Imam Hasan dan Imam Husein serta jalur migrasi mereka maka besar kemungkinan turunan Imam Hasan lah yang mendarat di Tiku dan menyebar dikawasan Pariaman dan sekitarnya. Turunan Imam Hasan yang sampai di Tiku Pariaman berasal dari satu orang yaitu Sidi Nan Sabatang, kemudian mempunyai anak laki-laki yang disebut dengan Sidi Nan Sambilan, dari Sidi Nan Sambilan berkembanglah turunan Sidi selama 1300 tahun di Pariaman, mereka berkembang seperti butiran hujan yang turun ke bumi, bagaikan butiran pasir yang ada ditepian pantai.

Gelar Sidi

TERPUTUSNYA NASAB SYAID PARIAMAN
Setelah terjadinya Islamisasi secara damai maka berubahlah struktur masyarakat Hindu Pariaman. Kasta berubah menjadi gala atau gelar. Brahmana menjadi Sidi dan mereka adalah pemuka agama Islam banyak diantara mereka menjadi Tuanku (panggilan Ulama Minang). Ksatria menjadi Bagindo dahulunya mereka adalah para pembesar kerajaan dan merupakan kaum bangsawan. Waisya menjadi Sutan, mereka adalah kaum pedagang dan pengusaha, gelar ini biasanya juga diberikan atau dihadiahkan kepada orang asing yang dihormati. Sudra atau Paria menjadi Marah ini merupakan struktur paling rendah dalam masyarakat Pariaman sampai saat ini. Orang yang bergelar Marah tak boleh dipanggil Rajo (Ajo), mereka biasanya dipanggil Uda seperti orang Minang yang mendiami dataran tinggi (pedalaman) Minang.
Gelar atau gala diwarisi secara turun temurun dari pihak ayah, sedangkan kekerabatan dari diwariskan dari pihak ibu (Matrilineal). Bila ayah seseorang begelar Sidi maka si anak juga bergelar Sidi (gala ndak dapek diasak), dan bila ibunya bersuku Chaniago maka si anak bersuku Chaniago. Mungkin hal ini menjadi salah satu penyebab para Sidi di Pariaman tidak mengetahui fam mereka, karena dibelakang nama mereka tidak dicantumkan fam seperti turunan Imam Husein yang datang dari Hadramaut ke Nusantara. Mereka biasanya mencantumkan suku dari ibu dibelakang nama sedangkan gelar didepan nama.
Seorang yang bergelar Sidi (singkatan dari Syaidi) haruslah mencantumkan gelar Siti (singkatan dari Syaidati) didepan nama anak perempuannya. Tak ada orang Pariaman yang berani mencantumkan gelar Siti didepan nama anak perempuannya kalau mereka bukan bergelar Sidi. Kalau di tanah Melayu anak perempuan dari turunan Said didepan namanya dicantumkan gelar Syarifah. Inilah kebiasaan yang berlangsung selama ribuan tahun, dan saat ini sudah jarang seorang perempuan dari turunan Sidi memakai gelar Siti.
Seorang yang bergelar Bagindo merupakan turunan pertama dari anak perempuan Sidi Nan Sabatang yang menikah dengan raja Hindu yang sudah memeluk agama islam. Anak laki-laki yang lahir dari perkawinan tersebut diberi gelar Bagindo dan untuk seterusnya gelar tersebut diwariskan kepada anak Laki-laki, sedangkan anak perempuan memakai gelar Puti. Pemakaian gelar Puti pada anak perempuan yang ayahnya bergelar Bagindo saat ini sudah hampir hilang atau hilang sama sekali.
Pemakaian gelar Siti untuk anak perempuan dari turunan Sidi maupun pemakaian gelar Puti untuk anak perempuan dari turunan Bagindo saat ini sudah hilang. Pemakaian gelar tersebut bukan saja untuk menguatkan identitas tapi lebih pada penjagaan diri si anak tersebut. Seorang Sidi kalau bertemu perempuan Pariaman yang bergelar Siti maka dia akan memperlakukannya dengan penuh hormat dan menganggapnya sebagai saudara kandung, demikian juga perlakuan yang diberikan kepada perempuan Pariaman yang bergelar Puti. Bila Sutan atau Marah bertemu perempuan Pariaman yang bergelar Siti atau Puti mereka akan menghormatinya dan tidak berani bersikap lancang. Penghormatan ini diberikan karena keduanya merupakan turunan dari Sidi Nan Sabatang yang merupakan zuryat (keturunan) Rasulullah Muhammad SAW.
Menurut Hamka turunan Rasulullah yang ada di Pariaman bergelar Sidi (Dari Perbendaharaan lama dan Panji Masyarakat) mereka bisa dikenali dari ciri-ciri fisiknya, berwajah arab atau berwajah oriental. Dari cerita rakyat (khaba) Pariaman, Sidi Nan Sabatang beristri seorang perempuan China.
SIDI BANGSA YANG DIRAJAKAN
Dalam adat istiadat masyarakat Pariaman Gala Pusako dari Ayah berbeda dengan orang Minang yang berasal dari dataran tinggi (pedalaman) Gala merupakan pusako dari Mamak ke kemenakan (dari paman ke kemenakan). Sewaktu orang-orang dari dataran tinggi menjadikan daerah Pariaman sebagai daerah Rantau (jajahan), Gala Pusako dari ayah tidak bisa digantikan dengan sistem adat yang dibawa dari dataran tinggi tersebut.
Rombongan yang datang dan mendarat di Bandar tiku (berbatasan dengan Luhak Nantigo) serta mendirikan perkampungan dan menamakannya kampung Ghasan (untuk mengenang asal mereka Bani Ghasan). Sidi nan sabatang beserta keluarga dirajakan (dirajokan/dihormati layaknya raja) oleh Bani Ghasan. Penduduk pribumi baik yang ada di Pariaman maupun yang datang dari dataran tinggi pada akhirnya juga merajakan mereka. Keturunan Sidi nan sabatang baik yang bergelar Sidi maupun Bagindo dipanggil dengan panggilan Ajo (Rajo). Sutan yang merupakan kaum pengusaha dan pedagang juga dirajokan atau dipanggil Ajo.
Panggilan Ajo merupakan panggilan dari seorang adik kepada abangnya, bisa juga panggilan untuk orang yang usianya lebih tua. Orang yang boleh dipanggil Ajo adalah seseorang yang bergelar Sidi, Bagindo dan Sutan. Panggilan Uda merupakan panggilan seorang adik kepada abangnya atau panggilan kepada seseorang yang usianya lebih tua.
Menurut adat di Pariaman seseorang yang bergelar Marah yang boleh dipanggil Uda. Kemudian Orang-orang yang datang dari dataran tinggi Minang juga dipanggil Uda oleh orang Pariaman karena mereka adalah penduduk asli Tanah Minang atau melayu Minangkabau atau kaum pribumi ranah Minang. Sama dengan penduduk yang lebih dulu ada di Pariaman ketika rombongan Sidi Nan Sabatang mendarat di Bandar Tiku juga dianggap sebagai bangsa pribumi.
Beginilah cara para Bani Hasyim yang sampai di Pariaman dalam menyikapi perbedaan antara Bani Hasyim dan penduduk asli melayu Minangkabau. Bangsa Melayu yang tinggal di dataran tinggi (pedalaman) bisa hidup secara damai dan harmonis walaupun berbeda dalam adat dan istiadat.
Orang-orang yang bergelar Sidi dan Bagindo di Pariaman lebih bersifat egaliter, Gelar tersebut tidak menjadikan mereka orang yang sombong dengan keturunannya. Mereka berbaur dengan masyarakat pribumi, juga terjadinya asimilasi melalui perkawinan, walaupun masih ada juga yang mempertahankan pernikahan sekufu (Siti untuk Sidi).
Datuk Parpatiah Nan Sabatang sebagai peletak dasar pemerintahan desentralisasi Bodi Chaniago dalam mamangan disebut “duduak sahamparan, tagak sapamatan.” Hal ini menyiratkan bahwa kedudukan raja dan rakyat adalah sama didalam hukum (Demokrasi). Sistem ini memandang semua orang sama dan sederajat secara hukum, inilah yang menjadikan masyarakat Pariaman menjadi egaliter. Sangat berbeda dengan sistem sentralistik pemerintahan Koto Piliang yang dibangun oleh Datuk Katumangguangan, yang didalam mamangan disebutkan “Rajo ditantang, mato buto.” Hal ini bermakna bahwa raja punya kekuasaan yang Absolut, sehingga rakyat harus menjalankan apapun titah raja (Feodal).
Pada perkembangannya terjadi perpaduan kedua sistem tersebut yang didalam mamangan disebut “Rajo alim rajo disambah, rajo zalim rajo dibantah”. Sampai saat ini sistem inilah yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau, yang bermakna ketika seorang penguasa memimpin dengan adil maka rakyat akan menghormati, ketika seorang penguasa berlaku zalim terhadap rakyat maka penguasa tersebut wajib untuk tidak didukung bahkan digulingkan dari kekuasaannya.
SEBAB MUSABAB HILANGNYA GELAR SIDI
Ada perbedaan yang fundamental antara zuryat Rasulullah di Pariaman dan dan zuryat Rasulullah didaerah lain di Nusantara dalam hal menjaga gelar keturunan. Gelar Sidi dalam adat yang berlaku di Pariaman bisa saja hilang diakibatkan beberapa hal, diantaranya adalah gelar Sidi disandang dan dilekatkan ketika seorang dari turunan Sidi sudah menikah, maka keluarga pihak perempuan memanggil menantunya, atau iparnya tersebut dengan gelar yang disandangnya. Bila dia tidak menikah sampai akhir hanyat maka dia tidak pernah dipanggil dengan gelar yang disandangnya.
Sebab lain adalah ketika keturunan Sidi menikah dengan orang yang tidak sebangsa (Pariaman), misalnya menikah dengan perempuan Jawa atau perempuan dari suku lain yang ada di Nusantara. Maka tentu saja pihak keluarga perempuan, apakah itu ipar atau mertua tidak ada yang memanggil Sidi. Menikah dengan penduduk asli Minang yang berasal dari Luhak Nan Tigo (Agam, Tanah datar, Limo Puluh Koto), oleh mereka siapapun menantu mereka, apapun bangsa menantu mereka, apakah bergelar Sidi, Bagindo, Sutan atau Marah, apakah berasal dari Pariaman atau daerah lain tetap saja dipanggil Sutan.
Adapun sebab lain adalah malu menyandang gelar Sidi, seorang yang bergelar Sidi biasanya malu dipanggil Sidi bila sikap dan moralnya tidak baik. Hal yang sangat mendasar menjadi penyebab hilangnya gelar Sidi tersebut adalah gelar tersebut tidak disandangkan kepada nama anak keturunan sejak lahir. Sangat berbeda dengan turunan Alawy yang datang pada awal abad VIII sampai dipenghujung abad XVI, mereka menyandangkan gelar tersebut didepan nama anaknya sejak mereka lahir.
Tulisan ini bukan untuk membanggakan keturunan tertentu atau merendahkan keturunan yang lain, hal ini semata-mata untuk mengingatkan penulis sendiri. Ketika kita menghadap Allah yang ditanyakan adalah amal dan ibadah yang kita lakukan semasa hidup bukan dari keturunan siapa kita berasal.

Selasa, 03 Mei 2016

Keajaiban Allah di Ayat Al Furqan ayat 53 dan Ayat Ar rahman ayat 19 di lautan


Al-furqan : 53
 ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻣَﺮَﺝَ ﺍﻟْﺒَﺤْﺮَﻳْﻦِ ﻫَٰﺬَﺍ ﻋَﺬْﺏٌ ﻓُﺮَﺍﺕٌ ﻭَﻫَٰﺬَﺍ ﻣِﻠْﺢٌ ﺃُﺟَﺎﺝٌ ﻭَﺟَﻌَﻞَ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻤَﺎ ﺑَﺮْﺯَﺧًﺎ ﻭَﺣِﺠْﺮًﺍ
ﻣَﺤْﺠُﻮﺭًﺍ
Dan Dia lah Tuhan yang telah mengalirkan dua laut
berdampingan, yang satu tawar lagi memuaskan dahaga, dan
yang satu lagi masin lagi pahit; serta Ia menjadikan antara
kedua-dua laut itu sempadan dan sekatan yang menyekat
percampuran keduanya.
Ar-rahman :19 
ﻣَﺮَﺝَ ﺍﻟْﺒَﺤْﺮَﻳْﻦِ ﻳَﻠْﺘَﻘِﻴَﺎﻥِ
Ia biarkan air dua laut (yang masin dan yang tawar)
mengalir, sedang keduanya pula bertemu;

| Zaid bin Aslam menceritakan bahwa
Nabi Musa a.s. pernah bertanya kepada
Allah :
“Wahai Rabb-ku, bagaimanakah cara aku
bersyukur kepada-Mu?"
  : Maka Allah SWT menjawab 
“Berzikirlah engkau senantiasa kepada-Ku
dan jangan engkau lalai dari-Ku. Maka jika
engkau berzikir kepada-Ku berarti engkau
telah bersyukur kepada-Ku. Dan jika engkau
lalai dari-Ku berarti engkau telah kufur
kepada-Ku

Arti Nama Muhammad Haris Yuliandra

NAMA MUHAMMAD HARIS YULIANDRA
MUHAMMAD BERASAL DARI NABI MUHAMMAD SAW YANG MEMPUNYAI GELAR SIDDIQ AMANAH TABLIQ FATONAH semoga nama saya bisa masuk seperti nabi ku Muhammad SAW
Allah bin sawab
Nama Haris artinya adalah Pengawal, pelindung yang diberikan untuk seorang anak Laki-Laki.  Nama Haris berasal dari Arab (Islam), dengan huruf awal H dan terdiri atas 5 huruf.  Kata Haris memiliki pengertian, definisi, maksud atau makna Pengawal, pelindung, bisa digunakan untuk nama bayi (nama anak), nama perusahaan, nama merek produk, nama tempat, dan lain sebagainya.  Kata Haris yang bermakna Pengawal, pelindung serta berasal dari Arab (Islam) ini boleh anda gunakan selama arti Haris tidak berkonotasi negatif di lingkungan anda.

Informasi Lebih Rinci (Detil) :

Kata / Nama : Haris
Arti Nama : Pengawal, pelindung
Asal Nama : Arab (Islam)
Jenis Kelamin Nama : Laki-Laki
Huruf Awal Nama : H
Jumlah Huruf Nama : 5 Huruf
Bentuk/Arti Nama Lain : -
Contoh Nama Populer : -
Contoh Kombinasi Nama : -
Keterangan : -

Kesimpulan dari Nama Haris :

Kesimpulan 1 :  Pengertian atau arti nama Haris adalah Pengawal, pelindung
Kesimpulan 2 :  Salah satu bentuk nama yang memiliki arti Pengawal, pelindung yaitu adalah nama Haris
Kesimpulan 3 :  Nama Haris yang berarti Pengawal, pelindung adalah nama untuk manusia berjenis kelamin Laki-Laki
Kesimpulan 4 :  Nama Haris asal-muasalnya dari Arab (Islam) yang mempunyai makna Pengawal, pelindung
Yuli adalah kelahir bulan saya di bulan Juli.

An dengan singkatan dari And ( Dan) ataw berhubungan

Dra itu semoga saya mempunyain indra apa saja yang di rahasiain Allah SWT

Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan atau kekurangan, dan semoga informasi nama Haris yang sederhana ini membawa manfaat bagi kita semua.

Rabu, 27 April 2016

Do'a Ayat Buroq


Assalamualaikum wr.wb
semoga yang membaca sehat dan di murkan rejekinya seluas luasnya lautan amin..!
Memang saya terlambat mengucapkannya di karenakan kesibukan kegiatan safari ramadhan ke daerah daerah sekaligus di menyibuk kan diri dalam mencari sesuap nasi segenggam berlian untuk nafkah anak bini,namun saya datang terlambat bukan dengan tangan hampa,saya timbali keterlambatan saya tersebut dengan membawa sesuatu yang sangat luar biasa khasiat dan kegunaannya bagi saudara saudara pengunjung blog saya yang sederhana ini,saya halalkan dunia akhirat rahasia ini kepada siapa saja yang siap istiqomah mengamalkannya,setelah saudara mengetahui rahasia mata doa dari ayat ini dan saudara siap istiqomah mengamalkannya maka secara nyata keajaiban keajaiban segera menghampiri saudara baik dalam tidur maupun dalam bangun,saudara akan terheran heran dengan begitu luasnya mukjizat dari baginda penghulu kita nabi besar muhammad sallallahu alaihi wassallam.
Saudara pasti mengenal apa itu BUROQ paling tidak nama ini pernah saudara dengar,kaum yahudi sengaja menyimpangkan gambaran buroq ini dengan bentuk kuda yang bersayap dengan berkepala wanita cantik,tipuan basi ini pernah masuk dan tersugesti dengan cara berpikir kita,padahal buraq sama sekali jauh dari apa yang kaum yahudi itu gambarkan.
Jika kita menyebut kata buroq maka kita akan bersanding pikirannya mengarah kepada penghulu kita tersebut yaitu baginda rasullallah,ya memang buraq adalah satu satunya nur yang berbentuk makhluk yang hanya satu satunya berada dan beraktifitas dengan nabi muhammad saja,selain beliau tak ada satupun nabi termasuk adam yang pernah berinteraksi dengan nur super sonic ini,buraq itu adalah power dalam bentuk cahaya yang membungkus tubuh baginda nabi saat beliau melakukan perjalanan isra miraj,buraq ini adalah nama lain dari nur muhammad yang menzahirkan bentuknya,di saat buraq ini ghaib maka ia bernama nur muhammad,nah nur muhammad yang terdapat dalam ayat yang sungguh luar biasa inilah yang di namakan mata doa dari ayat yang akan saya ijazahkan ini.
Saudara para penghayat tenaga dalam,pemburu ilmu ilmu hikmah dan penghoby mengkoleksi amalan amalan kebathinan pasti tau dengan surat AT TAUBAH ayat 128-129,pada tahun dua ribu an hingga kini ada jutaan para pengamal setia super power ini,berbagai perguruan pun di indonesia dan malaysia yang menjadikan ayat ini sebagai sandaran utama dari berbagai keilmuan bathin yang mereka amalkan dan ijazahkan kepada para anggotanya,ayat ini sangat melegenda dengan berbagai khasiatnya yang memang nyata untuk keselamatan,pengasihan,penawar black magic,pelarisan bahkan jika maktifatnya dapat saudara aplikasikan maka khasiat ayat ini benar benar ampuh untuk media membawa saudara pada gerbang kekayaan harta dunia dan pelunas hutang secara halal,….baiklah langsung saja kita masuki alam makrifat muara sipat energy dari kedua ayat ini.
“bismillah…laqod ja akum rasullun min anfusiqum….dan seterusnya (saudara hapalkan sendiri di alquran kedua ayat tersebut),adalah ayat yang sangat sangat luar biasa kontak bathinnya dengan nabi muhammad.
Arti harfiah dari ayat ini kurang lebih seperti ini ” telah datang kepada mu seorang rasul,sangat berat baginya mendengar penderitaan mu,dan dia sangat menginginkan keselamatan atas mu……..”dst….baiklah mari kita bermakrifat dengan tenang kepada ayat beserta makna harfiah dari ayat ini agar kita jelas menemukan di mana mata doa dari ayat tersebut,banyak para pengamal ayat ini mengamalkannya hanya dengan modal zikir dan puasa patigeni saja,tampa menyadari di mana ujung dan di mana pangkal dari berkhasiatnya ayat ini,itu pun khasiat yang di dapat dari ayat ini sudah sangat mengagumkan apalagi jika mengetahui makrifat mata doa dari ayat ini.
Kalau kita mau merenungkan maka akan bercucuran air mata kita mengingat dan berzikir dengan ayat ini,coba lah kita lihat siapa yang di maksud oleh ayat tersebut yang sangat “care”/sangat peduli dengan penderitaan tersebut,apakah nabi adam,nabi ibrahim,nabi musa,nabi yusuf,nabi isa atau sang penghulu kita sendiri yaitu nabi Muhammad…..jika di lihat dari ayat yang berbunyi rasullun atau rasullin maka dapat di pastikan bahwa manusia yang sangat peduli pada penderitaan kita tersebut adalah nabi muhammad,sebab jika nabi lain maka alquran tidak akan menggunakan kata rasullun atau rasullin,alquran akan langsung menyebut nama dari nabi tersebut,terlihat dalam alquran nabi ibrahim memang di sebut ibrahim,dan nabi isa tetap di sebut isa,dan kata rasullun itu adalah kata yang di gunakan untuk penghulunya para rasul yaitu memang nabi besar muhammad sallallahu alaihi wassallam.
Sungguh bergetar hati ini mengingat dan mengetahui bahwa nabi saya adalah orang yang hingga kini adalah orang yang sangat care,sangat peduli,dan masih memikirkan kesusahan saya sebagai umatnya,sangat berat baginya mendengar jika saya tengah terbelit hutang dan di kejar kejar oleh rentenir,sangat berat baginya mendengar saya tengah di santet oleh manusia jahiliyah,sangat berat baginya mendengar saya di pelet oleh penjahat kelamin,sangat berat baginya mendengar saya tengah akan di tikam dengan senjata besi oleh para preman yang tengah mabuk di simpang jalan,sangat berat baginya mendengar saya menjadi incaran target pencurian,sangat berat baginya mendengar saya akan berpindah keimanan hanya karena perut yang selalu lapar,sungguh…sungguh sangat berat bagi baginda rasullallah jika mendengar umatnya kini tengah berkecamuk dengan amarah dengan dalil kebenaran,sungguh ayat inilah bukti nyata bahwa nabi kita sungguh sungguh sangat peduli akan apa saja kesusahan yang tengah menimpa umatnya,jasad dan ruhnya telah di peluk mesra oleh tanah dan kasih sayang ALLAH namun kepeduliannya hingga kini masih beliau applikasikan ke alam nyata….pantasan banyak paranormal menjadikan ayat ini sebagai ayat utama kekebalan,pantasan beberapa orang kaya yang dermawan menggunakan ayat ini sebagai media penarik harta kekayaan,pantasan banyak kiyai alim ulama menggunakan ayat ini sebagai media satu satunya penyembuhan guna guna sihir dan iri dengki,setiap ayat ini di baca maka akan memancarlah nur kepedulian dari baginda nabi muhammad tersebut,tinggal sekarang benarkah sudah kita berzikir dengan ayat ini dalam keadaan mengenang rasullallah yang tersirat dalam ayat ini,sudahkan kita berzikir dengan ayat ini dengan menciptakan kontak bathin dengan nabi yang tersirat dalam ayat ini,atau jangan jangan saat kita mengamalkan ayat ini dalam zikir kita tengah mengenang dendam pada orang lain,mengenang amarah,mengenang kesaktian yang akan terpancar dari khasiat ayat ini atau jangan jangan kita berzikir ayat ini ya dengan melamun entah kemana,yang penting kata gurunya zikir kan ratusan kali ya zikirkan saja,padahal yang menzikirkan tadi tak tau secuilpun apa yang ia zikirkan.
Nah sekarang kita sudah mengetahui makrifat tersirat dari ayat tersebut,tinggal kita menulusuri di mana mata doa ayat ini,jika mata doa nya kita ketemukan maka secara sebab musabab tentulah apa yang di janjikan dalam ayat tersebut akan ber efect secara super power ke dalam gerak dan gerik kita.
Guru saya IDRUS RUZLI,seorang guru mengaji sekaligus pak ngah saya (pak ngah=suami dari bibi kandung saya) mengatakan bahwa surat at taubah ayat 128-129 tersebut memiliki mata doa/mata khasiat,tampa membawa serta mata doa nya dalam berzikir ayat tersebut maka kemungkinan besar ayat tersebut tidak akan berkhasiat kecuali hanya berkhasiat sebagai berpahala membacanya,sebab ayat alquran jika di baca pasti khasiatnya yang paling pasti adalah pahala,si pembaca mendapatkan pahala,lalu jika ada pengamal yang mengamalkan ayat tersebut tampa membaca serta mata doa nya dan tetap berkhasiat,dari manakah khasiat tersebut…? Guru saya menjawab dengan senyuman terpaksa…itu sangat jelas khasiatnya dari khodam,dan jin bahkan boleh jadi khasiat tersebut adalah khasiat yang di berikan oleh syeithon bukan khasiat langsung dari kepedulian yang di berikan oleh baginda rasullallah,biasanya kata guru saya khasiat seperti itu memang terlihat hebat dan menyelamatkan namun secara otomatis perlahan lahan si pengamal akan terjerumus dalam hawa nafsu yang sangat merisaukan badan dan hidupnya,kalau bahasa melayu saya “nikmat membawa sengsara/embun beruap asap panas”…wah wah wah bakalan banyak pendekar sakti bertindak bejat tampa di sadari jika banyak pengamal yang tak mengetahui di mana mata doa ayat ini,sedangkan ayat ini sudah di amalkan jutaan orang selama beberapa dekade ini,oleh karena bayangan itulah yang membuat saya yakin dan rela mata doa yang telah saya cari dengan berpeluh keringat dan bertumpuk tenaga upaya ini patut di beberkan pada para pengamal ilmu ilmu hikmah.
MATA DOA DARI AYAT INI SESUNGGUHNYA TERDAPAT PADA AYAT YANG TERTULIS DI PUNGGUNG RASULLALLAH SAAT BELIAU ISR’MIRAJ atau orang orang mengatakan dengan nama ayat khatam nubuwah stempel kerasulan yang terdapat di punggung belakang rasullallah saat beliau mulai di lingkari cahaya buroq,tubuh rasullallah di selubungi lapisan cahaya yang melindungi beliau dari hantaman kecepatan cahaya yang akan beliau jalani saat nanti bergerak dengan kecepatan cahaya dalam isra mi raj tersebut….lho kenapa mata doa ayat tersebut larinya pada fenomena isra’ mi’raj…?apa ngak kejauhan amit kajinya tuh…hehehee.
Guru saya mewariskan,untuk dapat terhubung dengan orang yang sangat peduli kepada kesusahan kita dalam ayat tersebut adalah tentu saja dengan bersholawat,sholawat adalah satu satunya media kontak bathin yang sangat pasti sebagai penghubung kepada orang yang kita sholawati,sholawat itu banyak ragamnya dan banyak makrifatnya,ragam sholawat yang paling sederhana adalah ” ALLAH HUMMA SHOLLI ALA MUHAMMAD”dan sholawat yang paling tinggi ragam makrifatnya adalah sholawat yang di ucapkan oleh BUROQ kepada nabi muhammad saat buraq ini bertemu langsung rupa rona dari wajah baginda nabi tersebut,sholawat buroq ini jugalah yang membuat sang buroq bergerak dengan kecepatan di atas rata rata cahaya,sholawat ini jualah yang tertulis dalam cap stempel kerasullan nabi muhammad saat beliau mulai bergerak di dalam perjalan isra mi’raj……sholawat buraq ini adalah sholawat penggerak dari nur muhammad yang telah bangun dalam batang tubuh siapa saja (tentu saja penggerak nur muhammad ini bisa di gunakan oleh orang orang yang telah bangun benih nur muhammadnya,selain dati itu saya tak berani komentar…tapi jika yakin silahkan di coba saja,siapa tau tampa di bangunkan nur muhammadnya tetap berkhasiat nur muhammad tersebut dengan sholawat buraq ini),sholawat buraq ini adalah kalimat rahasia para malaikat yang merupakan media langsung kontak bathin umat muhammad kepada nabinya,setiap para pengamal menyebut sholawat buraq ini lalu membaca surat at taubah ayat 128-129 tersebut maka secara de facto terbuka lah pandangan makrifat antara pengamal dengan nabi nya tadi,terbuka nya pandangan,maka makrifatnya saling memandanglah mereka,pandang memandang tak jemu jemu,dengar mendengar tak henti henti,maka yang di maksud oleh nabi kita tadi bahwa ” sangat berat bagi nabi muhammad mendengar kesusahan mu” itu akan mengarah dan tertuju kepada si pengamal ayat tadi,jika rasullallah sudah turun tangan akan kesusahan mu maka tiada yang sulit bagi mu dalam hidup ini…!!!,maka oleh itu guru saya dulu selalu berpesan kepada saya jika saya tengah menghadapi masalah dan aral melintang dalam hidup ini yaitu” engkau memiliki tuhan,pinta lah kepada tuhan mu apa apa yang kamu pinta,engkau memiliki nabi,ceritakanlah berat beban mu kepada nabi mu,karna nabi mu adalah manusia yang sangat peduli akan kesusahan mu,tidak ada manusia lain di muka bumi ini yang kepeduliannya kepada mu melebihi kepedulian nabi mu kepada mu” (pesan ini sebenarnya urat dari surat at taubah ayat 128-129 tersebut,cuma guru saya menyampaikan makrifat ayat ini melalui bahasa melayu).
Nah berikut sholawat buraq tersebut:
WAHDAH LA SARIKALLAHU MUHAMMADIN ABDUHU WA RASULU
LAILLAHA ILLALLAH MUHAMMADARASULLALLAH LAILLAHA ILLALLAH (sebenarnya
memandang ayat ini saja sudah berpahala apalagi menzikirkannya,biasanya keluarga para sepuh dan alim ulama memiliki ayat sholawat ini dalam bentuk tulisan alqurannya dan di bingkai kaca di gantung di atas pintu rumah,bukan sebagai jimat tetapi karena memandang dan melihatnya saja sudah berpahala dan anti api/anti barang barang panas).
MEMAKRIFATKAN MATA DOA INI PADA SURAT AT TAUBAH AYAT 128-129
WAHDAH LA SARIKALLAHU…dan seterusnya,lalu sambung dengan LAQOD JAAKUM…hingga akhir ayat 129,lalu akhiri dengan “LAILLAHA ILLALLAH MUHAMMADARASULLALLAH LAILLAHA ILLALLAH.
Tidak perlu ratusan kali zikirnya,cukup 9 x atau paling banyak 33x yang penting istiqomah mengamalkannya maka keajaiban keajaiban segera akan menghampiri saudara,banyak sekali maunah yang sungguh sangat takut saya utarakan dalam postingam ini hasil dari khasiat istiqomah mengamalkan surat at taubah ini…..INGATLAH SESUNGGUHNYA ISTIQOMAH ITULAH YANG MENGHASILKAN KAROMAH…!!!!
Apalagi malam malam ramadhan seperti sekarang,mata doa sholawat buraq ini jika di amalkan beserta surat at taubah ini sungguh laksana buraq melesatnya dalam alam semesta ini khasiatnya,berlipat ganda lah khasiat dan kharomah dari ayat ini jika di amalkan dalam malam malam bulan puasa…terbuka sudah salah satu warisan ter ghaib dari salah satu ayat suci alquran rahmatan lil alamin…islam itu luas manfaatnya seluas mata memandang,seluas akal berpikir seluas jiwa berzikir.
Note:
Sholawat buraq ini adalah ayat ghaib berdimensi murni ghaib,bersiap siap saudara pengamal mengalami fenomena fenomena ghaib,sebenar benar ghaib tak secuilpun ada karna sugesti,sensasi atau hayalan semata,semua fenomena ghaib yang akan saudara alami murni hasil dari sholawat ghaib ini.
Salam persaudaran,salam ukuwah islamiyah,salam satu nusa satu bangsa…!!!

Al-Muzara’ah, al-Musaqah, al-Mukhabarah dan Ihya’ al-mawat

Assalamualaikum wr.wb

A.        Al-Muzar’ah
1. Pengertian al-Muzara’ah
Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.
Al-Muzara’ah seringkali diidentik dengan mukhabarah. Diantara keduanya terdapat sedikit perbedaan sebagai berikut :Muzara’ah : benih dari pemilik lahan
Mukhabarah : benih dari penggrap
2. Landasan Syari’ah

a. Al-Hadits
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. pernah memberikan tanah Khaibar kepada penduduknya (waktu itu mereka masih yahudi) untuk digarap dengan imbalan pem-bagian hasil buah-buahan dan tanaman.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir yang mengatakan bahwa bangsa Arab senantiasa mengolah tanahnya secara muzara’ah dengan rasio bagi hasil 1/3:2/3, 1/4:3/4, 1/2:1/2, maka Rasulullah pun bersabda, “hendaklah menanami atau menyerahkannya untuk digarap. Barang siapa tidak melakukan salah satu dari keduanya, tahanlah tanahnya.”
b. Ijma
Bukhari mengatakan bahwa telah berkata Abu Jafar, “Tidak ada satu rumah pun di Madinah kecuali penghuninya mengolah tanah secara muzara’ah dengan pembagian hasil 1/3 dan 1/4. Hal ini telah dilakukan oleh sayyidina Ali, Sa’ad bin Abi Waqash, Ibnu Mas’ud, Umar bin Abdul Azis, Qasim, Urwah, keluarga Abu Bakar, dan keluarga Ali.”
c. Penjelasan
Dalam konteks ini, lembaga keuangan Islam dapat memberikan pembiyaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang plantation atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil panen.
3.Rukun Muzara’ah
Rukun Muzara’ah terdiri dari 3 unsur yaitu:
a. Pemilik lahan.
b. Petani penggarap.
c. Objek akad
d. Ijab dan Kabul
4. Berahirnya akad Muzara’ah
a. Jangka wakatu yang disepakati berakhir.
b. Apabila salah seorang yang berakad wafat.
c. Adanya uzur salah satu pihak, baik dari pihak pemilik lahan maupum dari pihak petani yang menyebabkan mereka tidak bisa melanjutkan akad muzara’ah tersebut.

Dari Nafi’ bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma memberitahukan kepadanya:

عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَطْرِ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ أَوْ زَرْعٍ.
“Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh penduduk Khaibar untuk menggarap tanah di Khaibar dan mereka mendapat setengah dari hasil buminya berupa buah atau hasil pertanian.”
Dalil diberbolehkannya muzara’ah adalah:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَطْرٍ عَلَى مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ أَوْ زَرْعٍ
“Dari Ibnu Umar rahuma bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah memperkerjakan penduduk khoibar dengan memperoleh setengah dari hasilnya berupa buah dan tanaman.”
Berkata Syaikh Abdullah Al-Bassam dalam menyebutkan pelajaran yang dapat diambil dari hadits diatas:
1. Bolehnya muzara’ah dan Musaqat dengan bagian dari apa yang tumbuh dari tanah tersebut baik berupa tanaman dan buah.
2. Dari zhahir hadits, tidak disaratkan benih dari pemilik tanah, dan ini adalah yang benar.
Jadi muzara’ah adalah diperbolehkan dengan dalil-dalil yang ada dan diamalkan oleh salafush shalih.
Berkata Imam Bukhari rohimahulloh: berkata Qais bin Muslim dari Abu Ja’far, dia berkata: “Tidaklah di Madinah kaum Anshar melainkan mereka menanam dengan bagian sepertiga atau seperempat. Dan adalah Ali, Sa’ad bin Malik, Abdullah bin Mas’ud, Umar bin Abdul Aziz, Qasim, Urwah, keluarga Abu Bakar, keluarga Umar, keluarga Ali dan Ibnu Sirin, mereka melakukan muzara’ah.
Mengenai benih tanaman bisa dari pemilik tanah maka ini dinamakan muzara’ah, dan boleh benih berasal dari penggarap dan ini disebut mukhabarah. Berkata Syaikh Abdul Adhim Al-Badawi: “Tidak mengapa benih berasal dari pemilik tanah atau dari penggarap tanah ataupun dari keduanya, dalilnya; berkata Imam Bukhari rohimahulloh: Umar ra memperkerjakan orang-orang, jika benih dari Umar maka bagiannya setengah, dan jika benih berasal dari mereka maka bagian mereka adalah seperti itu (setengah). Dia juga berkata: telah berkata Hasan: “Tidak mengapa jika tanah itu milik salah satu dari keduanya, kemudian diusahakan bersama maka apa yang keluar (tumbuh) untuk keduanya, dan Az-zuhri berpendapat demikian.
Berkata Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi: “Diantara hukum-hukum muzara’ah adalah sebagai berikut:
1. Masa muzara’ah harus ditentukan misalnya satu tahun.
2. Bagian yang disepakati dari ukurannya harus diketahui, misalnya setengah, sepertiga atau seperempatnya, dan harus mencakup apa saja yang dihasilkan tanah tersebut. Jika pemilik tanah berkata kepada penggarapnya: “Engkau berhak atas apa yang tumbuh ditempat ini dan tidak ditempat yang lainnya.” Maka hal ini tidak sah.
3. Jika pemilik tanah mensyaratkan mengambil bibit sebelum dibagi hasilnya kemudian sisanya dibagi antara pemilik tanah dan penggarap tanah sesuai dengan syarat pembaginnya maka muzara’ah tidak sah.
Seorang muslim yang mempunyai kelebihan tanah, disunnahkan memberikan kepada saudaranya tanpa konpensasi apapun, karena Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعُهَا فَإِنْ لَمْ يَزْرَعْهَا فَلْيَزْرَعْهَا أَخَاهُ
“Barang siapa yang mempunyai tanah, hendaklah ia menanaminya atau hendaklah ia menyuruh saudaranya untuk menanaminya.”
Juga sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
أَنْ يَمْنَحَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَأْخُذَ شَيْئًا مَعْلُوْمًا
“Jika salah seorang kalian memberi kepada saudaranya itu lebih baik baginya daripada ia mengambil imbalan tertentu.”
Yang tidak bolehkan dalam muzara’ah:
Dalam penggarapan tanah tidak boleh adanya unsur-unsur yang tidak jelas seperti pemilik tanah mendapat bagian tanaman dari tanah sebelah sini, dan penggarap mendapat bagian tanaman dari tanah sebelah sana. Hal ini dikatakan tidak jelas karena hasilnya belum ada, bisa jadi bagian tanaman dari tanah sebelah sini yaitu untuk pemilik tanah bagus dan bagian tanaman penggarap gagal panen ataupun sebaliknya. Dan bila keadaan ini yang terjadi maka terjadi salah satu pihak dirugikan. Padahal muzara’ah termasuk dari kerjasama yang harus menanggung keuntungan maupun kerugian bersama-sama.
Ataupun bisa terjadi pemilik tanah memilih bagiannya dari tanah yang dekat dengan saluran air, tanah yang subur, sementara yang penggarap mendapat sisanya. Inipun tidak diperbolehkan karena mengandung ketidakadilan, kezhaliman dan ketidakjelasan. Tetapi dalam dalam muzaraah harus disepakati pembagian dari hasil tanah tersebut secara keseluruhan. Misalnya pemilik tanah mendapatkan bagian separuh dari hasil tanah dan penggarap mendapat setengah bagian juga, kemudian setelah ditanami dan dipanen ternyata rugi maka hasilnya dibagi dua, begitu juga bila hasilnya untung maka harus dibagi dua. Dan pada kasus ini ada kejelasan pembagian hasil, dan ini diperbolehkan.
Berkata Syaikh Abdul Azhim Al Badawi: “Dan tidak boleh muzaraah dengan syarat sebidang tanah ini untuk pemilik tanah dan sebidang tanah yang ini untuk penggarap. Sebagaimana tidak boleh pemilik tanah berkata bagianku dari tanah ini adalah sejumlah berapa wasak.
عَنْ حَنْظَلَةَ بْنِ قَيْسٍ عن رَافِعِ بْنِ خَدِيْجٍ قَالَ: حَدَثَنِّيْ عَمَّايَ أَنَّهُمْ كَانُوْا يَكْرُوْنَ الأَرْضَ عَلَى عَهْدِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِمَا يَنْبُتُ عَلَى الأَرْبِعَاءِ أَوْ شَيْءٍ يَسْتَثْنِيْهِ صَاحِبُ الأَرْضِ, فَنَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ. فَقُلْتُ لِرَافِعٍ: فَكَيْفَ هِيَ بِالدِّيْنَرِ وَ الدِّرْهَمِ؟ فَقَالَ رَافِعٌ: لَيْسَ بِهَا بَأْسَ بِالدِّيْنَرِ وَ الدِّرْهَمِ
“Dari Hanzhalah bin Qais dari Rafi’ bin Khadij, dia berkata, pamanku telah menceritakan kepadaku bahwasanya mereka menyewakan tanah pada zaman Nabi r dengan apa yang tumbuh dari saluran-saluran air atau sesuatu yang telah dikecualikan pemilik tanah, kemudian Nabi shollallohu ,’alaihi wa sallam melarang hal itu. Aku bertanya kepada Rafi’, bagaimana bila dengan dinar dan dirham?, maka Rafi’ menjawab, tidak mengapa menyewa tanah dengan dinar dan dirham.
عَنْ حَنْظَلَةَ بْنِ قَيْسٍ قَالَ: سَأَلْتُ رَافِعَ بْنَ خَدِيْجٍ عَنْ كِرَاءِ الأَرْضِ بِالذَّهَبِ وَ الْوَرِقِ, فَقَالَ: لاَ بَأْسَ بِهِ, إِنَّمَا كَانَ النَّاسُ يُؤَاجِرُوْنَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِمَا عَلَى الْمَاذِيَانَاتِ وَ أَقْبَالِ الْجَدَاوِلِ, وَ أَشْيَاءَ مِنَ الزَّرْعِ, فَيَهْلِكُ هَذَا وَ يَسْلَمُ هَذَا, وَ يَسْلَمُ هَذَا وَ يَهْلِكُ هَذَا, وَ لَمْ يَكُنْ لِلنَّاسِ كِرَاءٌ إِلاَّ هَذَا, فَلِذَلِكَ زَجَرَ عَنْهُ, فَأَمَّا شَيْءٌ مَعْلُوْمٌ مَضْمُوْنٌ فَلاَ بَأْسَ بِهِ.
”Dari Hanzhalah bin Qais, dia berkata, aku bertanya kepada Rafi’ bin Khadij mengenai penyewaan tanah dengan emas dan perak, kemudian dia menjawab, tidak apa-apa. Sesungguhnya orang-orang pada zaman Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam menyewakan tanah dengan imbalan apa yang tumbuh di saluran air dan parit, dan berupa aneka tanaman. Kemudian terkadang tanaman ini rusak dan itu selamat, terkadang juga tanaman ini selamat dan tanaman itu rusak, sedangkan orang-orang tidak mempunyai sewaan kecuali itu, oleh karena itu Rasululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Adapun sesutu (imbalan) yang jelas diketahui dan terjamin maka tidak apa-apa.
Dari dua hadits yang ada menggunakan lafadz menyewakan tanah namun menyewakan tanah yang dilarang pada hadits tersebut adalah muzaraah (menggarap tanah), karena imbalan yang disepakati adalah dari hasil tanah tersebut dan ini dinamakan muzaraah. Sedangkan apabila imbalannya berupa emas, perak, uang ataupun selain dari hasil tanah tersebut maka ini disebut penyewaan tanah. Pelarangan muzaraah pada hadits di atas juga tidak secara mutlak, karena sebenarnya muzaraah diperbolehkan sebab nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam sendiri mengamalkan muzaraah dan juga salafus shalih. Namun pelarang muzaraah pada hadits di atas karena tidak adanya pembagian hasil yang jelas. Maka haruslah bagi orang yang akan melakukan akad muzaraah harus menentukan pembagian hasil tanah dengan jelas seperti menentukan separuh, sepertiga atau seperempat dari hasil tanaman yang dihasilkan untuk penggarap dan untuk pemilik tanah karena muzaraah adalah kerja sama (persekutuan), dan yang namanya kerja sama keuntungan dan kerugian harus ditanggung bersama.
B.        Musaqah
1. Pengertian Musaqah
Musaqah adalah pemilik kebun yang memberikan kebunnya kepada tukang kebun agar dipeliharanya, dan penghasilan yang didapat dari kebun itu dibagi antara keduanya, menurut perjanjian keduanya diwaktu akad .

 عن ا بن عمر ان النبي صلي الله عليه و سلم عا مل اهل خيبر بشرط ما يخرج منهامن ثمراوزرع .روا مسلم.
Dari Ibnu Umar, “sesungguhnya nabi Saw telah memberikan kebun beliau kepada penduduk Khaibar, agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilannya, baik dari buah-buahan ataupun hasil pertahun (palawija)” (Riwayat Muslim)
2.Hukum Musaqah
Hukum musaqah adalah mubah (boleh). Adapun jika niat mengikuti Rasulullah maka hukumnya sunah. Sebab hadis tersebut diatas adalah teladan konkrit mengenai cara-cara kerjasama yang baik antara yang punya kebun dengan petani penggarap.
3.Rukun musaqah
1.Pemilik dan penggarap kebun.Baik pemilik kebun maupun tukang kebun (yang mengerjakan) keduanya hendaklah orang yang sama-sama berhak ber-tasarruf (membelanjakan) harta keduanya.
2. Pekerjaan dengan ketentuan yang jelas baik waktu, jenis, dan sifatnya. Pekerjaan hendaklah ditentukan masanya, misalnya satu tahun, dua tahun atau lebih. Sekurang-kurangnya kira-kira menurut kebiasaan dalam masa itu kebun sudah bisa berbuah. Pekerjaan yang wajib dikerjakan oleh tukang kebun ialah semua pekerjaan yang bersangkutan dengan penjagaan kerusakan dan pekerjaan (perawatan yang berfaedah) untuk buah seperti menyiram, merumput, dan mengawinkannya.
3.Hasil yang diperoleh berupa buah, daun, kayu, atau yang lainnya. Buah, hendaknya ditentukan bagian masing-masing (yang punya kebun dan tukang kebun) misalnya seperdua, sepertiga, atau berapa saja asal berdasarkan kesepakatan keduanya pada waktu akad.
4. Akad, yaitu ijab qabul baik berbentuk perkataan maupun tulisan .
4. Hikmah Musaqah
Jika ada orang kaya memiliki sebidang kebun yang didalamnya terdapat pepohonan seperti kurma dan anggur, dan orang tersebut tidak mampu mengairi atau merawat pohon-pohon kurma dan anggur tersebut karena adanya suatu halangan, maka syari’ yang bijaksana (Allah) memperbolehkannya untuk melakukan suatu akad dengan seseorang yang mau mengairi dan merawat pohon-pohon tersebut. Dan bagi masing-masing keduanya mendapatkan bagian dari hasilnya.
C.        Mukhabarah
a. Pengertian Mukhabarah
Mukhabarah adalah paroan sawah atau ladang seperdua, sepertiga, atau lebih, atau kurang, sedangkan benihnya dari yang punya tanah .Perbedaan antara muzara’ah dan mukhabarah hanya terletak pada benih tanaman. Jika muzara’ah benih tanaman berasal dari petani, maka dalam mukhabarah benih tanaman berasal dari yang punya sawah/ladang. Pada umumnya kerjasama mukhabarah ini dilakukan pada tanaman yang benihnya cukup mahal, seperti cengkeh, pala, vanili, dan lain-lain. Namun tidak tertutup kemungkinan pada tanaman yang benihnya relatif murah pun dilakukan kerjasama mukhabarah .
b. Hukum Mukhabarah
Sebagian ulama melarang paroan tanah semacam ini. Mereka beralasan pada beberapa hadis yang melarang paroan tersebut . Hal itu ada dalam kitab hadis Bukhari dan Muslim diantaranya:

عن رافع بن خديج قل كنا اكثرالا نصارحقلا فكنا نكري لارض علي ان لنا هذه ولهم هذه فربما اخرجت هذه ولم تخرج هذه فنها نا عن ذلك .رواه البخاري.
Rafi’ bin Khadij berkata “diantara Ansar yang paling banyak mempunyai tanah adalah kami, maka kami persewakan, sebagian tanah untuk kami, dan sebagian untuk mereka yang mengerjakannya. Kadang-kadang sebagian tanah itu berhasil baik, dan yang lain tidak berhasil, oleh karena itu Rasulullah Saw melarang paroan dengan cara demikian.” (Riwayat Bukhari).
3. Hikmah Muzara’ah dan Mukhabarah
Ketahuilah bahwa banyak sekali orang yang memiliki binatang ternak atau hewan pembajak dan mempunyai kemampuan untuk menggarap tanah atau menghasilkannya, tetepi ia tidak memiliki tanah. Juga banyak sekali orang yang mempunyai tanah yang layak untuk ditanami, tetapi mereka tidak mempunyai hewan pembajak dan tidak mampu untuk menggarap tanah. Apabila kedua orang tersebut saling melakukan perjanjian dalam sebuah kerja sama, dimana yang satu memberikan tanah dan benih, dan yang satunya lagi memberikan tenaganya atau hewannya untuk menggarap tanah, kemudian masing-masing keduanya mendapatkan bagian dari hasil tanah tersebut, maka sesungguhnya hal tersebut sangat berarti.
Adapun ketentuan-ketentuan yang yang harus di penuhi dalam Muzara’ah dan Mukhabarah adalah sebagai berikut :
·         Pemilik dan penggarap harus sudah balig, berakal sehat, dan bersikap jujur.
·         Sawah dan ladang yang di garap betul-betul milik orang yang menyerahkan sawah atau ladangnya untuk di garap.
·         Hendaknya di tentukan lamanya masa penggarapan.
·         Besarnya paruhan hasil sawah/ladang untuk pemilik dan penggarap di tentukan berdasarkan musyawarah antara keduanya yang di liputi  oleh masa keadilan dan kekeluargaan.
·         Pemilik dan penggarap hendaknya menaatii ketentuan-ketentuan yang telah mereka sepakati bersama.
D. IHYA AL-MAWAT (MENGHIDUPKAN TANAH KOSONG)
1.      Pengertian Ihya’ Al-Mawat
Kata ihya’ al-mawat terdiri dari dua kata yaitu ihya’ menghidupkan dan al-mawat sesuatu yang mati, yang berarti ihya’ al-mawat menurut bahasa diartikan menghidupkan sesuatu yang mati. Menurut Abu Bakar Ibn Khusen al-Kasynawi al-mawat itu adalah tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak ada yang memanfaatkannya.Al-Rafi’i mendefinisikan al-mawat dengan tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak ada yang memanfaatkannya seorangpun.
Menurut Syekh Muhammad yang dimaksud dengan tanah mati ialah tanah yang tidak ada pemiliknya dan belum ada seorang pun yang mengambil manfaat bumi tersebut. Ibn Qudamah mendefinisikan al-mawat dengan tanah rusak dan tidak diketahui siapa pemiliknya. Hasbullah Bakry berpendapat ihya’ al-mawat
Hukum Ihya’ al-Mawat Adapun yang mendasari konsep ihya al-mawat  adalah hadis-hadis Rosulullah saw. Hadis-hadis tersebut sebagai berikut :
Rasulullah saw. Bersabda
من عمر أر ضا ليست لأ حد فهو أ حق بها (رواه البخا ري)
Artinya : “barang siapa yang membangun sebidang tanah yang bukan hak seseorang, maka dialah yang berhak atas tanh itu”. (HR.Imam al-Bukhari).
Rasulullah saw. Bersabda :
من احيا ارضا ميتة فهي له (رواه ابو داود والتر مدى)
Artinya : “barang siapa yang membuka tanah yang kosong, maka tanah itu akan menjadi miliknya”. (HR.Ahmad dan Imam at-Tirmidzi).
Dengan adanya hadis-hadis tersebut di atas, para ulama berpendapat bahwa hukum ihya al-mawat adalah mubah, bahkan ada yang mengatakan sunah. Yang jelas hadis-hadis tersebut memotivasiumat Islam untuk menjadikan lahankosong menjadi lahan produktif, sehingga karunia yang diturunkan oleh Allah swt, dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan dan kemaslahatan umat manusia.
2.Cara-cara Ihya al-Mawat
Cara-cara pengelolaan ihya al-Mawat secara rinci sebagai berikut :
                                i.  Menyuburkan. Cara ini digunakan untuk lahan yang gersang, yakni lahan yang yang tanamannya sulit tumbuh. Maka pada lahan seperti ini perlu diberi pupuk, baik pupuk organik maupun pupuk non-organik, sehingga lahan itu menjadi subur dan dapat ditanami dan selanjutnya mendatangkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan.
                              ii.  Menanam pohon. Cara ini dilakukan untik lahan-lahan yang relatif subur tapi belum terolah. Sebagai tanda tanah itu telah dikuasai atau ada yang memiliki, perlu diberikan tanda dengan menanam tanaman-tanaman yang produktif seperti : tanaman untuk makanan pokok atau perkebunan tanaman keras, seperti : pohon jati, pohon karet, dan pohon kopi.
                            iii. Membuat pagar. Hal ini dilakukan untuk menandai lahan kosong yang luas, sehingga orang lain mengetahui bahwa tanah itu telah dikasai oleh seseorang.
                            iv. Menggali parit, yaitu membuat parit di sekelilingi kebun yang dikuasainya, dengan maksud supaya orang lain mengetahui bahwa tanah tersebut sudah ada yang menguasai, sehingga menutup jalan bagi orang lain yang menguasainya.
3.Syarat-syarat ihya al-mawat
Adapun syarat-syarat ihya’ al-mawat mencakup: 1) orang yang menggarap; 2) tanah yang akan digarap; dan 3) proses penggarapannya. Menurut madzhab Maliki, orang yang akan menggarap tanah tersebut tidak disyaratkan seorang muslim. Mereka menyatakan tidak ada bedanya antara muslim dan non muslim dalam menggarap sebidang tanah kosong. Hal ini sejalan dengan keumuman sabda Rasulullah SAW sebagaimana telah disebutkan di atas. Kemudian mereka menyatakan bahwa ihya’ al-mawat merupakan salah satu cara pemilikan tanah. Karenanya tidak perlu dibedakan antara muslim dan non muslim.
Terhadap syarat yang terkait dengan proses penggarapan tanah, menurut madzhab Maliki, jika tanah tersebut dekat dengan pemukiman, maka untuk menggarapnya harus mendapat izin dari pemerintah. Tetapi jika letaknya jauh dari pemukiman, maka tidak perlu izin pemerintah.
      4. Temuan dalam Tanah Baru
Menurut Hendi Suhendi bahwa seseorang yang telah memilki tanah atau lahan dibolehkan mengelola dan memanfaatkannya sesuai dengan kehendaknya, dan yang terpenting tidak mengganggu milik orang lain dan menghalangi hak-hak sosial. Batas-batas lahan atau tanah harus ditandai dengan jelas seperti ditandai pohon-pohon, pagar, tiang beton dan lain sejenisnya, yang terpenting dapat menunjukkan batas-batas tanah miliknya secara jelas. Hal ini dilakukan untuk menghindari perselisihan kepemilkan hak dengan orang lain.
Dalam salah satu hadist yang terkait dengan ihya al-mawat Rasulullah SAW bersabda :
قا ل رسول الله صلى عليه وسلم لا ضرر ولا ضرار (رواه احمد وابن ما جه)
Artinya : “Seseorang tidak boleh menyusahkan dan tidak boleh disusahakan (HR.Ahmad dan Ibnu Majah).
Idris Ahmad berpendapat, bahwa barang siapa yang menghidupkan tanah mati, kemudian dari tanah tersebut memunculkan benda-benda yang tersembunyi (seperti barang-barang berhaga atau barang tambang), maka benda-benda itu menjadi miliknya, sedangkan air, rumput dan api/kayu bakar tetap menjadi milik masyarakat karena mengandung nilai-nilai sosial

Rabu, 20 April 2016

Bacaan Shalat Jenazah Niat dan Tata Caranya

Shalat Jenazah | Mengenai menunggu orang sakaratul maut , tuntunlah dia dengan kalimat kalimat yang baik. Yaitu kalimat tauhid atau syahadat. Lirihkan tepat telinganya sampai lidahnya menirukan engkau. Misalnya yaitu laailaaha illalloh. Lirihkan di telinganya. Kalau hampir hampir. Lafazdkan saja kalimat allah. Sebab jangan sampai nanti ketika mengucapkan kalimat itu baru sampai la-ilaa sudah putus nyawanya. Laa-ilaa artinya tidak ada tuhan. Maka perbanyak lafadz jalalah dilirihkan di telinganya. Ada sabda Rasulullah SAW yang artinya : 



"Tidakkah kamu lihat apabila manusia mati, sinar matanya terbelalak ke atas.
Mereka menjawab. Ya kami melihatnya ya Rosululloh. Rosululloh melanjutkan sabdanya , Hal itu terjadi karena penglihatannya mengikuti ruh ketika sedang pergi." (Hadis riwayat muslim dari Abu Hurairah r.a.)






Setelah itu ada doa yang diajarkan rosululloh sekali kali janganlah kau mendoakan mayat dengan doa jelek. Melainkan doakan sebagus bagusnya. Mata yangTerbelalak tadi tutup dengan telapak tangan sambil melirih doa dibawah ini. 



ALLAAHUMMAGH FIR LA HU ...... (sebut nama yang meninggal) WAR FA' DARAJATU FIL MAHDIYYIINA WAKHLUF HU FII "AQBIHI FIIL GHAABIRIINA WAGH FIR LANA WA LA HU YAA RABBAL 'AALAMIIN, WAFSAH LAHU FII QABRIHI WA NAW-WIR LAHU FII HI




Untuk mayat laki laki menggunakan lafadz HU . Sedangkan untuk mayat perempuan diganti dengan HA. 
Artinya : ampunilah dosa dosa ...... (sebut nama mayit yang meninggal) . Angkatlah derajatnya di kalangan orang orang yang memperoleh petunjuk dengan petunjukmu. Gantilah dia bagi keluarganya yang ditinggalkan. Ampunilah kami dan ampunilah dia. Ya tuhan yang menguasai alam. luaskan kuburannya. Dan terangi dia di dalamnya. 

Doa ini diambil dari hadis muslim dai Ummu Salamah ketika Abu Salamah meninggal dunia.


Syarat Menyelenggarakan Sholat Jenazah

Syarat menyelenggarakan sholat jenazah | Dalam melaksanakan sholat jenazah terdapat juga syarat penyelenggaraannya. Nah, adapun syarat yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan salat jenazah yaitu : 
  • Orang yang melakukan sholat jenazah harus memenuhi syarat sah salat pada umumnya. Misalnya yaitu menutup aurat, suci dari hadas, menghadap kiblat dll.
  • Jenazah yang akan dishlati harus sudah dimandikan serta dikafani
  • Jenazah diletakkan disebelah mereka yang akan menyolati, kecuali jika dilaksanakan di atas kubur atau salat ghaib.

Kewajiban terhadap mayit

  1. Memandikan
  2. Mengkafani
  3. Menshalati
  4. Mengubur
Memandikan 
Pertama tama yang dilakukan membersihkan kotoran kotoran di badan termasuk najis najis. Membersihkan lubang lubang termasuk lubang hidung dan lain lain. Kemudian memberikan wudhu pada anggota wudhunya. Meratakan air ke seluruh tubuh dengan 3 kali atau 5 kali. Siraman pertama lebih baik menggunakan air yang dicampur dengan sabun. Siraman yang kedua dengan air bersih dan ketiga atau terakhir dengan air yang dicampur kapur barus. Yang laki laki dimandikan laki laki dan perempuan juga perempuan. Setelah memandikan dan siap di kafani. Apabila si mayit memiliki rambut panjang lebih praktisnya rambut itu dikepang atau disanggul.
Mengkafani
Sabda Rasulullah SAW dari Abu Salamah r.a. Dia berkata dan bertanya kepada aisyah istri Rasulullah SAW . Berapa lapiskan kah Kain kafan Rasulullah SAW ya Aisyah. Aisyah menjawab tiga lapis kain katun putih. (Hadis riwayat muslim)
Mengenai tata cara untuk mengkafani belum kami jelaskan disini. 

Sholat mayit atau sholat jenazah

Shalat jenazah boleh dikerjakan di masjid atau di kuburan. Menurut kitab tanwirul qulub apabila mayatnya itu laki laki posisi kepala berada di selatan dan mayat perempuan posisi kepala di sebelah utara. Untuk mayat laki laki imam berdiri tepat ke arah kepala mayat , dan untuk mayat perempuan imam berdiri menghadap ke pinggang mayit. Jadi kalau mayat wanita kepalanya ada di sebelah kanan imam.
Berikut ini adalah rukun sholat jenzah :

1. Niat

Sama halnya dengan ibadah ibadah lainnya, Shalat Jenazah pun harus di awali dengan niat. Niat dalam hati dengan tekad dan menyengaja akan melakukan shalat shalat jenazah ini sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT.
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS. Al-Bayyinah : 5).
Serta Rasulullah SAW juga pernah bersabda bahwasannya :
"Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya. Setiap orang mendapatkan sesuai niatnya." (HR. Muttafaq Alaihi).

2. Berdiri Jika Mampu

3. Takbir 4 kali
Dari Jabi ra bahwa Rasulullah SAW menyolatkan jenazah Raja Najasyi (shalat ghaib) dan beliau takbir 4 kali. (HR. Bukhari : 1245, Muslim 952 dan Ahmad 3:355)
4. Membaca Surat Al-Fatihah
5. Membaca Shalawat kepada Rasulullah SAW
6. Doa Untuk Jenazah
Salah satu doa yang dilafadzkan atau di contohkan oleh Rasulullah SAW antara lain :
"Allahummaghfir lahu warhamhu, wa’aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu, wa wassi’ madkhalahu, waghsilhu bil-ma’i watstsalji wal-baradi."
7. Doa Setelah Takbir Keempat
"Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfirlana wa lahu.."

8. Salam


Apabila anda masih merasa kebingungan untuk melaksanakan sholat jenazah ini, maka kami telah menyiapkna video tutonya disini . Silahkan kunjungi 

Tata cara dan Doa Shalat Jenazah

1. Lafazh Niat Shalat Jenazah :

Artinya:
"Aku niat shalat atas jenazah ini, fardhu kifayah sebagai makmum/imam lillaahi ta’aalaa.."

2. Setelah Takbir pertama membaca: Surat "Al Fatihah."

3. Setelah Takbir kedua membaca Shalawat kepada Nabi SAW

4. Setelah Takbir ketiga

"Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.”
Boleh juga hanya membaca :
"Allahummagh firlahu warhamhu wa’aafihi wa’fu anhu.."

5. Setelah takbir keempat membaca:

6. "Salam" kekanan dan kekiri

Catatan:
  • Doa diatas adalah doa untuk jenazah laki laki satu, jika jenazahnya ada du orang laki laki atau perempuan, maka HU diganti dengan HUMA.
  • Sedangkan untuk perempuan satu orang, diganti dengan HA.
  • Jika jenazahnya berjumlah banyak dan berkelamin pria maka diganti HUM.
  • Jika banyak mayit wanita maka diganti dengan HUNNA.
  • Untuk campuran laki laki maupun perempuan yang digabung sehingga jumlahnya banyak maka , bisa pakai HUM.
  • Misal "Allahummaghfir lahum warhamhum, wa’aafihi wa’fu ‘anhum .... "